Franciscus Welirang
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
Gaya atau nada penulisan artikel ini tidak mengikuti gaya dan nada penulisan ensiklopedis yang diberlakukan di Wikipedia. |
Franciscus Welirang[1] (lahir 9 November 1951) adalah seorang pengusaha Indonesia. Dia adalah menantu dari Sudono Salim dan suami dari Mira Salim.
Latar Belakang
Sosok Frangky mulai muncul di atmosfir Salim Grup setelah menamatkan pendidikan insinyur kimia bidang plastik, di Institute South Bank Polytechnic, London, Inggris tahun 1974. Pria muda yang selalu merendah alias low profile itu, mengawali sepakterjangnya dengan bergabung pada Salim Economic Development pada tahun 1974 hingga 1975. Pada tahun 1977 hingga 1991 dia mulai diorbitkan ke salah satu anak perusahaan Salim Grup di Bogasari Flour Mills sebagai Wakil General Manager, dan makin dipopulerkan di lingkungan Salim sebagai General Manager pada tahun 1991-1992.
Selepas itu, pada tahun 1992 Frangky mulai dirotasi tour of duty sebagai pada PT Indocement Tunggal Prakarsa, juga milik Salim Grup. Ketika Bogasari diakuisisi oleh PT Indofood Sukses Makmur (ISM) demi kepentingan strategi perusahaan, Frangky Welirang ikut terbawa promosi menjadi pada PT ISM, hingga sekarang. Ketika Eva Riyanti Hutapea menyatakan mundur sebagai CEO dan presiden pada PT ISM, nama yang dominan muncul pengganti Eva pada RUPS bulan Mei nanti adalah Frangky. Pada Bogasari sendiri, terakhir dia ditunjuk menjadi pemimpin tertinggi sebagai CEO dan presiden direktur.
Selain "putra mahkota" Anthony Salim adalah Franciscus Welirang yang akan merajai Salim di kemudian hari. Namun yang menarik dari diri Frangky adalah kesederhanaan dan keinginannya yang besar membina kecil. Pembinaan ini akan menentukan cetak biru kemajuan usahanya sebab tepung terigu yang ditangani Bogasari –demikian pula Indofood dengan mie instannya—sampai ke tangan konsumen adalah melalui jasa para kecil termasuk pedagang kue dan mie instan di kaki lima. Jumlah mereka yang menjadi ujung tombak pemasar pun tidak sedikit bisa puluhan ribu tersebar di seluruh Indonesia. Bagi masyarakat awam maupun elit kelas menengah atas makanan roti, kue-kue, mie instan dan makanan ringan lain berbahan baku terigu telah menjadi makanan pokok kedua setelah nasi.
Frangky sendiri mengakui, bahkan berprinsip bahwa kecil adalah jaringan yang membuat besar Bogasari. Mitra bisnis Bogasari itu, disebutkan Frangky misalnya pedagang roti, pedagang bakso, maupun pedagang kue basah di emperan toko Pasar Senen dan Blok M. Kalau mereka bertumbuh dan berkembang, demikian Frangky, tentunya Bogasari juga berkembang. Kalau mereka bangkrut, Bogasari juga tutup.
Frangky menyebutkan terdapat puluhan ribu orang pengusaha kecil dalam naungannya. Mereka semua memperoleh bantuan dan binaan. Bantuan itu, misalnya berupa dana, penyuluhan, latihan, dan konsultasi untuk memperkuat para pengusaha kecil. Mereka itulah yang secara alamiah menjadi jaringan usaha terpenting serta berperan membesarkan Bogasari, dan sebagai timbal-balik mereka dibina oleh Bogasari. Menurut Frangky, pembinaan ini sudah dilakukan sejak awal Bogasari berdiri.
Bogasari mendirikan Kelompok Wacana Mitra lembaga khusus membina pengusaha kecil. Kelompok ini terjun langsung memberikan latihan dan penyuluhan bagaimana mengelola usaha kecil, etika bisnis, administrasi keuangan, kualitas produk, dan pengetahuan lainnya. Diterbitkan pula buletin Wacana Mitra untuk memberikan edukasi, dorongan dan semangat kepada pengusaha kecil melalui artikel-artikel yang dimuat. Misalnya tulisan tentang keberhasilan pengusaha Mie Kocok Bandung, atau pengusaha roti bantal dan sebagainya.
Bogasari adalah satu dari empat produsen terigu dengan omset pertahun mencapai Rp lima trilyun. Tiga lainnya PT Sriboga, PT Panganmas, dan PT Berikari. Sebagai produsen terbesar, pangsa pasar terigu yang tiap tahun bertambah lima hingga sepuluh persen itu sekitar 70 persen dikuasai oleh Bogasari. Pertambahan pangsa pasar terigu nasional antara lain dipicu oleh semakin besarnya masyarakat untuk mengkonsumsi makanan bukan nasi seperti roti, mie, kue, biskuit, demikian pula maraknya kemunculan restoran cepat saji (fastfood) yang menawarkan aneka jenis makanan seperti burger, hot dog, pizza, kebab, donat yang sebagian besarnya berbahan baku terigu.
Bogasari yang pendiriannya diresmikan oleh pada 19 Mei 1971, itu dimaksudkan untuk mengolah biji gandum menjadi tepung terigu. Pabrik pertama dibangun di kawasan pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta di atas tanah 10 hektare dengan kapasitas olah 9.500 ton gandung perhari, pabrik kedua didirikan di lokasi pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya diresmikan pada 1972 dengan kapasitas olah 5.000 ton gandum perhari. Total mempekerjakan 4.000 orang karyawan, jadilah Bogasari industi terigu terbesar di Indonesia.
Menarik mencermati kuatnya penguasaan pasar oleh Bogasari. Ada yang menuding, sejak awal perusahaan ini telah memperoleh "lisensi" monopoli. Apalagi, mengingat kedekatan dengan Om Liem sejak sama-sama di Semarang. Namun Frangky Welirang menyatakan berbeda. Menurut Frangky, industri ini memang harus memiliki kekuatan. Toh, kata Frangky, Bogasari bukanlah satu-satunya industri terigu dan ketiga industri lain itu diberi kesempatan sama untuk berkembang.
"Namun, soal strategi penjualan dan kualitas produksi belum tentu sama. Kita memiliki cara sendiri-sendiri. Pasar juga menentukan siapa yang terbaik," jelas Franciscus Welirang. Dia mencatat ada beberapa hal yang membuat Bogasari unggul. Misalnya, strategi pembentukan jaringan pemasaran dan penjualan yang jauh lebih baik dibanding tiga pesaing, kekuatan modal yang memberi pengaruh signifikan terhadap keberhasilan pemasaran, serta kualitas produksi dan strategi promosi yang membuat produk Bogasari laku terjual di pasar.