Lompat ke isi

Parmenides

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Versi yang bisa dicetak tidak lagi didukung dan mungkin memiliki kesalahan tampilan. Tolong perbarui markah penjelajah Anda dan gunakan fungsi cetak penjelajah yang baku.

Parmenides (Παρμενίδης)
Lahir540 SM
Elea
Meninggal470 SM
EraFilsafat Pra-Sokratik
KawasanFilsafat Barat
AliranMazhab Elea
Minat utama
Metafisika, Ontologi
Gagasan penting
Tentang "yang ada"

Parmenides adalah seorang filsuf dari Mazhab Elea.[1][2] Arti nama Parmenides adalah "Terus Stabil", atau "Penampilan yang stabil". Di dalam Mazhab Elea, Parmenides merupakan tokoh yang paling terkenal.[3] Pemikiran filsafatnya bertentangan dengan Herakleitos sebab ia berpendapat bahwa segala sesuatu "yang ada" tidak berubah.[1][4]

Parmenides menuliskan filsafatnya dalam bentuk puisi.[2][3][5] Ada ratusan baris puisi Parmenides yang masih tersimpan hingga kini.[3] Puisi Parmenides terdiri dari prakata dan dua bagian.[2][5] Dua bagian tersebut masing-masing berjudul "Jalan Kebenaran" dan "Jalan Pendapat".[2][5] Bagian prakata dan "Jalan Kebenaran" tersimpan secara lengkap, yakni 111 ayat.[2][5] Bagian kedua, "Jalan Pengetahuan", hanya tersimpan sebanyak 42 ayat.[2][5]

Riwayat Hidup

Parmenides lahir pada tahun 540 SM dan meninggal pada tahun 470 SM.[1][4][5] Ia berasal dari kota Elea, Italia Selatan.[1][2][5] Ia berasal dari keluarga yang kaya dan terhormat di Elea.[4] Parmenides juga menyusun suatu konstitusi untuk Elea.[2][4][5]

Ia merupakan murid dari Xenophanes, namun tidak mengikuti pandangan-pandangan gurunya.[4][5] Pengaruh Xenophanes terhadap Parmenides hanyalah di dalam penggunaan puisi di dalam menyampaikan filsafatnya.[4] Selain itu, ia juga amat dipengaruhi oleh Ameinias, seorang dari mazhab Pythagorean.[4][5]

Menurut kesaksian Plato, Parmenides pernah mengunjungi Sokrates di Athena bersama Zeno, muridnya.[2] Pada waktu itu, Sokrates masih muda sedangkan Parmenides telah berusia 65 tahun.[2]

Pemikiran tentang "Yang Ada"

Parmenides

Inti utama dari "Jalan Kebenaran" adalah keyakinan bahwa "hanya 'yang ada' itu ada".[1][2] Parmenides tidak mendefinisikan apa yang dimaksud "yang ada", namun menyebutkan sifat-sifatnya.[1] Menurut Parmenides, "yang ada" itu bersifat meliputi segala sesuatu, tidak berpidandah tempat, tidak berubah, dan tidak terhancurkan.[1] Selain itu, "yang ada" itu juga tidak tergoyahkan dan tidak dapat disangkal.[1]

Menurut Parmenides, "yang ada" adalah kebenaran yang tidak mungkin disangkal.[2] Bila ada yang menyangkalnya, maka ia akan jatuh pada kontradiksi.[2] Hal itu dapat dijelaskan melalui pengandaian yang diberikan oleh Parmenides.[2] Pertama, orang dapat mengatakan bahwa "yang ada" itu tidak ada.[2] Kedua, orang dapat mengatakan bahwa "yang ada" dan "yang tidak ada" itu bersama-sama ada.[2] Kedua pengandaian ini mustahil.[2] Pengandaian pertama mustahil, sebab "yang tidak ada" tidak dapat dipikirkan dan tidak dapat dibicarakan.[2] "Yang tidak ada" tidak dapat dipikirkan dan dibicarakan.[2] Pengandaian kedua merupakan pandangan dari Herakleitos.[2] Pengandaian ini juga mustahil, sebab pengandaian kedua menerima pengandaian pertama, bahwa "yang tidak ada" itu ada, padahal pengandaian pertama terbukti mustahil.[2] Dengan demikian, kesimpulannya adalah "Yang tidak ada" itu tidak ada, sehingga hanya "yang ada" yang dapat dikatakan ada.[2]

