Lompat ke isi

Kedokteran olahraga

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Versi yang bisa dicetak tidak lagi didukung dan mungkin memiliki kesalahan tampilan. Tolong perbarui markah penjelajah Anda dan gunakan fungsi cetak penjelajah yang baku.
Kedokteran Olahraga
Kedokteran Olahraga berperan dalam perawatan dan pencegahan cedera pada atlet.
Pekerjaan
NamaDokter
Jenis pekerjaan
Spesialis
Sektor kegiatan
Kedokteran
Penggambaran
Kualifikasi pendidikan
Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Profesi Dokter (dr.)

Spesialis Kedokteran Olahraga (Sp.KO)
Bidang pekerjaan
Rumah sakit, Klinik

Kedokteran olahraga (Bahasa Inggris: Sports medicine), adalah cabang kedokteran yang berhubungan dengan kebugaran fisik, dan pengobatan serta pencegahan cedera yang berhubungan dengan olahraga dan latihan fisik.[1] Kedokteran olahraga yang disebut pula dengan istilah kesehatan olahraga, membahas segala masalah kesehatan yang berhubungan dengan olahraga yang meliputi pencegahan, riset, edukasi, evaluasi, perawatan, dan rehabilitasi cedera. Tujuannya adalah untuk memelihara kesehatan khususnya para atlet, serta kesehatan masyarakat di semua usia sebagai pelaku olahraga pada umumnya.[2][3]

Kedokteran olahraga menjadi bagian yang penting dalam aktivitas olahraga terutama olahraga yang dituntut prestasi. Kedokteran olahraga meliputi beberapa bidang, diantaranya adalah pemeliharaan kesehatan atlet, penanganan cedera, pemulihan cedera, doping, terapi, pijat, dan nutrisi.[4] Dokter yang menekuni bidang ini berfokus pada layanan medik yang berkaitan dengan olahraga, yaitu termasuk tindakan pencegahan seperti pengkondisian dan pencegahan cedera, serta perawatan seperti manipulasi osteopatik, rehabilitasi, atau injeksi.[1]

Kedokteran olahraga berkembang menjadi bidang perawatan kesehatan yang berbeda di akhir abad ke-20, meskipun sudah banyak dokter yang bekerja selama bertahun-tahun pada sebagian besar tim olahraga.[1]

International Federation of Sports Medicine (Bahasa Prancis: Fédération Internationale de Médécine du Sport / FIMS) merupakan asosiasi internasional yang berkomitmen dalam promosi dan pengembangan Kedokteran Olahraga di seluruh dunia. FIMS menaungi asosiasi kedokteran olahraga dari 4 kontinen dan 117 asosiasi kedokteran olahraga nasional dari seluruh dunia, yang terdiri dari 125.000 dokter spesialis kedokteran olahraga dari 117 negara.[5]

