Lompat ke isi

Kembang Mertha, Dumoga Timur, Bolaang Mongondow

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Versi yang bisa dicetak tidak lagi didukung dan mungkin memiliki kesalahan tampilan. Tolong perbarui markah penjelajah Anda dan gunakan fungsi cetak penjelajah yang baku.
Kembang Mertha
Negara Indonesia
ProvinsiSulawesi Utara
KabupatenBolaang Mongondow
KecamatanDumoga Timur
Kode pos
95772
Kode Kemendagri71.01.10.2005 Edit nilai pada Wikidata
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²
Peta
PetaKoordinat: 0°34′49.44″N 124°7′49.91″E / 0.5804000°N 124.1305306°E / 0.5804000; 124.1305306


Kembang Mertha adalah sebuah desa dalam wilayah Kecamatan Dumoga Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia.

Sejarah

Pada tahun 1964, Gunung Agung di Provinsi Bali meletus. Sehingga penduduk di sekitarnya ditransmigrasi ke Desa Kembang Mertha. Mayoritas penduduk berasal dari suku Bali yang beragama Hindu.

Perekonomian

Mata pencaharian penduduk adalah pada bidang pertanian. Pertanian di desa Kembang mertha berkembang pesat sejak adanya pembangunan irigasi tahun 1978. namun sejak tahun 1990 ada perubahan sosial dan politik dibidang pengairan, membuat banyak lahan pertanian yang tidak tersentuh dengan air irigasi, karena bendungan Kosingolan yang diresmikan oleh Bapak Presiden Soeharto mengalami kekeringan dikarenakan adanya musim kemarau dan disamping itu juga Bendungan Kosinggolan tidak ada sumber airnya sehingga tidak mampu lagi untuk mengairinya, sehingga hal ini banyak menyebabkan tanah-tanah pertanian di desa tersebut yang sebelumnya subur, akhirnya telantar untuk beberapa tahun. Sikap dan tekad masyarakat Desa tersebut yang kuat telah terbentuk sejak awal masuk sebagai warga transmigrasi, membuat mereka mengambil upaya-upaya inovatif dan tidak pernah mengenal menyerah. Salah satu upaya yang dilakukan untuk tetap bisa bekerja dan mempertahankan hidup adalah, dengan membendung aliran air sungai yang semula sebagai daerah resapan/buangan, dikelola dengan menggunakan bantuan mesin pompa dimana air tersebut di sedot untuk dialirkan ke sawah sawah mereka. Di saat musim hujan cara ini cukup meringankan biaya pertanian masyarakat, tetapi pada saat musim panas, di samping sediaan air terbatas, juga biaya BBM yang dibutuhkan menjadi membengkak karena diperlukan waktu 3-4 hari untuk bisa mengairi sawah seluas 1 hektare, apalagi lokasinya jauh dari sumber mata air. Di samping cara di atas, di desa kembang mertha juga sudah banyak sumur-sumur BOR dibuat untuk membantu proses pengadaan air pertanian.

Referensi

Pranala luar