Untuk lebih memahami pemikiran Parmenides, dapat digunakan contoh berikut ini.[1] Misalnya saja, seseorang menyatakan "Tuhan itu tidak ada!"[1] Di sini, Tuhan yang eksistensinya ditolak orang itu sebenarnya ada, maksudnya harus diterima sebagai dia "yang ada".[1] Hal ini disebabkan bila orang itu mengatakan "Tuhan itu tidak ada", maka orang itu sudah terlebih dulu memikirkan suatu konsep tentang Tuhan.[1] Barulah setelah itu, konsep Tuhan yang dipikirkan orang itu disanggah olehnya sendiri dengan menyatakan "Tuhan itu tidak ada".[1] Dengan demikian, Tuhan sebagai yang dipikirkan oleh orang itu "ada" walaupun hanya di dalam pikirannya sendiri.[1] Sedangkan penolakan terhadap sesuatu, pastilah mengandaikan bahwa sesuatu itu "ada" sehingga "yang tidak ada" itu tidaklah mungkin.[1] Oleh karena "yang ada" itu selalu dapat dikatakan dan dipikirkan, sebenarnya Parmenides menyamakan antara "yang ada" dengan pemikiran atau akal budi.[1]

Setelah berargumentasi mengenai "yang ada" sebagai kebenaran, Parmenides juga menyatakan konsekuensi-konsekuensinya:

  • Pertama-tama, "yang ada" adalah satu dan tak terbagi, sedangkan pluralitas tidak mungkin.[2][3] Hal ini dikarenakan tidak ada sesuatu pun yang dapat memisahkan "yang ada".[2]
  • Kedua, "yang ada" tidak dijadikan dan tidak dapat dimusnahkan.[2][3] Dengan kata lain, "yang ada" bersifat kekal dan tak terubahkan.[2] Hal itu merupakan konsekuensi logis, sebab bila "yang ada" dapat berubah, maka "yang ada" dapat menjadi tidak ada atau "yang tidak ada" dapat menjadi ada.[2]
  • Ketiga, harus dikatakan pula bahwa "yang ada" itu sempurna, seperti sebuah bola yang jaraknya dari pusat ke permukaan semuanya sama.[2][3] Menurut Parmenides, "yang ada" itu bulat sehingga mengisi semua tempat.[2]
  • Keempat, karena "yang ada" mengisi semua tempat, maka disimpulkan bahwa tidak ada ruang kosong.[2][3] Jika ada ruang kosong, artinya menerima bahwa di luar "yang ada" masih ada sesuatu yang lain.[2] Konsekuensi lainnya adalah gerak menjadi tidak mungkin sebab bila benda bergerak, sebab bila benda bergerak artinya benda menduduki tempat yang tadinya kosong.[2]

Pengaruh

Pemikiran Parmenides membuka babak baru dalam sejarah filsafat Yunani.[2] Dapat dikatakan bahwa dialah penemu metafisika, cabang filsafat yang menyelidiki "yang ada".[2] Filsafat pada masa selanjutnya akan bergumul dengan masalah-masalah yang dikemukakan Parmenides, yakni bagaimana pemikiran atau rasio dicocokkan dengan data-data inderawi.[2] Plato dan Aristoteles adalah filsuf-filsuf yang memberikan pemecahan untuk masalah-masalah tersebut.[2]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 25-27.
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 46-50.
  3. ^ a b c d e f g (Inggris)Ted Honderich (ed.). 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford, New York: Oxford University Press. P. 645-646.
  4. ^ a b c d e f g (Inggris)Edward Zeller. 1957. Outlines of the History of Greek Philosophy. New York: Meridian Books. P. 65-67.
  5. ^ a b c d e f g h i j (Inggris)Jonathan Barnes. 2001. Early Greek Philosophy. London: Penguin. P. 77-91.

Pranala luar

Lihat pula