Lompat ke isi

Pagat Batu Benawa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 17 April 2015 14.22 oleh Fariszal (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi ''''Pagat Batu Benawa''' adalah salah satu objek wisata yang berada di Desa Pagat Kecamatan Batu Benawa Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan S...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Pagat Batu Benawa adalah salah satu objek wisata yang berada di Desa Pagat Kecamatan Batu Benawa Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan Tepatnya 7 kilometer dari kota barabai[1]. Wisata ini berupa bukit pegunungan, Sungai dan Goa yang berada di kaki bukit yang bernama Bukit Batu Bini[2]

Panorama

Obyek wisata Pagat Batu Benawa memiliki panorama alam yang indah. Alamnya yang indah, udara yang sejuk, bukit dan sungai yang jernih dan alamnya yang damai membuat lokasi wisata ini banyak dikunjungi wisatawan. Selain itu terdapat sumber air jernih dari dalam Goa yang berada dikaki bukit Batu Bini[2]. Setelah memasuki pintu masuk, kita dapat menemukan sebuah dinding yang menceritakan sejarah terjadinya Pagat Batu Banawa ini. Sungainya yang bearus sedang merupakan salah satu daya tarik objek wisata ini, sungainya yang lebar dan tidak terlalu deras membuatnya cukup aman untuk mandi apabila air sungai dalam kondisi yang normal. bahkan ada yang menyewakan pelampung bebek untuk anak-anak yang ingin mandi di sini. Untuk menyebrangi sungai ini ada dua alternatif, yaitu lewat jembatan gantung yang telah dibangun atau melalui rakit bambu yang disusun sampai ke seberang, kedua jalur ini memepunyai sensasi yang berbeda namun sama-sama harus membayar uang untuk bisa menyeberang[3]. Untuk menaiki bukit sudah dibangun tangga dari semen dan kayu, di sinilah butuh fisik yang prima untuk menapakai puluhan anak tangga untuk dapat ke puncak, tangga yang terjal haruslah dilewati dengan hati-hati supaya tidak terjatuh. Namun sesampainya di puncak keletihan akan terbayar dengan pemandangan yang kita dapatkan, dari kesibukan di bawah, landscape yang menghijau serta pegunungan meratus. DI puncak sebenarnya sedah dibangun shelter untuk beristirahat namun karena kirangnya kesadaran tempat itu hanya tertinggal atapnya saja[3].

Sejarah

Konon pada jaman dahulu kala, di Desa Pagat, Kalimantan Selatan, hiduplah seorang janda tua bernama Diang Ingsung dengan seorang anaknya yang bernama Raden Penganten. Kehidupan mereka berdua diliputi dengan rasa kasih sayang, karena keluarga itu hanya terdiri dari dua orang sehingga tidak ada anggota keluarga lain tempat membagi kecintaannya. Kehidupan mereka sangat sederhana. Mereka hanya hidup dari alam sekitarnya, tanaman hanya terbatas pada halaman rumahnya, demikian pula perburuannya terbatas pada binatang-binatang yang ada di sekitar desa mereka. Karena itulah maka pada uatu hari Raden Penganten berminat untuk pergi merantau, mencari pengalaman dan kehidupan baru di negeri orang. Demikian keras kehendak Raden Penganten, sehingga walaupun ia dihalang-halangi dan dilarang ibunya, ia tetap juga pada kemauannya. Akhirnya, si ibu hanya tinggal berpesan kepada anak satu-satunya yang ia kasihi, agar anaknya membelikan sekedar oleh-oleh apabila anaknya kembali dari perantauan. Maka, berangkatlah Raden Penganten ke sebuah negeri yang jauh dari desanya. Di sana ia dapat memperoleh rezeki yang banyak, karena selalu jujur dalam setiap perbuatannya. Di sana ia dapat pula menabungkan uangnya hingga dapat membeli barang-barang yang berharga untuk dapat dibawa kembali kelak. Di perantauan, Raden Penganten dapat pula menikah dengan seorang putri dari negri tersebut yang cantik paras mukanya. Demikianlah maka Raden Penganten dapat tinggal di perantauannya, untuk beberapa tahun lamanya. Pada suatu ketika timbulah niat Raden Penganten untuk kembali ke negerinya dan menjumpai ibunya yang telah lama ia tinggalkan. Dibelinya sebuah kapal, lalu dipenuhi dengan barang-barang. Pada saat yang telah ditentukan, berangkatlah ia bersama istrinya menuju kampung halaman di mana ibunya tinggal. Berita kedatangannya itu terdengar pula oleh ibunya. Ibunya yang sekarang telah tua, dengan sangat tergesa-gesa datang ke pelabuhan untuk menjemput anaknya yang tercinta. Namun ketika sampai di pelabuhan, betapa kecewanya hati Diang Ingsung, jangankan mendapat oleh-oleh yang dipesannya dulu, mengakui dirinya sebagai ibu yang telah melahirkannya pun, Raden Penganten tidak mau. Rupanya, di depan istrinya yang cantik jelita, ia merasa malu mengakui Diang Ingsung yang telah tua renta dan berpenampilan sangat bersahaja itu sebagai ibunya. Betapa besar rasa kecewa dan sakit hati Diang Ingsung. Tapi ia masih berusaha menginsafkan anaknya yang durhaka itu, tapi Raden Penganten tetap membantah dan tetap tidak mau mengakui ibunya itu. Ia malahan membelokkan kapalnya mengarah ke tujuan lain meninggalkan pelabuhan dan Diang Ingsung yang hancur hatinya karena perbuatan anaknya yang durhaka. Dengan hati yang penuh diliputi rasa kecewa dan putus asa, Diang Ingsung lalu memohon kepada yang Maha Kuasa agar anaknya mendapat balasan yang setimpal dengan kedurhakaan terhadap dirinya. Seketika itu juga datanglah badai dan topan menghempaskan kapal Raden Penganten hingga pecah menjadi dua. Tentu saja seluruh isi kapal itu termasuk anaknya yang durhaka tenggelam dan binasa. Adapun bekas pecahan kapal itu kemudian berubah menjadi gunung batu yang kemudian dinamakan Gunung Batu Banawa[4].

Fasilitas

Untuk kenyamanan pengunjung, objek wisata Pagat Batu benawa dilengkapi beberapa fasilitas seperti: Mushola, Taman bermain anak-anak, Panggung hiburan, Gazebo, Toko Souvenier, Warung, Toilet dan ruang ganti pakaian[5]

Referensi