Sejarah

Salah satu penyebutan istilah kedokteran olahraga yang pertama kali dalam sejarah ditemukan di Asia sekitar 4000 tahun lalu. Catatan menunjukkan bahwa pemanfaatan latihan dan aktivitas fisik untuk meningkatkan kesehatan tubuh adalah praktik yang dikenal di India dan Cina kuno. Literatur Yunani-Romawi menyebutkan secara luas kedokteran olahraga sebagai seni dan ilmu pengetahuan untuk gladiator dan atlet. Tabib Yunani Herodicus dari Megara dikenal sebagai bapak Kedokteran Olahraga. Secara umum, baik bangsa Asia dan Eropa kuno menyadari pentingnya latihan, olahraga, dan aktivitas fisik (secara moderat) bekerja sama dengan nutrisi untuk memberikan kesehatan yang optimal. Sayangnya, prinsip kedokteran olahraga tidak diperbincangkan atau dipraktikan didalam budaya populer dan masyarakat selama abad pertengahan. Kebangkitan kedokteran olahraga modern di mulai pada tahun 1896 bertepatan dengan diadakannya Olimpiade modern yang pertama. Jerman adalah pemimpin awal di bidang kedokteran olahraga modern. Istilah "kedokteran olahraga" yang pertama kali disebut salah satunya terdapat di literatur Jerman. Konferensi kedokteran olahraga diadakan pada tahun 1912 di Jerman. Setelah kekalahannya di Perang Dunia I, Jerman membangkitkan kebanggaan nasional dan harga dirinya dengan meningkatkan performa atlet-atletnya menggunakan teknik ilmiah yang terbaru. Negara Eropa lainnya juga memulai meresmikan kedokteran olahraga sebagai bidang kedokteran yang berbeda. Pada Olimpiade Musim Dingin 1928 di St. Moritz, Association International Medico-Sportive (AIMS, namanya sekarang FIMS) didirikan untuk menyediakan perawatan medik kepada atlet-atlet Olimpiade. Pada tahun berikutnya, hampir 300 dokter bertemu di Olimpiade Musim Panas 1928 di Amsterdam secara resmi untuk mendiskusikan kedokteran olahraga sebagai suatu bidang baru. Akan tetapi, dimulainya Perang Dunia II kembali meredam olahraga secara umum dan menurunkan minat di kedokteran olahraga. Setelah perang berakhir, tensi yang terjadi antara negara blok Barat dan blok Timur menimbulkan Perang Dingin, dimana kedua blok berkompetisi untuk menunjukkan keunggulan ilmu pengetahuan bangsanya yang diukur melalui kemenangan terhadap blok lainnya di ajang-ajang olahraga internasional. Negara blok Timur menggunakan kemajuan pengetahuan kedokteran olahraganya dengan tidak etis dan ilegal, misalnya negara berkolusi untuk menutupi penggunaan doping ilegal pada atletnya untuk memperoleh kemenangan di beberapa edisi Olimpiade. Beberapa atlet negara blok Barat juga ditemukan secara tidak etis mendapat manfaat dari teknik kedokteran olahraga tersebut. Sejak tahun 1950-an, mulai bermunculan organisasi-organisasi kedokteran olahraga. Organisasi nasional dan regional yang didirikan, termasuk British Association of Sport and Exersice Medicine pada tahun 1952, dan beberapa asosiasi di negara-negara Skandinavia. The American College of Sports Medicine didirikan pada tahun 1954. Dengan masuknya uang ke dalam olahraga melambungkan kedokteran olahraga menjadi pusat perhatian di abad ke-21 dan menjadikannya bisnis yang besar.[6]

Ruang lingkup

Kedokteran olahraga mencakup bidang kesehatan yang luas, meliputi profesi sarjana/ahli/ilmuwan olahraga, kedokteran, guru pendidikan jasmani dan olahraga, pelatih olahraga kesehatan dan pelatih olahraga prestasi, dokter, ahli ilmu fisiologi, ahli gizi, ahli rehabilitasi medik, ahli kinesiologi-biomekanika, ahli anatomi-antropometri, ahli ortopedi dan ahli/terapis pijat (masseur).[2]

Kedokteran olahraga merupakan bidang yang mengalami perubahan dengan cepat. Kemajuan teknologi memiliki dampak terhadap perawatan dan rehabilitasi pasien. Perubahan pada peralatan, teknik, peraturan, dan pelatihan yang memungkinkan atlet untuk tampil lebih baik membuat praktisi kesulitan, bahkan yang berpengalaman dalam kedokteran olahraga, untuk tetap mutakhir.[7]

Saat ini, layanan kedokteran olahraga telah berevolusi dari perspektif medis yang sempit yaitu memberikan pengobatan untuk atlet, menuju ke pendekatan ilmiah yang lebih holistik yang mempertimbangkan perawatan lengkap seorang individu, sehingga tidak hanya ditujukan untuk atlet kompetitif tetapi juga individu yang ingin menjadi aktif atau memulai program olahraga, baik yang amatir ataupun profesional. Jenis pelayanan utama dari kedokteran olahraga adalah pemberian resep latihan aktivitas fisik yang aman dan efektif bagi pasien.[8]

Dokter spesialis kedokteran olahraga memainkan peran penting dalam penyebaran rekomendasi berolahraga ke masyarakat luas. Ini adalah peran dokter untuk proaktif dalam konseling pasien untuk pencegahan dan pengobatan misalnya gaya hidup yang kurang aktif dan penyakit penyertanya. Spesialis kedokteran olahraga seharusnya memiliki peran kunci dalam promosi, integrasi, dan memfasilitasi olahraga sebagai obat dalam sistem perawatan kesehatan. Seorang dokter spesialis kedokteran olahraga juga dapat berperan sebagai konsultan tetap atau lepas pada kegiatan olahraga di tempat kerja.[9][10]

Suatu bidang kedokteran olahraga, untuk yang cacat mental dan yang cacat fisik, sering kali terlewatkan di dalam pembahasan umum kedokteran olahraga. Perbedaan fisiologis dan komponen neuromuskuloskeletal dari disabilitas menghadirkan area tambahan manajemen medis untuk dokter spesialis kedokteran olahraga.[7] Prosedur perawatan untuk jenis cedera tertentu harus tetap sama ketika menangani atlet dengan kekurangan sensorik atau kekurangan fisik. Akan tetapi, komunikasi kepada atlet dengan disabilitas perihal manajemen cedera dan perawatan lanjutan memang memerlukan pertimbangan khusus terkait dengan disabilitas individu tersebut.[11]

Spesialisasi

Kedokteran olahraga diakui sebagai bidang spesialisasi kedokteran yang tersendiri di 21 negara, diantaranya seperti di Brazil, Kuba, Meksiko, Italia, Jerman, Spanyol, dan Uruguay. Dan terdapat 15 negara yang mengakui kedokteran olahraga sebagai bidang subspesialis, dengan total 20.000 dokter spesialis. Sedangkan di sejumlah negara seperti Kanada, Amerika Serikat, dan Swiss, kedokteran olahraga tidak diakui sebagai sebuah spesialisasi, sehingga pelatihannya tersedia melalui program fellowship untuk dokter yang telah menyelesaikan spesialis kedokteran utamanya (misalnya, spesialis bedah ortopedi, spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi, spesialis penyakit dalam, spesialis kegawatdaruratan, dan spesialis kedokteran keluarga). Di negara yang memiliki subspesialis kedokteran olahraga, sebagian besar dokter akan mempelajari dulu spesialis dasar selama 5-7 tahun dan kemudian dapat menambahkan subspesialis kedokteran olahraga dengan mengikuti pelatihan/pendidikan dasar selama 3-12 bulan. Dokter di negara tersebut setelah menyelesaikan sekolah kedokteran, pelatihan residensi spesialis (seperti bedah ortopedi, kedokteran keluarga, penyakit dalam, dan sebagainya), kemudian melanjutkan pelatihan tambahan di bidang Kedokteran Olahraga dan Latihan. Di negara lainnya yang tidak terdapat program residensi maupun fellowship, seorang dokter memperoleh pelatihan profesional dan pengetahuan serta keahlian di bidang kedokteran olahraga dengan cara berpartisipasi di kursus, menghadiri seminar-seminar, dan bekerja pada seorang yang aktif berolahraga dan atlet yang berkompetisi.[12][13] Oleh karena kompleksitas lisensi untuk praktik kedokteran, yang berbeda antara negara satu dengan yang lainnya, dan antara negara bagian satu dan lainnya di dalam suatu negara, ada beberapa upaya untuk mendirikan program gelar internasional baik untuk pendidikan dokter sarjana dan pascasarjana.[14]

Di Indonesia, spesialis Kedokteran Olahraga (Sp.KO) dapat diperoleh setelah mengikuti pendidikan profesi selama 7 semester atau minimal 3,5 tahun. Dokter Sp.KO dinaungi oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (PDSKO).[15]

Persyaratan pendidikan dasar untuk mengikuti pelatihan spesialis kedokteran olahraga selama 4 tahun yang direkomendasikan di Uni Eropa ialah:[16]

Dokter spesialis Kedokteran Olahraga memiliki fokus utama pada diagnosa dan penanganan cedera, yang terjadi ketika berolahraga atau latihan fisik.[1]

Tuntutan atlet untuk rehabilitasi dan cepat kembali berolahraga menyebabkan dokter spesialis kedokteran olahraga dan fisioterapis untuk mengembangkan dan menyempurnakan teknik diagnosa dan pembedahan dan membuat metode rehabilitasi yang lebih cepat dan aman. Hal ini menyebabkan disiplin seperti Traumatologi Olahraga dan Kedokteran Olahraga Ortopedi berperan dalam menghasilkan pengetahuan dan pengalaman baru, untuk kepentingan ortopedi secara umum.[13]

Penyedia layanan kedokteran olahraga

Kedokteran olahraga dipraktikan di banyak lokasi, dari universitas, rumah sakit, sampai di tempat olahraga itu sendiri. Universitas merupakan tempat biasanya dilakukan penelitian dan sering berafiliasi dengan klinik dan rumah sakit kedokteran olahraga.[14] Layanan dan klinik kedokteran olahraga di beberapa negara merupakan suatu bagian yang terintegrasi di dalam departemen akademik sekolah kedokteran atau di pusat kesehatan akademik. Di sejumlah negara lainnya, layanan tersebut adalah bagian integral dari fakultas ilmu keolahragaan atau pendidikan fisik di universitas. Pada jenis yang ketiga, di sejumlah negara, layanan kedokteran olahraga atau klinik merupakan bagian dari Institut Olahraga Nasional atau Kementerian Olahraga. Namun, ada pula sebagian besar praktisi yang menyediakan layanannya sebagai dokter privat.[12]

Rumah sakit

Sejumlah rumah sakit memberikan pelayanan kedokteran olahraga bagi masyarakat umum melalui unit layanan klinik olahraga (sport clinic). Klinik olahraga tidak hanya melayani penanganan dan perawat cedera, serta rehabilitasi untuk pemulihan, tapi juga menyediakan layanan pencegahan penyakit atau cedera. Layanan yang diberikan dapat pula berupa tindakan operasi. Layanan preventif diberikan oleh tim dokter lewat konsultasi seputar kebugaran dan kesehatan fisik. Pasien dapat berkonsultasi dan meminta rekomendasi untuk meningkatkan performa, atau mengikuti program latihan yang berkaitan dengan penyakit penyerta.[17]

Layanan kedokteran olahraga yang diberikan di rumah sakit tidak terbatas oleh dokter spesialis kedokteran olahraga saja, tetapi juga oleh berbagai macam spesialis yang memiliki pengalaman, minat, dan kompetensi tambahan di bidang kedokteran olahraga, seperti kardiologi olahraga, kedokteran fisik dan rehabilitasi, fisioterapi, ahli gizi, dan pelatih fisik. Seluruh disiplin ilmu tersebut kemudian bekerja sama sebagai sebuah tim untuk memberikan perawatan dengan pendekatan interdisiplin sehingga tercapai layanan yang optimal.[8]

Klinik

Klinik kedokteran olahraga menyediakan sejumlah layanan seperti penanganan cedera olahraga, manajemen nyeri, pengaturan berat badan, program peningkatan kebugaran fisik sebagai penunjang kesembuhan pada penderita diabetes, hipertensi, permasalahan jantung, osteoporosis, osteoartritis, dislipidemia dan obesitas. Pelayanan dilakukan sesuai kaidah medis yang ilmiah berupa tindakan medis, farmakologis, terapi modalitas, terapi manual, dan terapi latihan dibawah pengawasan dokter spesialis kedokteran olahraga dan terapis olahraga yang terlatih [18]

Tim kedokteran olahraga

Penanganan cedera oleh tim kedokteran olahraga di lapangan

Pelayanan kedokteran olahraga terbaik diberikan dengan mengikuti pendekatan secara tim. Karena perawatan atlet adalah usaha bersama tim, dimana setiap anggota tim kedokteran olahraga saling mendukung satu sama lain untuk kepentingan atlet dan timnya.[19] Tim kedokteran olahraga memulai perannya jauh sebelum atlet memasuki pusat pelatihan atlet. Calon atlet dapat berkonsultasi dengan dokter spesialis untuk mendapatkan penilaian dan pertimbangan bahkan sebelum mereka menjadi atlet profesional. Ketika berada di pusat pelatihan, dokter spesialis kedokteran olahraga perlu bekerja sama dengan tim beserta jajaran dibawahnya supaya atlet dapat memperoleh prestasi yang berkesinambungan. Anggota tim tersebut dapat terdiri dari pelatih fisik, pelatih teknis, ahli fisioterapi, ahli gizi, psikolog, dan dokter ortopedi. Serta jika diperlukan dapat berkonsultasi dengan dokter dari luar, seperti dokter radiologi, dokter kandungan, dokter penyakit dalam, serta ahli akupuntur. Tim kedokteran olahraga juga berperan untuk memberikan edukasi kepada atlet, pelatih hingga pengurus di pusat pelatihan mengenai penanganan cedera pada atlet dan kemungkinan terpengaruhnya performa atlet jika diambil keputusan akhir untuk melakukan tindakan operasi.[20]

Anggota utama dalam tim kedokteran olahraga adalah dokter, atlet, pelatih, dan pelatih atletik. Sedangkan anggota lainnya termasuk keluarga dan teman atlet, rekan satu tim, konsultan klinik (misalnya dokter gigi, podiatri, spesialis ortopedi, ahli gizi, dan psikolog), pegawai administrasi dan yang lainnya.[21]

Dokter

Dokter pada umumnya berperan sebagai pemimpin tim dan memberikan putusan akhir perihal kelayakan altet untuk berpartisipasi dalam aktivitas atletik. Dia juga mengawasi semua aspek program kedokteran olahraga, termasuk pengkondisian untuk mencegah cedera, protokol perawatan darurat pada cedera, penyakit, serta pengobatan dan rehabilitasinya. Dokter dalam tim memiliki latar belakang yang beragam di berbagai negara, ada yang spesialis kedokteran keluarga, spesialis anak, spesialis ortopedi, dan sebagainya. Tetapi sebagian besar lebih cenderung memilih dokter spesialis olahraga sebagai dokter perawatan primer bagi atlet. Mereka bertanggung jawab juga untuk merekrut spesialis medik dan profesional kesehatan lainnya yang dapat membantu tim kedokteran olahraga. Pada umumnya, dokter tim akan menentukan kebutuhan konsultasi kepada spesialis tertentu.[14][22]

Kualifikasi

Pernyataan konsensus kolaboratif oleh enam organisasi medis di Amerika Serikat mengusulkan kualifikasi untuk menjadi dokter di dalam tim kesehatan adalah sebagai berikut:[23]

  • menyediakan perawatan medis terbaik untuk atlet pada semua tingkat partisipasi;
  • memiliki gelar dokter medis atau osteopatik dengan lisensi tidak terbatas untuk praktik kedokteran;
  • memiliki pengetahuan mendasar perawatan kegawatdaruratan di lapangan;
  • terlatih melakukan resusitasi jantung paru (CPR) dan penggunaan defibrilator eksternal otomatis;
  • memiliki pengetahuan tentang trauma, cedera muskuloskeletal, permasalahan psikologis, dan kondisi medis pada atlet;
  • memahami dan membantu dalam pengembangan dan praktik kesiapsiagaan sampingan untuk mempromosikan kesehatan dan keselamatan atlet.

Tugas

Tugas dari dokter di dalam tim yaitu, koordinasi penyaringan pra-partisipasi, manajemen cedera di lapangan, manajemen medik cedera dan penyakit, koordinasi rehabilitasi dan pengembalian ke partisipasi, koordinasi perawatan medis, edukasi, serta dokumentasi dan pencatatan.[24] Peran penting dokter tim olahraga adalah evaluasi kesehatan berkala, yaitu evaluasi sistematik status kesehatan atlet, menemukan perawatan kesehatan terbaik, serta menemukan peluang-peluang untuk mengoptimalkan performa atlet.[9]

Pelatih atletik

Pelatih atletik bertanggung jawab dalam manajemen resiko dan pencegahan cedera, mengenali, mengevaluasi dan memberikan perawatan pertama pada cedera, pengobatan dan disposisi, serta rehabilitasi. Pelatih atletik juga berfungsi sebagai administrator yang mengkoordinasikan komunikasi antara tiap anggota tim kedokteran olahraga.[22]

Pelatih

Pelatih memiliki peran untuk mengajari atlet tentang teknik atletik, strategi, dan pencegahan cedera. Seorang pelatih harus mengetahui peraturan dan regulasi dengan baik untuk memastikan bahwa teknik yang diajarkan mematuhi aturan, dan harus memastikan bahwa peralatan tidak diubah, dan peserta tidak terkena bahaya fisik.[22]

Atlet

Atlet memiliki peran untuk mendengarkan, belajar, dan bekerja sama dengan tim kedokteran olahraga. Hubungan yang baik antara atlet dengan pelatih atletik akan memudahkan tim kedokteran olahraga untuk memberikan perawatan kesehatan yang terbaik bagi atlet tersebut.[22]

Direktur atlet

Direktur atau pengurus atlet bertanggung jawab untuk memiliki personil yang sesuai, peralatan, perlengkapan, serta kebijakan dan prosedur prosedur yang berlaku untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi peserta program.[22]

Cedera olahraga umum

Pergelangan kaki yang mengalami keseleo dan disertai memar

Cedera olahraga adalah cedera yang diakibatkan oleh aktivitas olahraga yang mengenai sistem integumen dan muskuloskeletal (otot dan tulang). Cedera olahraga dapat terjadi pada hampir semua bagian tubuh, namun umumnya melibatkan otot, tulang, dan jaringan. Cedera olahraga umumnya ditimbulkan akibat kecelakaan, teknik pelatihan yang buruk, peralatan yang tidak memadai, fisik yang kurang bugar, pemanasan dan peregangan yang tidak memadai, dan terlalu sering menggunakan bagian tubuh tertentu di saat berolahraga. Cedera olahraga yang dialami seorang atlet bukan hanya akan memengaruhi performa atlet di lapangan, namun juga akan memengaruhi prestasi, bahkan hilangnya kesempatan untuk mengikuti kompetisi. Cedera olahraga memerlukan penanganan yang serius, tepat, dan tuntas karena cedera dapat terjadi berulang kali, menimbulkan kecacatan atau bahkan kematian.[25]

Jenis-jenis cedera olahraga yang sering terjadi ialah:[25]

  • Blister (melepuh)
  • Abrasi: luka lecet atau tergores ringan
  • Memar
  • Luka tusukan
  • Laserasi: luka robek
  • Keseleo atau terkilir: cedera pada persendian yang ditandai dengan adanya robekan pada ligamen. Keseleo adalah cedera olahraga yang paling sering terjadi, mewakili sekitar sepertiga dari semua cedera olahraga, dan dapat terjadi pada semua cabang olahraga. Keseleo dapat sembuh dengan istirahat dan pemberian obat-obat anti-inflamasi.
  • Dislokasi
  • Benturan kepala
  • Tendinopati
  • Bursitis
  • Plantar
  • Stress fraktur, dan lain sebagainya.

Referensi

  1. ^ a b c d Dogra, Aruna (2021-05-17). Sports Medicine (dalam bahasa Inggris). New Delhi: Friends Publications (India). hlm. 1. ISBN 978-93-90649-69-3. 
  2. ^ a b Giriwijoyo, Y.S. Santosa; Ray, Hamidie Ronald Daniel; Sidik, Dikdik Zafar (2020-03-01). Kesehatan, Olahraga, dan Kinerja. Jakarta: Bumi Medika. hlm. 1. ISBN 978-602-6711-10-6. 
  3. ^ Clover, Jim (2015-02-27). Sports Medicine Essentials: Core Concepts in Athletic Training & Fitness Instruction (dalam bahasa Inggris). Cengage Learning. hlm. 2. ISBN 978-1-305-44510-9. 
  4. ^ Hanafi, Moh.; Prastyana, Brahmana Rangga; Utomo, Gatot Marsigal (2020-01-01). METODOLOGI KEPELATIHAN OLAHRAGA TAHAPAN & PENYUSUNAN PROGRAM LATIHAN. Surabaya: Jakad Media Publishing. hlm. 67. ISBN 978-623-7681-25-0. 
  5. ^ International Federation of Sports Medicine. "About | FIMS - International Federation of Sports Medicine". www.fims.org. Diakses tanggal 2022-02-10. 
  6. ^ Nauright, John; Parrish, Charles (2012). Sports Around the World: History, Culture, and Practice (dalam bahasa Inggris). ABC-CLIO. hlm. 59–62. ISBN 978-1-59884-300-2. 
  7. ^ a b McKeag, Douglas; Moeller, James L. (2007). ACSM's Primary Care Sports Medicine (dalam bahasa Inggris). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 3, 293. ISBN 978-0-7817-7028-6. 
  8. ^ a b Paramita, Bunga Listia; Ayuningtyas, Dumilah (2021-02-12). "Scoping review: Konsep layanan kedokteran olahraga di rumah sakit". Jurnal Keolahragaan. 9 (1): 59–75. doi:10.21831/jk.v9i1.33244. ISSN 2461-0259. 
  9. ^ a b Honório, Samuel; Batista, Marco; Serrano, João; Silva, Maria-Raquel (2020-09-09). Sports, Health and Exercise Medicine (dalam bahasa Inggris). BoD – Books on Demand. hlm. 24, 26. ISBN 978-1-83880-399-5. 
  10. ^ Kurniawidjadja, Meily; Martomulyono, Suharnyoto; Susilowati, Indri Hapsari (2021-10-06). Teori dan Aplikasi Promosi Kesehatan di Tempat Kerja Meningkatkan Produktivitas. Depok: Universitas Indonesia Publishing. ISBN 978-979-456-924-5. 
  11. ^ DePauw, Karen P.; Gavron, Susan J. (2005). Disability Sport (dalam bahasa Inggris). Champaign, IL: Human Kinetics. hlm. 185. ISBN 978-0-7360-4638-1. 
  12. ^ a b Frontera, Walter R. (2007-01-01). Clinical Sports Medicine: Medical Management and Rehabilitation (dalam bahasa Inggris). Elsevier Health Sciences. hlm. 3, 4, 5, 6. ISBN 978-1-4160-2443-9. 
  13. ^ a b Peterson, Lars; Renstrom, Per A. F. H. (2016-11-25). Sports Injuries: Prevention, Treatment and Rehabilitation, Fourth Edition (dalam bahasa Inggris). CRC Press. hlm. 8, 10. ISBN 978-1-84184-978-2. 
  14. ^ a b c Borms, Jan (2008). Directory of Sport Science: A Journey Through Time : the Changing Face of ICSSPE (dalam bahasa Inggris). Human Kinetics. hlm. 320, 345. ISBN 978-0-7360-8736-0. 
  15. ^ Konsili Kedokteran Indonesia (2020). "Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No.88 Tahun 2020 tentang Standar Pendidikan Profesi Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga" (PDF). kki.go.id. 
  16. ^ European Union of Medical Specialists. "Training Requirements for the Specialty of Sports Medicine" (PDF). UEMS. 
  17. ^ "Sport Clinic: Cakupan Pelayanan Klinik Olahraga". Primaya Hospital. 2021-06-17. Diakses tanggal 2022-02-13. 
  18. ^ Jogja Sport Clinic. "SERVICES | Excellence In Wellness Care". Jogja Sport Clinic. Diakses tanggal 2022-02-13. 
  19. ^ Madden, Christopher; Putukian, Margot; McCarty, Eric; Young, Craig (2017-02-15). Netter's Sports Medicine E-Book (dalam bahasa Inggris). Elsevier Health Sciences. hlm. 3. ISBN 978-0-323-44257-2. 
  20. ^ Tantomi, Iwan (12 November 2020). "Melihat Lebih Jauh Peran Dokter bagi para Atlet Indonesia Berprestasi". Merdeka.com. Diakses tanggal 10 Februari 2022. 
  21. ^ Birrer, Richard B.; Griesemer, Bernard; Cataletto, Mary B. (2002). Pediatric Sports Medicine for Primary Care (dalam bahasa Inggris). Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 3. ISBN 978-0-7817-3159-1. 
  22. ^ a b c d e Schenck, Robert C. (1999). Athletic training and sports medicine. American Academy of Orthopaedic Surgeons (edisi ke-3rd ed). Rosemont, IL: American Academy of Orthopaedic Surgeons. hlm. 6–14. ISBN 0-89203-172-7. OCLC 41018367. 
  23. ^ Harrast, Mark A.; Finnoff, Jonathan T. (2021-10-25). Sports Medicine: Study Guide and Review for Boards, Third Edition (dalam bahasa Inggris). Springer Publishing Company. hlm. 4. ISBN 978-0-8261-8239-5. 
  24. ^ O'Connor, Francis G. (2012-09-10). ACSM's Sports Medicine: A Comprehensive Review (dalam bahasa Inggris). Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 10, 11. ISBN 978-1-4511-0425-7. 
  25. ^ a b Yusni (2019-03-07). Cedera Olahraga. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press. hlm. 17–20, 88. ISBN 978-623-7086-22-2. 

Pranala luar

Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No.88 Tahun 2020 tentang Standar Pendidikan Profesi Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga

Fédération Internationale de Médécine du Sport