Kapal perusak
Kapal perusak[1] (bahasa Inggris: destroyer) merupakan kapal perang yang mampu bergerak cepat serta lincah dalam bermanuver. Fungsi kapal perusak adalah memproteksi armada kapal perang yang berukuran lebih besar seperti kapal induk (carrier) atau capital warship kapal tempur (battleship) atau kapal penjelajah (cruiser) dari ancaman serangan peralatan perang yang lebih kecil seperti kapal boat torpedo, kapal selam atau pesawat terbang.
Sebelum Perang Dunia II, kapal perusak merupakan kapal perang ringan yang tidak memiliki ketahanan untuk beroperasi di laut lepas, sehingga harus beroperasi secara berkelompok; selama dan setelah perang; kapal perusak menjadi kapal yang mandiri dan tonasenya serta perannya semakin bertambah, terutama ketika cruiser menjadi sangat berperan pada tahun 1950 and 60-an.
Pada awal abad ke-21, kapal perusak menjadi kapal perang permukaan terberat dengan fungsi yang sangat umum, hanya empat negara (Amerika Serikat, Rusia, Prancis dan Peru) yang mengoperasikan cruiser (kapal yang lebih besar) dan tidak ada lagi negara yang mengoperasikan battleship. Kapal perusak modern memiliki tonase yang hampir sama dengan cruiser masa Perang Dunia II, tetapi secara persenjataan sudah sangat superior bahkan mampu mengangkut misil nuklir yang mampu menghancurkan sebuah kota dalam waktu singkat.
Sejarah
Sejarah perkembangan kapal perusak dimulai dari revolusi industri pada pertengahan abad ke-19 yang telah mengevolusikan kapal layar menjadi kapal bermesin uap. Pada tahun 1897, seorang insinyur muda bernama Charles Parsons membuat AL Inggris tercengang dengan penemuan turbin uapnya. Penemuan ini sangat revolusioner dan bermanfaat sekali untuk meningkatkan kemampuan kapal perang. Di bidang persenjataan, juga terjadi revolusi akibat munculnya torpedo. Seorang Inggris yang berkarya di Italia, Robert Whitehead menemukannya pada tahun 1866.
Kemunculan torpedo telah memunculkan konsep kapal perang baru, yaitu kapal torpedo. Karena sangat lincah dan bentuknya kecil, maka kapal cepat ini menjadi ancaman nyata bagi kapal-kapal perang besar. Kapal tempur (battleship) misalnya, dengan tubuhnya yang besar dan meriam-meriam besarnya, terlalu lamban untuk menghadapi kapal sekecil itu.
Oleh sebab itu untuk melindungi kapal-kapal perang besar dari serangan kapal torpedo, dirancanglah kapal perang lebih kecil yang lincah dengan memiliki beraneka kaliber senjata yang dapat menembak cepat. Maka muncullah si perusak kapal torpedo (torpedo boat destroyer). Lama-lama namanya disederhanakan menjadi destroyer saja atau kapal perusak.
Perkembangan kapal perusak
Evolusi desain kapal perusak terjadi tatkala Perang Dunia I meletus. Pada masa itu muncul ancaman dari kapal selam U-Boat bagi armada kapal perang. Akibatnya mau tak mau kapal perusak harus dilengkapi senjata penangkal kapal selam. Senjata yang dimaksud tak lain berupa bom dalam (depth charges) serta sonar untuk mengetahui posisi kapal selam lawan.
Perubahan kapal perusak kembali terjadi dalam Perang Dunia II. Lagi-lagi disebabkan oleh arsenal baru yang dilibatkan. Kali ini lawan tangguh muncul dari udara, pesawat terbang. Sekali lagi ada tipikal senjata baru berupa kanon antipesawat mesti dijejalkan. Akibat penambahan arsenal, berarti dimensi luas dek maupun bobot kapal bakal melonjak. Efeknya, destroyer menjelma menjadi kapal penjelajah (cruiser).
Perubahan kelas itu tidak menjadi masalah bagi angkatan laut yang berencana membangun kapal perusak baru. Tetapi untuk armada kapal yang sudah operasional tentu menjadi masalah. Solusi singkat didapat dengan mengadopsi meriam fungsi ganda (dual purpose canon). Meriam ini selain bisa digunakan untuk menghantam target permukaan, ia bisa pula dipakai merontokkan pesawat. Ciri khas meriam ini adalah kecepatan tembak (rate of fire) lebih tinggi daripada meriam anti kapal (satu fungsi/single purpose).
