Lompat ke isi

Nur Iman Mlangi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 19 Juni 2015 18.35 oleh Andriana08 (bicara | kontrib) (Andriana08 memindahkan halaman Kyai Nur Iman Mlangi ke Nur Iman Mlangi: baku)


Kyai Nur Iman Mlangi

Kyai Nur Iman Mlangi atau RM Sandeyo diperkirakan lahir pada sekitar abad ke 18 atau tahun 1700-an. RM Sandeyo merupakan pendiri dari dusun Mlangi. Sleman, Yogyakarta. Beliau adalah Kyai pertama yang mengajarkan agama kepada masyarakat setempat sehingga dusun yang dibangun disebut "Mulangi" atau Mlangi.

Silsilah

RM Sandeyo adalah putra pertama dari RM Suryaputra yang bergelar sebagai Raja Amangkurat IV dengan RA. Retno Susilowati, putri dari pahlawan nasional Untung Suropati yang saat itu bergelar Adipati Wiranegoro. RM Sandeyo juga merupakan saudara tertua para tokoh kerajaan Mataram antara lain Pangeran Mangkunegara I , Raja Pakubuwana II dan Raja Hamengkubuwana I.

Sejarah

Pada saat terjadi perang saudara antara Pangeran Puger atau Susuhunan Pakubuwana I dengan kakaknya, Sunan Amangkurat II dan dilanjut dengan Amangkurat III atau Amangkurat Mas, maka putera Pangeran Puger yang bernama RM Suryoputro melarikan diri ke Jawa Timur, tepatnya di daerah Gedangan dan menyamar sebagai seorang Santri di Pondok Pesantren Gedangan. Namanya kemudian diubah menjadi M. Ihsan.

M. Ihsan sangat cerdas dan ditunjuk sebagai pimpinan pemuda santri oleh kepala pondok pesantren, yaitu Kyai A. Muhsin. Pada suatu hari, Adipati Wironegoro yang tak lain adalah Untung Suropati berkunjung ke pondok dan beliau melihat M. Ihsan. Sang Adipati merasa mengenal sang pemuda dan meyakin bahwa Ihsan bukanlah santri biasa. Aura kebangsawanan memancar dari wajahnya. Atas perkenan Kyai Muhsin, Adipati memanggil Ihsan dan mengajak ke rumah. Akhirnya diketahui bahwa Ihsan adalah putra pangeran Puger. Ihsan yang sebenarnya adalah RM Suryoputro diminta pulang ke Mataram. Namun sebelumnya dinikahkan dengan puteri Adipati Wironegoro, yaitu RA. Retno Susilowati.

Dari hasil pernikahan lahirlah RM Sandeyo yang dititipkan sejak di pondok bersama ibunya sejak masih dalam kandungan. Sementara RM Suryoputro kembali ke Mataram yang masih bergejolak dan dinobatkan sebagai Raja Amangkurat IV atau lebih dikenal dengan nama Amangkurat Jawa.

RM Sandeyo setelah dewasa atas perintah ayahnya dijemput untuk dibawa ke Mataram. Saat itu sedang berkecamuk perang saudara antara ketiga adik RM Sandeyo dari ibu yang berbeda. Untuk mendamaikan, RM Sandeyo mengajukan adanya perjanjiyan Giyanti yang menyatakan bahwa :

1. Kerajaan Mataram Kartasura dipecah ke dalam dua wilayah, yaitu Prambanan ke arah Timur dipimpin oleh Susuhunan Pakubuwana II dan memiliki ibukota di Surakarta dan area Prambanan ke arah Barat dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwana I), beribukota di Yogyakarta.

2. Sebuah wilayah kecil di daerah Surakarta dibentuk Puro, disebut Puro Mangkunegoro diserahkan kepada RM. Said/Pangeran Sambernyowo.

Setelah situasi tenteram, RM Sandeyo yang terbiasa hidup di luar kraton kembali memutuskan untuk tinggal di luar kraton dan membaur bersama penduduk. Beliau kemudian tinggal di sebuah desa, berganti nama menjadi Kyai Nur Iman kemudian mengamalkan ilmu yang diperoleh di pesantren dan mendirikan sebuah pondok pesantren yang selanjutnya dikenal dengan nama Pondok Mlangi dan tempat tinggalnya pun disebut Mlangi.

Area tempat tinggal Kyai Nur Iman merupakan tanah pemberikan Sultan HB I dan menjadi tanah perdikan yang bebas pajak. Kyai Nur Iman meninggal dan dimakamkan di halaman belakang masjid yang dibangun tahun 1760. Kini masjid dan makam Kyai Nur Iman menjadi tempat ziarah berbagai kalangan dari seluruh pelosok tanah air.

Referensi

Pranala Luar

  • Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi