Jatirejo, Diwek, Jombang
Jatirejo | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Jawa Timur |
Kabupaten | Jombang |
Kecamatan | Diwek |
Kode pos | 61471 |
Kode Kemendagri | 35.17.08.2006 |
Luas | ... km² |
Jumlah penduduk | ... jiwa |
Kepadatan | ... jiwa/km² |
Jatirejo adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur. Dahulu, desa Jatirejo adalah salah satu kawasan hutan yang banyak ditumbuhi pepohonan Jati. Hingga akhirnya selama kurun waktu beberapa tahun, jadilah sebuah desa yang diberi nama JATIREJO. Istilah Rejo sendiri dalam bahasa Indonesia berarti ramai. Suatu ketika babat alas, tidak semua pohon jati yang ada, bisa ditebang habis. Namun masih banyak tersisa, termasuk pohon jati terbesar yang ada di tengah-tengah desa.
Menurut cerita, tidak ada seorang pun yang mampu menebangnya, bahkan merobohkan pohon tersebut. Disamping itu juga diketahui banyak sekali kejadian yang tidak masuk akal apabila ada yang mencoba mengganggu pohon itu. Seolah, ada kekuatan gaib yang bersemayam pada pohon jati tersebut. Hingga akhirnya, sekitar tahun 1973 pohon jati tersebut bisa ditebang. Itu pun harus melalui berbagai tirakatan dan dialog dengan "danyang" atau penunggu pohon tersebut.
Penebangan pohon itu dipimpin olah KH Mansyur, Pengasuh Pondok Pesantren Pacul Gowang. Setelah melakukan berbagai ritual bersama warga di lokasi pemakaman, akhirnya pohon itu berhasil ditebang. Sebelumnya, telah banyak korban berjatuhan hanya karena berniat menebang pohon jati itu. Namun saat ini pohon jati yang ditebang itu dapat dilihat di masjid pondok Pacul Gowang yang digunakan sebagai pilar atau tiang serta keperluan pembangunan masjid lainnya. Sekarang yang ada hanyalah sisa dari keangkeran pohon jati itu.
Selanjutnya, tepat di sebelah selatan pohon jati itu ada dua makam, salah satu diantaranya seorang tokoh pembabat alas. Tokoh tersebut oleh warga sekitar disebut dengan Mbah Buyut. Namun, mereka tidak mengetahui asal-usul nama tersebut. Sedangkan Kyai Subeki sendiri dimakamkan di desa Dapur Kejambon Jombang hingga sekarang pun makamnya masih terawat dengan baik.
Secara historis, orang yang pertama kali yang membuka desa (babat alas) kala itu adalah Kyai Subeki. Beliau bukan penduduk asli desa Jatirejo. Tapi berasal dari Jawa Tengah, tepatnya kota Solo yang datang bersama teman-temannya sebagai seorang pedagang. Dalam perjalanannya, Kyai Subeki bersama-sama warga pribumi berkeinginan kuat untuk merintis (babat alas) desa tersebut sebagai tempat tinggal dan lahan bercocok tanam.
Pada awalnya, Desa Jatirejo merupakan bagian dari wilayah desa Cukir. Tapi tidak diketahui awal kekuasaan kepala desa yang pertama kali menguasai wilayah tersebut. Pada akhirnya, desa Jatirejo terpisah dari desa Cukir dan membentuk pemerintahan sendiri. Sedangkan dukuhan/dusun seperti Wonosari, Pacul Gowang dan Nanggungan termasuk ke dalam wilayah desa Bandung.
Jadi, sejak pertama kali ditetapkannya desa Jatirejo, maka resmilah Jatirejo menjadi salah satu desa dan terlepas dari bagian desa Cukir. Oleh karena itu, perlu adanya pemimpin untuk mengatur roda pemerintahan desa sehingga diadakan pemilihan kepala desa yang tepat. Kemudian yang menjadi pemimpin ketika itu adalah salah seorang warga yang saat itu menjabat Kepala Dusun (Kamituwo).
Selanjutnya, daerah dukuhan seperti Pacul Gowang, Nanggungan dan Wonosari menjadi satu wilayah dengan desa Jatirejo. Hal ini dikarenakan kesamaaan kultur dan budaya serta persaudaraan antar warga desa Jatirejo dengan dukuhan-dukuhan sangat erat. Oleh karenanya mereka memilih bergabung dengan desa Jatirejo hingga saat ini. Dan rata-rata, kepala desa zaman itu memegang jabatan yang lama selama kurang lebih puluhan tahun, bahkan seumur hidup.
Menurut sejarah desa, kekuasaan kepala desa waktu itu berkisar antara 10-20 tahun, tetapi yang paling banyak 20 tahun. Orang terakhir atau kepala desa yang menjabat selama 20 tahun adalah Bapak As'ad Bedjo.
Lebih jelasnya, dibawah ini rincian/susunan Kepala Desa Jatirejo dari tahun ke tahun :
1. Bapak Torjo (alm) ±20 tahun
2. Bapak Ibrahim (alm) ±20 tahun
3. Bapak Madrangi (alm) ±3 tahun
4. Bapak Tito Rejo (alm) ±20 tahun
5. Bapak Maskun/Sonorejo (alm) 1942-1955
6. Bapak Ma'syum (alm) 1955-1970
7. Bapak As'ad Bedjo (alm) 1971-1990
8. Bapak Slamet Effendi 1990-1988
9. Bapak Sulton BE (alm) 1999-2006
10. Ibu Arifah S.Sos 2007-2013
11. Bapak Samsul Huda 2014 sampai sekarang
Kepala desa Jatirejo yang pertama dijabat oleh Bapak Torjo. Tapi, hingga kepala desa yang keempat, tidak diketahui tahun berapa tepatnya mulai ada desa Jatirejo. Menurut perkiraan desa Jatirejo selama jadi dukuhan hampir berkisar hampir 20 tahun. Untuk menelusuri beberapa tahun lamanya mulai adanya desa Jatirejo dari babat alas sampai sekarang, hampir semua kepala desa atau sesepuh desa yang ada, tidak mengetahui secara pasti.
Tetapi ketika mengamati dari beberapa lamanya jabatan kepala desa dari generasi ke generasi dapat diambil perkiraan bahwa Jatirejo sudah berdiri selama 164 tahun. Jadi tepatnya desa Jatiejo sudah ada sejak tahun 1836 M.
Dan sebagai rasa terima kasih kepada para pelaku sejarah di desa Jatirejo, semua penduduk desa sepakat bahwa nama-nama beliau diabadikan sebagai nama jalan yang ada di desa Jatirejo. Desa Jatirejo terdaftar di kecamatan, termasuk yang terakhir dengan nomor urut 20. Dibandingkan dengan desa-desa lain yang ada di kecamatan Diwek, Jatirejo termasuk desa termuda yang terdaftar di kecamatan.