Pengawal kapal induk
Pasca Perang Dunia II, kapal perusak merupakan salah satu kapal yang terhindar dari kepunahan. Ini lantaran dengan biaya operasional lebih rendah daripada battleship, ia sudah bisa dipakai menangkal ancaman multidimensi. Permukaan, bawah permukaan, serta atas permukaan, semuanya bisa diatasi kapal perusak.
Berakhirnya perang dunia juga menandai munculnya tren baru dalam strategi pertempuran laut. Untuk menghantam target jarak jauh (over horizon target), meriam-meriam kaliber raksasa battleship sekarang tidak lagi superior. Perannya digantikan oleh pesawat-pesawat tempur yang berbasis di kapal induk. Taktik perang maritim modern model ini sering dinamakan gugus tugas carrier battle group. Kapal perusak sendiri menjadi bagian dalam gugus tugas ini.
Menanggapi terobosan tadi, AS pernah berusaha untuk meracik kapal perusak varian baru, spesialis pengawal kapal induk. Kapal berbobot di atas 3.500 ton yang selesai tahun 1953-54 ini masuk ke dalam kelas Mitscher. Berbeda dengan kapal sejenis sebelumnya, Mitscher hanya mencomot arsenal yang tergolong ringan. Sebut saja di antaranya sepasang meriam otomatis dual purpose kaliber 12,7 mm, sepasang meriam ganda kaliber 75 mm, torpedo, hingga roket antikapal selam, Alfa. Untuk menghalau musuh yang lebih kuat, kapal perusak ini bergantung pada perlindungan pesawat tempur milik kapal induk.
Munculnya rudal permukaan-ke-udara dan rudal permukaan-ke-permukaan, seperti Exocet, pada awal 1960-an mengubah bentuk perang angkatan laut. Kapal perusak berpeluru kendali (DDG di Angkatan Laut AS) dikembangkan untuk membawa senjata ini dan melindungi armada dari ancaman udara, kapal selam, dan permukaan. Contohnya termasuk kelas-Kashin Soviet, kelas-County Inggris, dan kelas-Charles F. Adams AS.
Kapal perusak abad ke-21 cenderung menampilkan fitur-fitur seperti sisi lempengan besar tanpa sudut dan celah yang rumit untuk menjaga penampang radar (radar cross-section) tetap kecil, sistem peluncuran vertikal untuk membawa sejumlah besar rudal dengan kesiapan tinggi untuk menembak dan dek penerbangan helikopter dan hanggar.
Galeri
-
Kapal perusak kelas Kashin milik Uni Soviet
Lihat pula
Referensi
- ^ Nino Oktorino (9 April 2014). Konflik Bersejarah - Runtuhnya Hindia Belanda. Elex Media Komputindo. hlm. 223. ISBN 978-602-02-0804-6. Diakses tanggal 8 July 2018.
Bacaan lanjutan
- Evans, David C. Kaigun: Strategy, Tactics, and Technology in the Imperial Japanese Navy, 1887–1941, Mark R. Peattie. Naval Institute Press, Annapolis, Maryland ISBN 0-87021-192-7
- Gardiner, Robert (Editor). Conway's All the World's Fighting Ships (1860–1905): Naval Institute Press, 1985.
- Gove, Philip Babock (Editor in Chief). Webster's Third New International Dictionary of the English Language Unabridged. (2002) Merriam-Webster Inc., Publishers, Massachusetts, USA.
- Grant, R. Captain. Before Port Arthur in a Destroyer; The Personal Diary of a Japanese Naval Officer. London, John Murray; first and second editions published in 1907.
- Howe, Christopher. Origins of Japanese Trade Supremacy: Development and Technology in Asia from 1540 to the Pacific War, The University of Chicago Press, ISBN 0-226-35485-7
- Jentschura, Hansgeorg. Warships of the Imperial Japanese Navy, 1869–1945. United States Naval Institute, Annapolis, Maryland, 1977. ISBN 0-87021-893-X.
- Lyon, David, The First Destroyers. Chatham Publishing, 1 & 2 Faulkner's Alley, Cowcross St. London, Great Britain; 1996. ISBN 1-55750-271-4.
- Sanders, Michael S. (2001) The Yard: Building a Destroyer at the Bath Iron Works, HarperCollins, ISBN 978-0-06-092963-3
- Simpson, Richard V. Building The Mosquito Fleet, The US Navy's First Torpedo Boats. Arcadia Publishing, (2001); Charleston, South Carolina, USA. ISBN 0-7385-0508-0.
- Preston, Anthony. Destroyers, Bison Books (London) 1977. ISBN 0-600-32955-0
- Van der Vat, Dan. The Atlantic Campaign.
- DD-963 Spruance-class
- Navy Designates Next-Generation Zumwalt Destroyer