Lompat ke isi

Six Sigma

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Six Sigma adalah usaha yang terus menerus untuk mengurangi waste, menurunkan variance dan mencegah defect. Six sigma merupakan sebuah konsep bisnis yang berusaha untuk menjawab permintaan customer terhadap kualitas yang terbaik dan proses bisnis yang tanpa cacat[butuh rujukan]. Kepuasan pelanggan dan peningkatannya menjadi prioritas tertinggi, dan Six sigma berusaha menghilangkan ketidakpastian pencapaian tujuan bisnis.

Untuk lebih mudahnya, Six sigma bisa dipahami sebagai sebuah alat untuk meningkatkan kualitas, benchmarking dan metode peningkatan keuntungan yang terpadu. Six sigma mendasarkan dirinya pada pemahaman bahwa mencapai zero-defect dalam pembuatan sebuah produk atau proses bukanlah tidak mungkin. Dengan Six sigma, angka defect 3,4 kejadian per 1.000.000 kesempatan bisa dicapai jika produk dan proses didisain dengan baik.

Sejarah

Adalah Carl Frederick Gauss (1777-1885) yang pertama kali memperkenalkan konsep kurva normal dalam bidang statistik. Konsep ini kemudian dikembangkan oleh Walter Shewhart di tahun 1920 yang menjelaskan bahwa 3 sigma dari nilai rata-rata (mean) mengindikasikan perlunya perbaikan dalam sebuah proses.

Pada akhir tahun 1970, Dr. Mikel Harry, seorang insinyur senior pada Motorola’s Government Electronics Group (GEG) memulai percobaan untuk melakukan problem solving dengan menggunakan analisa statistik. Dengan menggunakan cara tsb, GEG mulai menunjukkan peningkatan yang dramatis: produk didisain dan diproduksi lebih cepat dgn biaya yg lebih murah. Metoda tsb kemudian ia tuliskan dalam sebuah makalah berjudul ”The Strategic Vision for Accelerating Six Sigma Within Motorola”. Dr. Mikel Harry kemudian dibantu oleh Richard Schroeder, seorang mantan executive Motorola, menyusun suatu konsep change management yang didasarkan pada data. Hasil dari kerja sama tersebut adalah sebuah alat pengukuran kualitas yg sederhana yg kemudian menjadi filosofi kemajuan bisnis, yg dikenal dengan nama Six Sigma.

Perbedaan Six Sigma dan Total Quality Management (TQM)

Thomas Pyzdek, seorang konsultan implementasi Six Sigma dan penyusun buku "The Six Sigma Handbook", pada bulan Februari 2001, menjelaskan adanya perbedaan penting antara Six Sigma dan TQM yaitu, TQM hanya memberikan petunjuk secara umum (sesuai dengan istilah manajemen yg digunakan dalam TQM). Petunjuk untuk TQM begitu umumnya sehingga hanya seorang pemimpin bisnis yg berbakat yg mampu menterjemahkan TQM dalam operasional sehari-hari. Secara singkat, TQM hanya memberikan petunjuk filosofis tentang menjaga dan meningkatkan kualitas, tetapi sukar untuk membuktikan keberhasilan pencapaian peningkatan kualitas.

Kemudian konsep Total Quality Control, di tahun 1950, menunjukkan bahwa kualitas produk bisa ditingkatkan dengan cara memperpanjang jangkauan standar kualitas ke arah hulu, yaitu di area engineering dan purchasing. Akan tetapi ada beberapa kelemahan yang muncul pada pelaksanaan Total Quality Control yaitu:

  1. Terlalu fokus pada kualitas dan tidak memperhatikan isu bisnis yg kritikal lainnya
  2. Implementasi Total Quality Control menciptakan pemahaman bahwa masalah kualitas adalah masalahnya departemen Quality Control, padahal masalah kualitas biasanya berasal dari ketidakmampuan departemen lain dalam perusahaan yg sama
  3. Penekanan umumnya pada standar minimum kualitas produk, bukan pada bagaimana meningkatkan kinerja produk

Six Sigma dalam pelaksanaannya menunjukkan hal-hal menjadi solusi permasalahan di atas:

  1. Menggunakan isu biaya, cycle time dan isu bisnis lainnya sebagai bagian yg harus diperbaiki
  2. Six sigma tidak menggunakan ISO 9000 dan Malcolm Baldrige Criteria tetapi fokus pada penggunaan alat untuk mencapai hasil yg terukur
  3. Six sigma memadukan semua tujuan organisasi dalam satu kesatuan. Kualitas hanyalah salah satu tujuan, dan tidak berdiri sendiri atau lepas dari tujuan bisnis lainnya
  4. Six sigma menciptakan change agent yg bukan bekerja di Quality Department. Green Belt adalah para operator yg bekerja pada proyek Six Sigma sambil mengerjakan tugasnya

Faktor Penting dalam Implementasi Six Sigma

  1. Dukungan dari Top level. Six sigma menawarkan pencapaian yg terukur yg tidak akan mampu ditolak oleh pemimpin perusahaan, yang dikerjakan oleh seorang super star yg sangat tahu apa yg harus dilakukan di bidangnya (Black Belt, Project Champion, Executive Champion).
  2. Tim yang hebat. Para Executive Champion, Deployment Champions, Project Champions, Master Black Belts, Black Belts, dan Green Belts adalah orang-orang yg terlatih dengan baik untuk mengerjakan proyek Six Sigma.
  3. Training yg berbeda dgn yg pernah ada. Anggota proyek Six Sigma adalah mereka yg pernah ditraining secara khusus dengan biaya antara $15,000-$25,000 per Black Belt, yg akan dibayar melalui saving yg didapat dari setiap proyek Six Sigma
  4. Alat ukur yg baru, dengan menggunakan DPMO (Defects Per Million Opportunities) yang berhubungan erat dgn Critical to Quality (CTC) yg diukur berdasarkan persepsi customer, yg bisa dibandingkan antar departemen atau divisi dalam satu perusahaan
  5. Tradisi perusahaan yg baru, yaitu mempromosikan usaha untuk melakukan peningkatan kualitas secara terus menerus.