Sangitan
Artikel ini merupakan artikel yang dikerjakan oleh Peserta Kompetisi Menulis Bebaskan Pengetahuan 2014 yakni BP21Danang (bicara). Untuk sementara waktu (hingga 15 MEI 2014), guna menghindari konflik penyuntingan, dimohon jangan melakukan penyuntingan selama pesan ini ditampilkan selain oleh Peserta dan Panitia. Peserta kompetisi harap menghapus tag ini jika artikel telah selesai ditulis atau dapat dihapus siapa saja jika kompetisi telah berakhir. Tag ini diberikan pada 5 Mei 2014. Halaman ini terakhir disunting oleh BP21Danang (Kontrib • Log) 3850 hari 378 menit lalu. |
Sangitan | |
---|---|
Sangitan | |
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
(tanpa takson): | |
(tanpa takson): | |
(tanpa takson): | |
Ordo: | |
Famili: | |
Genus: | |
Spesies: | S. javanica
|
Nama binomial | |
Sambucus javanica |
Sangitan (Latin: Sambucus Javanica Reinv / Sambuci Javanicae) adalah jenis tanaman herbal dalam keluarga Adoxaceae asli Asia dan merupakan tanaman subtropis dan tropis.[1][2] Sinonim nama ilmiahnya: Sambucus Chinensis Lindl., Simbucus Ebuloides Desc., Simbucus Thunbergiana BI., Phyteuma Bipinnata Lour., dan P. Cochinchinensis Lour.[1] Nama Sangitan atau Kelak Nasi diambil dari bahasa Melayu.[2][1]
Di Pulau Sumatera sendiri ia dikenal dalam beberapa sebutan, di Aceh ia disebut Abur, di Bengkulu ia dinamai Babalat.[2][1] Sedangkan di Pulau Jawa, di daerah Sunda disebut Kerak Nasi, di Jawa Tengah, orang menyebutnya sebagai tanaman Brobos Kebo.[2][1] Di Maluku, Sanitan disebut Halemaniri, yaitu di daerah Tidore.[2][1]
Asal-usul Sangitan
Sangitan merupakan tanaman asli Indonesia.[3] Sangitan juga banyak dijumpai di Bhutan, Burma, Kamboja, Cina (kecuali di utara), India, Jepang, Laos, Malaysia (di Sabah), Filipina, Thailand Selatan, dan Vietnam[4][5] Keberadaan Sangitan kurang diperhatikan orang bahkan terkadang dianggap sebagai gulma, padahal di Cina, Sangitan sangat terkenal dan dimanfaatkan sebagai ramuan untuk menyembuhkan penyakit hepatitis.[6]
Karakteristi Tanaman Sangitan
Sangitan biasanya tumbuh di pinggir sawah dan di antara semak belukar di hutan bambu.[6] Rantingnya saling berdesakan dan membentuk perdu, tampak unik bagian daunnya.[6] Lebar daun berukuran 2-3 cm, ujungnya meruncing membuat daunnya semakin sempit dan helaiannya seperti menutup.[6] Bunganya berwarna putih agak krem di pucuk tanaman sehingga kelihatan menonjol.[6] Bentuk mahkota bunga seperti bintang, pertumbuhannya mengarah ke atas dan sekilas mirip payung.[6]
Rasa pohon atau daun Sangitan manis agak pahit.[7] Herba ini masuk dalam meridian hati (liver) dan berkasiat sebagai peluruh kencing (diretik).[7]
Kandungan Kimia
Sangitan kaya akan kandungan kimia, seperti minyak esensial, asam ursolik, beta sitosterol, alfa amyrin palmitat, KNO, dan tanin.[3][6][7] Kandungan tersebut menyebar di bagian akar, batang, dan daun.[6][3][7] Di samping itu, menurut data Departemen Kesehatan, tanaman ini mengandung sambunigran dan glukosida.[6][3][7]
Pemanfaatan Bagian Tanaman Sangitan
Bagian tanaman yang dapat digunakan adalah akar, daun, dan bunga.[2] Pemakaiannya Sangitan dapat dilakukan dengan mengolahnya ketika masih segar maupun dapat dilakukan dengan cara dijemur sampai kering jika akan disimpan.[2]
Akarnya digunakan untuk beberapa pengobatan penyakit, antara lain bengkak dan memar, tulang patah, reumatik, pegal linu, dan sakit kuning.[2] Daunnya digunakan untuk mengobati bengkak karena timbunan cairan pada penyakit ginjal, beri-beri, disentri, radang saluran napas kronis, eripelasi.[2] Seluruh tumbuhan digunakan untuk pengobatan sakit keram, nyeri tulang, memar, kulit terbakar, bercak hitam di wajah, untuk menghaluskan kulit dan merangsang saraf.[2] Penggunaannya sangat sederhana dan sifatnya masih lokal.[2] Daunnya bisa ditumbuk, direbus (airnya diminum atau untuk mencuci bagian tubuh yang sakit), atau diperas setelah ditumbuk.[2]
Contoh, penggunaan bagi penderita penyakit kuning: cuci 30-50 g akar sangitan kering atau 90 g akar sangitan segar, lalu potong seperlunya.[2] Tambahkan daging sapi yang jumlahnya sama banyak, setelah dingin, air diminum dan dagingnya dimakan.[2]
Efek Samping
Ibu hamil dilarang minum rebusan tumbuhan ini karena dapat menyebabkan kematian janin.[2]
Rujukan
- ^ a b c d e f (Indonesia) Dewi Damayanti., Buku pintar tanaman obat: 431 jenis tanaman penggempur aneka penyakit (Google eBuku), Jakarta: AgroMedia, 2008, Hal. 215-216
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o (Indonesia) Setiawan Dalimarta., Atlas tumbuhan obat Indonesia, Volume 2, Jakarta: Trubus Agriwidya, 2000, Hal. 166-170
- ^ a b c d (Indonesia) Fauzi R. Kusuma & B. Muhammad Zaky., Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat, Jakarta: Agromedia, Hal. 48-49
- ^ Deyuan Hong, Qiner Yang, Valéry Malécot & David E. Boufford. "Sambucus javanica". Flora of China. Missouri Botanical Garden, St. Louis, MO & Harvard University Herbaria, Cambridge, MA. Diakses tanggal 21 March 2013.
- ^ USDA, ARS, National Genetic Resources Program (May 19, 2011). "Sambucus javanica at NPGS/GRIN". Germplasm Resources Information Network (GRIN). United States Department of Agriculture. Diakses tanggal 21 March 2013.
- ^ a b c d e f g h i (Indonesia)Tanaman Obat untuk mengatasi hepatitis, Jakarta: Agromedia Pustaka, 2005, Hal. 40-41
- ^ a b c d e (Indonesia)Nurheti Yuliarti., Sehat, Cantik, Bugar dengan Herbal dan Obat Tradisional, Yogyakarta: Penerbit Andi, Hal. 72-73