Lompat ke isi

Wilayah Paser Menurut Catatan Hindia Belanda

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Versi yang bisa dicetak tidak lagi didukung dan mungkin memiliki kesalahan tampilan. Tolong perbarui markah penjelajah Anda dan gunakan fungsi cetak penjelajah yang baku.

Wilayah Paser merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Sejak dahulu wilayah ini sudah berinteraksi dengan pemerintah Hindia Belanda, paling tidak sejak tahun 1635, sehingga untuk mengetahui peristiwa-peristiwa penting di masa lalu, arsip dari pemerintah Hindia Belanda merupakan suatu pilihan yang tidak bisa dihindarkan (baru di tahun 2024 preservasi naskah-naskah dan dua (2) buah lontar dilaksanakan).

Penyebutan/Penamaan Paser, Pasir, Passir, dan Passer.

Paser.

Sejak disahkannya Peraturan Pemerintah RI No. 49 Tahun 2007 tentang Perubahan Nama Kabupaten Pasir Menjadi Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 111) [1], maka wilayah ini yang semula bernama Kabupaten Pasir menjadi menjadi Kabupaten Paser.

Pasir.

Pasir sendiri dalam sejarah pertama kali tercatat melalui Kakawin Desyawarnana (lebih dikenal dengan nama Kakawin Nagarakretagama) karya Empu Prapañca yang ditulis pada tahun 1365.

Passir.

Pada tahun 1635, terjadi perjanjian antara Oost-Indische Compagnie (O.I. Compagnie)/VOC) dengan kesultanan Banjarmasin, yang salah satu poin kesepakatannya adalah melakukan penyerangan ke wilayah Passir untuk mengusir dan menghancurkan pedagang Jawa (Mataram) dan Makassar (Gowa) yang beraktifitas di Passir. [1]

Penggunaan nama Passir ini digunakan oleh VOC kemudian oleh pemerintah Hindia Belanda dimulai paling tidak sejak 1635 merujuk pada perjanjian yang diterangkan diatas, sampai dengan tahun 1849, seperti yang terdapat pada Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar 1849.[2] Namun sejak tahun 1850, pemerintah Hindia Belanda melakukan pergantian penyebutan yang semula tertulis Passir menjadi Pasir, seperti yang terdapat pada Almanak En Naamregister van Nederlandsch Indie Voor Het Jar 1850 [3], meskipun J.G.A. Gallois (mantan residen Zuid- en OosterAfdeeling van Borneo) dalam sebuah tulisannya di tahun 1855 [4] masih menulis Passir bukan Pasir.

Passer.

Sedangkan orang-orang Inggris (English East India Companij) menyebut/menulis dengan istilah Passer, seperti dalam kontrak antara perusahaan ini dengan kesultanan Banjarmasin pada tahun 1809. [5]

Asal Usul Nama Pasir.

Penyebutan wilayah Pasir ini sepertinya diambil dari nama sebuah sungai yaitu sungai Pasir, yaitu sebuah sungai yang merupakan pertemuan antara sungai Seratei dan sungai Kendilo (Kandilo) yang keduanya berhulu di Gunung Lumut (Loemoet) di daerah Swan Slutung dan bermuara di Selat Makassar. Nama Pasir ini juga dikenal sebagai nama kerajaan dan/atau kesultanan.

Diskripsi Geografis Wilayah Paser[6].

Lokasi.

Keadaan wilayah Paser pada jaman pemerintahan Hindia Belanda (1936) mempunyai batas-batas sebagai berikut[7]:

  • Perbatasan di sebelah Utara.

Wilayah di sebelah utara berbatasan dengan wilayah Kutai (Koetei). Batas ini dijelaskan dalam perjanjian tanggal 23 Maret 1904 antara otoritas otonom (zelfbestuur) kesultanan Pasir (Paser) & Kesultanan Kutai, memanjang dari Tanjung Sepunang (Tunan) menuju muara sungai Toejoe dan sepanjang tepi kiri sungai Telakei ke Gunung Ketam. Namun, batas utara diubah pada tahun 1913, dan sejak saat itu, semua daerah aliran sungai sebelah kiri sungai Telakei (wilayah Telakei) termasuk dalam wilayah Pasir melalui Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 21 Januari 1914 No. 16, mulai berlaku sejak 1 Januari 1914.

  • Perbatasan di sebelah Timur.

Batas di sebelah timur adalah Selat Makassar.

  • Perbatasan di sebelah Selatan.

Batas di sebelah selatan adalah wilayah Tjengal, yaitu sungai Senipah Kecil dan pembatas air antara sungai Tjengal dengan sungai Djangeroe, Segendang, Kerang, dan sungai Samu. Dengan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda tanggal 26 April 1928 No. 48, onderdistrict Sampanahan yang hingga saat itu termasuk dalam onderafdeling Tanah Bumbu, digabungkan ke dalam wilayah Pasir. Pengambilalihan ini terjadi pada bulan Juli 1928, sehingga onderafdeeling Pasir di bagian selatan berbatasan dengan onderdistrict Pantai dari onderafdeeling Tanah Boemboe. Karena pada tahun 1905 Pangeran Arga Kasoema dan Praboe Kasoema masing-masing dari Bangkalan, Tjengal, dan Menoenggoel serta Sampanahan telah meninggal dunia, sejak saat itu wilayah Sampanahan diubah menjadi wilayah yang dikendalikan langsung oleh pemerintah Hindia Belanda (rechtstreeksch bestuur).

  • Perbatasan di sebelah Barat

Batas di sebelah barat berupa pembatas air yaitu antara sungai-sungai yang bermuara di Selat Makassar dan sungai-sungai yang bermuara di sungai Barito (Laut Jawa).

Pantai/Pesisir.

Garis pantai bagian timur menunjukkan tiga (3) cekungan besar dan dalam daratan, di bagian utara Teluk Adang, di tengah Teluk Apar, dan di selatan Teluk Pamukan (kondisi sekitar tahun 1936). Tempat pendaratan kapal yang cocok di pantai adalah Api-Api dan Pasir Mayang. Baik dalam musim barat maupun timur, laut dapat sangat ganas. Waktu terbaik untuk melakukan perjalanan laut di sepanjang pantai adalah bulan April hingga Juni dan Oktober hingga Januari. Waktu yang paling tidak menguntungkan adalah bulan Juli, Agustus, September.

Sungai-Sungai.

Sungai Telakei, Sungai Telakei, Sungai Lombok, Sungai Moeroe, Sungai Pasir (memiliki anak sungai yaitu: Sungai Samoe, Sungai Kasoengai, Sungai Kwaro, Sungai Seratei), Apar Besar dan Apar Kecil, Sungai Kerang, Sungai Segendang, Sungai Djangeroe, Sungai Tjengal,  Sungai Manunggul (Menoenggoel), Sungai Sampanahan. Pada musim kemarau yang paling parah, air di Sungai Pasir sampai Sangkuriman menjadi asin. Pada saat yang disebut musim air asin, yang menurut informasi hanya terjadi sekali dalam 4 tahun. Musim air asin ini dapat dirasakan di sepanjang semua sungai tersebut.

Perbukitan & Pegunungan.

Daerah perbukitan di bagian selatan wilayah ini berasal dari periode tersier muda, sedangkan lebih ke utara tanahnya adalah tersier tua. Pegunungan ini sebagian besar terdiri dari batuan vulkanik, cukup berbatu dan cukup berat.

Di sebelah barat wilayah Pasir terdapat sebuah rangkaian bukit yang karena luasnya dan banyaknya puncaknya dikenal dengan nama Gunung Beratus (Beratoes). Puncak tertinggi di rangkaian ini dianggap adalah Gunung Krumei (Kroemei), juga dikenal sebagai Kramu (Kramoe) atau Kram. Gunung Batu Aji (Batoe Adji) juga terkenal karena di sekitarnya terdapat jalan setapak dari Batu Butok (Batoe Botok) ke Muara Uya (Moeara Oeja) di wilayah Amuntai (Amoentai). Anak-anak gunung yang mengarah ke timur dari rangkaian gunung mendekati sungai Pasir; anak-anak gunung ini termasuk Gunung Salau,

Gunung Bawa Buyung (Bawa Boejoeng) dikenal dengan gunung hitam, dan Gunung Salihat. Sebuah anak gunung yang mengarah ke timur juga membentuk batas antara daerah Paser dan Cingal (Tjingal).

Gunung tertinggi di daerah Paser adalah Gunung Melihat/Meliat (1008 meter). Gunung ini, yang hampir berada di tengah-tengah daerah, tidak terhubung dengan rangkaian gunung di Barat, tetapi dipisahkan oleh Sungai Pasir.

Gunung yang lebih rendah adalah Gunung Selapie, yang terletak lebih ke selatan di sebelah kanan Sungai Pasir, dan Gunung Tengkaruran (Tengkaroeran) serta Gunung Sabulan (Saboelan) yang berdiri di seberangnya di sebelah kiri sungai.

Antara sungai Pasir dan Telakei terdapat pegunungan yang tidak tinggi tetapi sulit diakses karena kemiringannya. Puncak selatan dari pegunungan tersebut adalah Gunung Bolang (sekitar 600 meter).

Gunung Belasa yang terletak di dekat pertemuan sungai Telakei dan Lambakkang (Lambakan), adalah salah satu puncak dari pegunungan yang agak rendah dan membentang di kedua sisi sungai Telakei di bagian atasnya. Puncak tertinggi dari pegunungan tersebut adalah Gunung Ketam, yang terletak antara sungai Telakei dan Teluk Balikpapan, gunung ini disebut sebagai Puncak Balik Papan. Selain itu juga terdapat Gunung Jangang (Djangang) yang memiliki ketinggian ±600 M.

Cuaca & Iklim.

Iklimnya lembap dan panas. Musim timur atau musim kemarau, berlangsung dari Juni hingga November. Musim barat atau musim penghujan paling parah terjadi pada Januari dan Februari. Selama musim peralihan, suhu terasa sangat panas. Namun, selama musim kemarau, biasanya angin berhembus pada siang hari dan malamnya cukup sejuk.

Selama musim timur, pantai mengalami gelombang laut yang cukup kuat, terutama di sekitar Api-Api, sehingga laut sangat bergelombang di siang hari. Selama musim barat, laut biasanya lebih tenang. Namun, pada bulan Februari dan Maret, angin utara yang kuat dapat berlangsung beberapa hari, menyebabkan gelombang laut yang panjang. Gelombang ini tetap berlangsung di malam hari, sehingga pada bulan-bulan itu, berlayar dengan perahu di sepanjang pantai bukanlah aktivitas yang menyenangkan.

Selama musim barat, banyak sungai meluap, menyebabkan banjir di banyak tempat dan membuat jalan-jalan terendam hingga setengah meter.

Komposisi & Kondisi Masyarakat Paser[8]

Penduduk (sekitar Tahun 1936)

Komposisi penduduk terdiri dari Orang Eropa, Orang Cina, Orang Arab, Orang Melayu (Banjar), Orang Bugis, Orang Badjau, Orang Jawa, Orang Pribumi-etnis Dayak (dalam tulisan asli menggunakan term Etnis Dayak, tapi pada jaman sekarang masyarakat lebih sering menyebut mereka sendiri sebagai Etnis Pasir).

Penduduk etnis asli dapat dibedakan berdasarkan kepercayaan yang dianut sebagai berikut: Pasireezen (Dayak yang telah memeluk Islam), Dayak (Heidenen, penganut kepercayaan tradisi), Dayak Kristen (saat itu hanya di onderdistrict Sampanahan, yaitu kampung Mangka (kondisi tahun 1936).

Populasi asli Dayak dapat dibedakan lebih lanjut menjadi: Dayak Bawo (di mana "bawo" adalah bahasa Pasir untuk gunung), Dayak Kasoengei dan Setioe, Dayak Adang, Dayak Laburan, Dayak Tadjoer, Dayak Doesoen (di onderdistrict Sampanahan).

Suku Dayak Asing terdiri dari: Dayak Lawangan, Bantian, dan Tabuyan (berasal dari hulu Sungai Teweh, mereka juga tinggal di daerah aliran Sungai Kendilo (hulu), Dayak Doesoen (berasal dari Balangan-onderdistrict Sampanahan, mereka juga tinggal di hulu Sungai Kerang dan Sungai Samu), Dayak Bukit (berasal dari onderafdeling Tanah Bumbu dan Hulu Balangan).

Etnis Pasir tidak memiliki sistem tulisan sendiri dan tidak memiliki tradisi literatur. Sistem penanggalan yang umum digunakan di wilayah Paser saat itu adalah sistem penanggalan Arab. Namun, etnis Dayak Pasir menggunakan sistem tahun matahari untuk menentukan waktu tanam padi. Ketika rasi bintang tertentu terlihat di langit, mereka menghitung waktu yang tepat untuk memulai penanaman padi di sawah (ladang). Etnis Dayak Pasir memiliki cara untuk membagi waktu dalam sehari dan semalam dengan menggunakan kata-kata atau ungkapan tertentu.

Bahasa.

Di wilayah Paser digunakan beberapa bahasa sebagai berikut: Bahasa Melayu, Bahasa Bugis, Bahasa Badjau, Bahasa Pasir, Bahasa Doesoen (wilayah Sampanahan). Bahasa Pasir memiliki beberapa dialek, tetapi perbedaannya tidak begitu besar sehingga semua orang Pasir dapat saling memahami. Sebuah pengecualian di sini adalah suku Dayak (Pasir) Laboeran yang sangat kecil (sekitar 350 jiwa, tahun 1936) yang tinggal di sekitar Laboeran. Ini adalah fenomena yang unik, karena di seluruh wilayah bagian ini, bahasa Pasir digunakan. Bahasa Laboeran juga bukan dialek Pasir, karena berbeda terlalu jauh, sehingga orang Pasir tidak dapat memahami mereka. Namun, Dayak Pasir Laboeran juga berbicara bahasa Pasir. Dialek Pasir dapat ditemui di Boven Pasir dan di daerah Telakei. Suku Dayak asing juga berbicara dalam bahasa mereka sendiri selain bahasa Pasir. Namun, dengan bahasa Melayu, orang dapat berkomunikasi di mana saja.

Kepercayaan & Tradisi.

Orang Pasir sangat percaya pada roh dan pertanda, serta upaya untuk meramal masa depan, mengusir bencana, dan memohon perlindungan. Dewa utama adalah Sangiang (yang berkuasa di langit) dan Tondoi (yang berkuasa di dunia bawah tanah). "Balian," atau dukun, memainkan peran penting dalam kehidupan.

Beberapa jenis balian yang dikenal di sini adalah balian sederhana, balian boentang, balian sipoeng, dan balian njoeli. Balian sederhana terutama diadakan dalam kasus penyakit, di mana melalui "moeloeng" atau seorang "moeloeng" sebagai perantara, bantuan roh-roh baik dipanggil untuk mengusir roh-roh jahat. Roh-roh jahat ini dianggap sebagai pengganggu manusia dan penyebab penyakit, gagal panen, dll. Balian boentang diadakan dengan tujuan yang sama, tetapi untuk seluruh wilayah.

Balian sipoeng diadakan jika penyakit serius berjangkit atau keputusan penting harus diambil. Dalam hal ini, roh-roh dari orang tertentu yang sudah meninggal dipanggil dan diminta bantuan serta nasihatnya (sejenis sesi pemanggilan roh). Balian njoeli diadakan oleh kelompok yang percaya pada kembalinya tokoh-tokoh legendaris. Tokoh-tokoh ini akan hidup kembali dengan para prajurit mereka dan menghancurkan semua musuh mereka.

Pada suku Lawangan, Bantian, dan Taboejandajak, serta juga pada suku Pasir di Hulu Pasir, juga diadakan upacara tahunan untuk menghormati orang yang meninggal dunia. Dalam upacara ini, yang disebut sebagai Balian Mangsar, tulang-tulang orang yang meninggal dalam setahun terakhir dikumpulkan dalam urna. Balian mangsar kemudian digunakan untuk membimbing jiwa-jiwa orang yang meninggal menuju alam baka (gunung Loemoet). Jika kerbau disembelih, mereka akan digunakan untuk mengantarkan jiwa ke gunung suci. Orang miskin yang keluarganya tidak mampu secara finansial untuk menyembelih kerbau harus menempuh perjalanan panjang ke gunung itu dengan berjalan kaki.

Cerita Banjir Besar.

Seperti banyak budaya lain, penduduk Pasir memiliki cerita tentang banjir besar. Di dekat tempat bernama Oedjoeng Polak, terdapat batu besar di Sungai Pasir dengan bentuk yang aneh. Legenda mengatakan bahwa selama banjir besar, penumpang perahu berubah menjadi batu karena ketakutan.

Sistem Peradilan.

Sistem peradilan di sini mirip dengan yang ada di banyak kerajaan dan daerah di kepulauan Hindia Belanda yang masih mempertahankan otonomi tradisional. Tidak ada perbedaan antara cara penyelesaian perkara perdata dan pidana. Semua masalah diselesaikan dengan denda atau pembayaran ganti rugi. Setiap tindak pidana atau pelanggaran yang dilakukan terhadap seseorang memiliki karakter hukum privat dan tidak dianggap sebagai pelanggaran terhadap kepentingan umum.

Denda biasanya merupakan kelipatan dari 88; misalnya, f88; 2 X f88, dan seterusnya hingga 8 X f88. Hukuman yang lebih ringan adalah denda sebesar f44, sementara denda yang paling rendah adalah f4. Mereka yang tidak mampu membayar denda yang ditetapkan kepada mereka dapat meminta bantuan kepada seseorang yang terpandang, yang bersedia meminjamkan jumlah tersebut, sehingga mereka menjadi pandeling. Jika tidak ada yang mau membantunya, maka yang dihukum akan menjadi pandeling di hadapan Pangeran. Dalam perkara perdata, biaya pengadilan dibayar sebesar 10 persen dari nilai barang atau sengketa tersebut. Biaya-biaya tersebut dibayar oleh pihak yang menang.

Mata Pencaharian.

Industri.

Pembuatan kain dilakukan secara eksklusif oleh wanita Bugis. Penduduk etnis Pasir pada umumnya terlibat dalam pembuatan gula merah, menempa besi menjadi keris, mandau, ujung tombak, dan barang-barang untuk keperluan rumah tangga (di dekat sebagian besar rumah orang Pasir terdapat sebuah tempat tempaan kecil), pembuatan anyaman dari bambu atau rotan, dengan menggunakan pewarna kassoemba (merah & biru) dan karamoenting (hitam), produk yang dihasilkan berupa randjong (keranjang makanan & barang), andjat (keranjang pakaian), apai (tikar), kepi (keranjang), seran (penutup kepala), dan lain-lain.Pengrajin emas dan perak juga ada tetapi jumlahnya sedikit. Tukang kayu biasanya adalah orang Bandjar. Orang-orang yang khusus dalam pembuatan kapal tidak ditemukan di sini, Orang-orang Bandjar yang tinggal di sepanjang pantai membuat perahu nelayan mereka untuk penggunaan pribadi.

Pertanian.

Hampir seluruh penduduk etnis Pasir di wilayah Pasir bermata pencaharian sebagai petani. Orang-orang Bugis dan pendatang lainnya hanya sebagian. Penanaman padi biasanya di ladang kering, sawah basah dilakukan oleh orang Bugis. Hasil panen, bahkan ketika memuaskan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan, sehingga padi harus diimpor dari luar, seperti pada tahun 1903, beras Siam-Thailand & Rangoon-Myanmar (yang sudah digiling) diimpor dari Singapura. Tidak ada beras yang diimpor dari Jawa. Tanaman lain yang ditanam antara lain jagung, kacang tanah, ubi jalar, tebu, pohon buah-buahan, kelapa, pisang, nipah, bambu, & kayu bakar.

Hasil Hutan.

Daerah Pasir terkenal dengan kekayaan rotannya. Rotan Pasir jenis Segah (Rotan Taman-Calamus caesius Blume) dikenal di pasar Singapura sebagai rotan terbaik di seluruh Pantai Timur Kalimantan. Jenis yang lebih rendah yaitu Soeltoep/Soko/Satop (Rotan Buyung-Calamus optimus Becc.) juga banyak ditemukan, terutama di daerah aliran Sungai Telakei. Selain itu juga terdapat jenis Djoengan (Gelang), Rotan Lilin (Calamus javensis Blume), Rotan Ilatoeng (Kotak), Rotan Sikan (untuk membuat tikar), Semamboe (Rotan Toehoe-Calamus scipionum Loureiro). Di hutan juga ditemukan getah pertja (kulit batang dikumpulkan & diekspor ke Surabaya), karet, lilin serta pohon bakau.

Peternakan.

Kerbau diternakkan oleh kepala suku di daerah pegunungan. Kerbau tidak digunakan dalam pengolahan ladang padi, tetapi hanya untuk disembelih pada acara-acara meriah. Sapi kadang-kadang diimpor dari Madura sebagai hewan potong. Kuda tidak ada. Kambing bisa ditemukan dalam jumlah kecil. Unggas hampir seluruhnya terdiri dari ayam, angsa tidak ditemukan di mana-mana. Bebek jarang ditemukan.

Berburu.

Banyak orang berburu rusa, bukan untuk kesenangan, tetapi untuk menjual daging segar atau kering dalam bentuk dendeng. Kulit dan tanduknya diekspor ke Singapura dan Makassar. Babi hutan terkadang diadakan berburu untuk melindungi tanaman yang sedang tumbuh di ladang. Pemburu hampir tidak pernah memburu unggas seperti ayam hutan, burung merpati liar, dan sebagainya.

Perikanan.

Penangkapan ikan laut dilakukan oleh orang Badjo dan orang Bugis yang terkait dengan mereka melalui perkawinan. Di perairan dalam, mereka menggunakan jaring dan tombak; di perairan dangkal, mereka menggunakan bubu. Mereka menyediakan ikan bagi daerah pedalaman, yang dijual dalam kondisi asin, kering, atau diasap. Penduduk etnis Pasir menangkap ikan di sungai-sungai dengan bubu, jaring, dan pancing. Mereka juga menggunakan toeba untuk memabukkan ikan, lalu menaikkannya dengan tombak. Budidaya ikan di sawah tidak dikenal di sini.

Perdagangan dan Pelayaran.

Perdagangan di pelabuhan-pelabuhan didominasi oleh orang Bugis dan beberapa orang Asia Timur asing. Impor sebelumnya hampir secara eksklusif dilakukan dari Singapura dan Sulawesi, tetapi sejak Pasir dimasukkan ke dalam wilayah cukai pemerintah Hindia Belanda, barang-barang dari Surabaya, Banjarmasin, dan Koetei juga diperoleh. Ekspor hampir seluruhnya dilakukan ke Singapura. Di pedalaman, perdagangan didominasi oleh orang Bugis dan orang Banjar dengan menggunakan perahu kecil. Mereka terutama pergi ke pasar (pakot), yang di beberapa tempat diadakan sekali seminggu dan di tempat lain setiap dua minggu sekali. Pada hari-hari pasar ini, orang Pasir dan suku Dayak juga menawarkan barang dagangan mereka (gula merah, anyaman, buah-buahan, dll.). Hari pasar yang paling ramai diadakan di Pakot Kwaro, Pakot Pait, Pakot Domik, Pakot Lampesoe, Pakot Panaran, Pakot Soemik, Pakot Sambengei, dan Pakot Lolo.

Orang etnis Pasir menghitung menggunakan litjoe, di mana satu litjoe = 5 X tendok sikoe lain kajang [= 5 X jarak antara siku dan tangan terbuka]; tendok sikoe beroekoet = jarak antara siku dan tangan tertutup], djaka: rentang tangan antara ibu jari dan jari tengah; djangkang, rentang tangan antara ibu jari dan jari telunjuk, opang = lebar lima jari yang tertutup.

Untuk satuan volume, digunakan botol persegi, botol anggur standar, botol air minum, cangkir, tutup kelapa, dan tabung kulit pohon (passoe) dengan ukuran yang berbeda. Satuan berat yang digunakan adalah datjing [timbangan], di mana satuan beratnya adalah kati (=1/100 pikol sekitar 62 KG).

Pada musim timur atau musim kemarau, terdapat pelayaran yang cukup ramai dengan daratan Sulawesi menggunakan kapal layar tradisional [pelari pedangkang, galekan] yang dimiliki oleh orang Bugis dan Makassar yang tinggal di Sulawesi. Selain itu, setiap hari perahu pengangkut barang (sopit) berlayar melintasi laut dari Tanah Grogot (Pasir) ke kota-kota pesisir di dalam wilayah Pasir seperti Apar, Adang, Telakei, dan sebagainya. Pada tahun 1903, tidak ada penerimaan di Kantor Bea Cukai Telakei karena impor dan ekspor hanya dilakukan dari dan ke Tanah Grogot (Pasir).

Paser Dalam Rentang Waktu.

Tahun 1365.

Dalam sebuah manuskrip yang ditulis oleh Rakawi Prapañca (Mpu Prapañca) pada tanggal 30 September 1365 yaitu Kakawin Desyawarnana (Deçawarṇana) atau lebih dikenal dengan nama Kakawin Nagarakretagama (Nāgarakṛtâgama), dalam pupuh 14 bait pertama tertulis nama suatu daerah bernama Pasir, yang merupakan salah satu negara/daerah bawahan/vassal dari Kerajaan Majapahit.

Tahun 1620-an.

Sultan Goa (Kesultanan Gowa) dari Makassar yaitu Aloe'd-din (dikenal dengan Toemamenanga-ri-Gaoekanna) menaklukkan Koetei dan Passir.[9]

Tahun 1635.

Pada tanggal 4 September 1635, Kesultanan Banjarmasin di Martapura (diwakili oleh syahbandar Retna dy Ratya alias Godja Babou) mengadakan perjanjian dengan O.I. Compagnie/VOC (diwakili oleh komisaris Steven Barentsz), yang salah satunya kesepakatannya adalah melakukan penyerangan ke Passir untuk mengusir dan menghancurkan pedagang Jawa (Mataram) dan Makassar (Gowa) di Passir.[10]

Pada tanggal 15 November 1635, armada pasukan O.I Compagnie/VOC tiba di Passir yang dipimpin oleh komisaris Steven Barentsz & commandeur Gerrit Thomasz Pool. Setelah negosiasi yang gagal dengan Raja Passir saat itu (yang menikah dengan seorang saudara perempuan dari raja Makassar), armada tersebut menyerang Passir dan menghancurkan lebih dari 50 buah kapal. Keesokan harinya armada tersebut meninggalkan Passir.[11]

Tahun 1636.

Panambahan Banjarmasin mengklaim Sambas, Lawei, Sukadana, Kota Waringin, Pembuang, Sampit, Mendawei, Kahajan, Kutei, Pasir, Pulau Laut, Satui, Asem-Asem, Kintap dan Sawarangan merupakan negara vassal atau negara bawahannya.[12]

Tahun 1672, bulan Agustus.

Terdapat surat dari Raja Passir kepada Cornelis Janszoon Speelman (O.I. compagnie/VOC) yang berisi permintaan perlindungan dari orang-orang Makassar yaitu Cronrons (Kronrong/Karunrung, Kesultanan Gowa).[13]

Tahun 1686.

Pangeran Aroe Teko membawa para penguasa Passir dan Koetei (Pangeran Adipati Modjo Koesoema Ing Martapoera[14]) menemui Raja Boni (Kerajaan Bone, Radja Pelaka/Arung Palakka), dan mereka juga diterima dalam persekutuan tersebut (persekutuan antara Cornelis Janszoon Speelman, Kapiten Jonker dari Ambon dan Arung Palakka), yang diakui oleh presiden VOC Willem Hartsink (1683-1690) dengan bukti tertulis (Akta) kepada Raja Passir. Meskipun kesultanan Banjarmasin tetap mengklaim supremasi atas wilayah yang telah menjadi milik mereka sejak awal abad ke-16.[15] [16]

Tahun 1696.

Raja Passir menggunakan akta dari Willem Hartsink tersebut untuk menolak klaim Kraeng Bonto Rombang (Krain Bonteramboe) dari Koetei terhadap wilayahnya. Perselisihan ini berlangsung selama dua tahun, sebelum akhirnya diputuskan oleh gubernur untuk keuntungan Raja Passir.[17] [18]

Kraeng Bonto Rombang (Krain Bonteramboe) adalah putri dari Kraeng Kronrong atau Karaeng Karunrung [2] (berasal dari Kesultanan Gowa) yang menikah dengan seorang putri dari kerajaan Pasir dan lahir selama pengasingan ayahnya di Pasir.

Tahun 1710, tanggal 8 Maret.

Dalam web sejarah-nusantara.anri.go.id, terdapat surat diplomatik dari Penguasa Pasir (Lord of Pasir). [3]

Tahun 1711-an.

Pada masa ini, hubungan antara Kerajaan Pasir dan Kerajaan Kutei kembali tidak harmonis, karena ambisi Krain Bonteramboe untuk memperluas kekuasaannya atas Pasir belum pudar. Untuk mendukung klaim atas wilayah Pasir, Bonteramboe meminta bantuan Daing Mamantuli, seorang pangeran Bugis terkenal yang tengah menjalani hukuman pengusiran dari Makassar.[19]

Tahun 1726, 1727, & 1728.

Pada tahun-tahun ini, Passir dan Koetei ditaklukkan oleh seorang pangeran dari Kerajaan Wadjo (Sulawesi Selatan) yaitu Aroe Seenkang (Arung Sengkang) yang mempunyai nama lain Aroe Paneke (Arung Penieki) [4], kelak dikenal dengan Arung Matoea Wadjo (raja yang dituakan, penobatan tanggal 6 November 1736). Aroe Seenkang kemudian menikahi salah satu putri dari kerajaan Koetei, sedangkan salah satu anaknya yang bernama Bengaroen menikah dengan seorang putri dari kerajaan Pasir, bernama Adjie Ratoe. Sampai dengan tahun 1760, kedua kerajaan ini membayar upeti kepada Arung Penieki. [20] [21]

Arung Penieki ini kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia, berdasarkan SK Presiden RI No.109/TK/Thn.1998, tertanggal 6-November-1998. [5]

Seenkang/sengkang merupakan sebuah kota yang menjadi ibukota Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Sedangkan Paneke/Penieki/Peneki adalah sebuah kelurahan di Kec. Takkalalla, Kab. Wajo, Sulawesi Selatan. Lalu Aroe/Arung memiliki arti penguasa/raja/bangsawan.

Tahun 1735, bulan Mei.

Arung Singkang dan Toassa (2nd command) berusaha mengepung kapal VOC (Hindia Belanda) di Banjarmasin, tetapi gagal, dan kembali ke Pasir.[22]

Tahun 1756.

Terdapat sebuah perjanjian antara Kesultanan Banjarmasin dengan VOC yang diwakili oleh Commissaris Johanes Andreas Paravicini, yang salah satunya adalah wilayah seperti Barau, Koetij, Passier, Sanghoe, Santang, dan Laway untuk membayar upeti (contributie). Sedangkan untuk Passier sendiri diharuskan memberikan kontribusi berupa empat puluh tahil emas murni, dua puluh picol burung nuri, dan dua puluh picol lilin.[23]

Tahun 1760, tanggal 15 Agustus.

Terdapat sebuah surat diplomatik dari Pangeran Pasir.[6]

Tahun 1786, tanggal 23 Oktober.

Terdapat sebuat surat diplomatik dari Amir Al-Mumenin dari Pasir.[7]

Tahun 1787.

Terdapat sebuah surat dari Amir Al-Mumenin bertanggal 6 Juni. Selain itu pada tanggal 29 Juni, terdapat sebuah surat yang berasal dari Pasir ke Batavia oleh Raja Torou (Kepala Kelompok Pedagang Wajo di Pasir). [8]

Di tahun ini pula juga terdapat Kontrak politik antara Sultan Tamdjid Illah I dari Kesultanan Banjarmasin dengan O.I Compagnie/VOC yang salah satu isinya adalah menyerahkan wilayah Pasir ke VOC.

Tahun 1788.

Terdapat dua buah surat dari yang berasal dari Pasir ke Batavia oleh Raja Torou, bertanggal 4 & 11 Agustus.[9]

Tahun 1796.

Terdapat sebuah surat yang berasal dari Pasir ke Batavia & Semarang oleh Reng Reng Rituwak, bertanggal 14 Juni.[10]

Tahun 1798.

Terdapat sebuah surat yang berasal dari Pasir ke Batavia & Semarang oleh Reng Reng Rituwak, bertanggal 13 Juli. [11]

Tahun 1799.

Terdapat dua buah surat yang berasal dari Pasir ke Batavia oleh Sultan Sulaiman Alamsyah, bertanggal 20 Juli & 13 Agustus.[12]

Dalam web tersebut diatas juga terdapat keterangan mengenai Sultan Sulaiman Alamsyah sebagai Sultan ke-4 dan mempunyai nama lain yaitu  Aji Panji bin Ratu Agung alias Ibrahim Ebenoe Machmoed dari Passir.

Tahun 1809.

Kontrak politik antara kesultanan Banjarmasin dengan English East India Companij, yang salah satu isinya adalah penyerahan Provinsi Dijac, Mandawie, Sampit, Pamboeang, Cottabringin, Sintan, Lawie, Jalai Bekompai, Doosan Countrij, Barau, Cotia, Passer, Pogatan dan Poolo Laut.[24]

Tahun 1811.

Terdapat sebuah surat yang berasal dari Pasir ke Batavia oleh Sultan Sulaiman Alamsyah, bertanggal 22 Juli.[13]

Tahun 1817, tanggal 1 Januari.

Kontrak politik antara Padoeka Sri Sultan Sleeman Almoh Tamid Alalah dari Kesultanan Banjarmasin dengan VOC yang salah satu isinya adalah menyerahkan secara penuh kepemilikan dan kedaulatan kepada Hindia Belanda, pulau kota dan benteng di Tatas dan Kween, semua provinsi Dayak bersama-sama; serta provinsi Mandawie, Sampit, Kottaringien, Sentan, Lawai, dan Jelai, Bekompai, Tabanjaauw, Pagatan, dan pulau Lout, Passir, Koti, Barrauw.[25]

Tahun 1823.

Menurut Mr. J. H. Tobias (Kommissaris van het Gouvernement, 1823), para penguasa Berauw, Koetei, Passir, Pegatan, dan Kota-ringin telah memisahkan diri dari Kesultanan Banjarmasin.[26]

Tahun 1826.

Terdapat kontrak politik antara Kesultanan Banjarmasin dengan pemerintah Hindia Belanda, yang salah satu isinya adalah menyerahkan Pasir kepada pemerintah Hindia Belanda.

Tahun 1844, tanggal 25 Oktober.

Kontrak Politik pertama antara Pemerintah Hindia Belanda dengan Kesultanan Pasir, dilakukan oleh Sultan Adam (Sultan ke-4 Pasir).[27] [28]

Dalam sebuah tulisan di tahun 1904 karya A.H. P. J. Nusselein berjudul Beschrijving Van Het Landschap Pasir, disebutkan bahwa ibu dari Sultan Adam bernama (Adji) Ratoe yang merupakan putri dari Sultan Sepoeh yang pertama. Pada tulisan ini juga terdapat keterangan bahwa Sultan pertama adalah Sultan Sepoeh, sultan ke-2 adalah Sultan Soeleiman yang merupakan keponakan Sultan ke-1, dan Sultan Machmoed (putra dari Sultan Soeleiman dari istri yang bukan berasal dari keluarga kerajaan/kesultanan) adalah sultan ke-3, tetapi Sultan Machmoed memerintah hanya dalam waktu sebentar.[29]

Tahun 1847.

Sultan Ibrahim Chaliel-Oeddien menjadi sultan ke-5 Kesultanan Pasir setelah meninggalnya Sultan Adam.[30] [31]

Tahun 1849, tanggal 27 Agustus.

Berdasarkan Besluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, van den 27sten Augustus 1849, No. 8 (Staatsblad van Nederlandsch-Indie No. 40), daerah Borneo yang dikuasai oleh Hindia Belanda dibagi menjadi (2) karesidenan yaitu karesidenan Wester Afdeeling (sebelumnya disebut Westkust van Borneo) dan karesidenan Zuid en Ooster Afdeeling (sebelumnya disebut Zuid Oostkust van Borneo). Wilayah Passir termasuk kedalam karesidenan Zuid en Ooster Afdeeling.[32]

Tahun 1850, tanggal 18 November.

Resident Der Zuid- En Oosterafdeeling van Borneo J.G.A. Gallois mengunjungi kesultanan Passir, dan bertemu dengan Sultan Ibrahim Chalet Oedin. Pada tanggal ini terdapat keterangan adanya perjanjian antara Sultan Ibrahim Chalet Oedin dengan Pemerintah Hindia Belanda.[33] [34]

Tahun 1857.

Kemungkinan di tahun ini Sultan Ibrahim Chalet Oedin, sultan Pasir ke-5 meninggal dunia. Pada tanggal 4 November 1857 Sultan Machmoed Ilhan (Mahmoed Ithan/Machmoed Khan) menjadi sultan Passir.[35]

Tahun 1860.

Di Amuntai, Mayor Verspyck telah menerima perintah untuk melakukan ekspedisi karena terjadi perlawanan di Kerajaan Passir.[36]

Tahun 1861.

Sultan Passir (Sultan Machmoed Ilhan) dicurigai oleh pemerintah Hindia Belanda mendukung gerakan Pangeran Antassari dan Pangeran Hidayat II[37].

Tahun 1862.

Surat dari Sultan Machmoed Ilhan yang ditulis pada tanggal 9 Maret 1862 telah diterima oleh Sultan Koetei[38]. Berikut ini adalah penggalan surat tersebut dalam bahasa Belanda dan kemudian diterjemahkan ke bahasa Indonesia (menggunakan Chatgpt vr. 3.5).

Na de inleiding.

Wijders deel ik mijn jongeren broeder mede dat de Hollanders van voornemen zijn ons land te verderven. Hoe is uw gevoelen hieromtrent; dienaangaande kunt gij mij schrijven, opdat ik uwe naauwkeurige overdenking verneme, daar de rijken Koetei en Pessir nu toch één zija geworden.

Valt Koetei in het verderf, dan valt Passir mede. Blijft Koetei goed, dan blijft Passir ook goed.

Verzet Koetei zich, dan verzet Passir zich mede, daar de tijd nu gekomen is, dat wij ons niet moeten scheiden. Sterft gij in deze zaak met de Hollanders, dan sterf ik ook; evenwel moet gij mij mededeelen, indien gij u niet wilt verzetten opdat ik het wete.

Voorts deel ik u mede dat er eenige Bendjerezen bij mij zijn geweest met verzoek om geholpen te mogen worden met oorlogsbehoeften ; — ik heb aan dat verzoek echter niet voldaan, daar ik uiterst bevreesd ben dat die hulp voor mij vergift zal zijn — en buitendien heb ik ook geene munitie in bezit. Ik ben over de komst der Bandjerezen zeer bezorgd, en vrees dat deze mij een pitenah zal bezorgen.

»Wijders deel ik u mede dat ik vernomen heb, dat de radja van Pagattan zich in uw rijk bevindt en aldaar een soort van gezag wil uitoefenen; wanneer dit berigt waarheid behelst, dan verzoek ik u om toch aan zijn wensch en verzoek niet te voldoen, daar de radja van Pagattan ons, die vermaagschapt zijn, naar het schijnt schande wil bezorgen. Mij heeft hj reeds eene groote schande bezorgd; mijne woorden kunt gij eerst naauwkeurig overwegen.

„Ik deel u verder mede dat gij uw gevoelen en overwegingen ook aan Mohamad Thahir Maradja bekend kunt maken, daar hij ook tot ons vleesch en bloed behoort; hij is voor mij voeten, handen, oogen en ooren (vertrouweling en spion) en buitendien kunnen wij hem vertrouwen.

Ten slotte hoop ik dat gij uw dienear Maradja de hulp zult willen verleenen, die door hem verlangd mogt worden, en hem over zijne verkeerde handelingen zult vermanen; ik hoop verder dat gij hem niet als een handelaar of vreemdeling zult behandelen, daar hij de eenige is op Passir dien ik kan vertrouwen.”

8 Ramadlan 1278 (9 Maart 1862).

Setelah salam.

Selanjutnya, saya memberi tahu saudara saya yang lebih muda bahwa orang-orang Belanda berniat merusak negeri kita. Bagaimana pendapatmu mengenai hal ini? Tolong tuliskan padaku agar aku dapat mengetahui pemikiranmu yang cermat, karena kerajaan Koetei dan Passir sekarang telah menjadi satu.

Jika Koetei jatuh dalam kehancuran, maka Passir juga akan jatuh. Jika Koetei tetap baik, maka Passir juga tetap baik.

Jika Koetei melawan, maka Passir juga akan melawan, karena sekarang adalah waktunya kita tidak boleh berpisah. Jika engkau mati dalam urusan ini melawan Belanda, maka aku juga akan mati; bagaimanapun, engkau harus memberitahuku jika engkau tidak ingin melawan agar aku mengetahuinya.

Selanjutnya, saya memberi tahu engkau bahwa beberapa orang Bandjar telah datang kepadaku meminta bantuan persediaan perang; namun, aku tidak memenuhi permintaan itu, karena aku sangat khawatir bahwa bantuan tersebut akan menjadi racun bagiku — dan selain itu, aku juga tidak memiliki amunisi. Aku sangat khawatir dengan kedatangan orang-orang Bandjar, dan aku takut ini akan membawa fitnah bagiku.

Selanjutnya, saya memberi tahu engkau bahwa aku mendengar bahwa raja Pagattan berada di negerimu dan di sana ingin menjalankan semacam kekuasaan; jika berita ini benar, maka aku meminta engkau untuk tidak memenuhi keinginan dan permintaannya, karena raja Pagattan, yang memiliki hubungan keluarga dengan kita, tampaknya ingin membawa aib. Dia telah membawa aib besar bagiku; engkau dapat mempertimbangkan kata-kataku dengan cermat.

Aku juga memberi tahu engkau bahwa engkau dapat mengungkapkan pendapat dan pertimbanganmu kepada Mohamad Thahir Maradja, karena dia juga adalah bagian dari daging dan darah kita; dia adalah kaki, tangan, mata, dan telinga bagiku (orang kepercayaan dan mata-mata) dan selain itu kita dapat mempercayainya.

Akhirnya, aku berharap engkau akan memberikan bantuan yang mungkin diminta oleh Maradja, pelayanmu, dan memperingatkannya tentang tindakannya yang salah; Aku juga berharap engkau tidak akan memperlakukannya seperti seorang pedagang atau orang asing, karena dia adalah satu-satunya orang di Passir yang bisa aku percayai."

8 Ramadhan 1278 (9 Maret 1862).

Letnan Laut Kelas 1 Jhr. A Meijer berhasil membawa Sultan Machmoed Ilhan (nama lainnya adalah Sultan Boejoeng) ke Banjarmasin menggunakan Kapal Uap Kelas 4 Zr. Ms. De Vecht. Terjadi kontrak politik antara pemerintah Hindia Belanda yang diwakili oleh Gustave Marie Verspijck (Resident der Zuider- en Ooster-Afdeeling van Borneo) dengan Kesultanan Passir yang diwakili oleh Sultan Machmoed Ilhan, dan Sultan Machmoed Ilhan diakui dalam jabatannya dan dilantik secara resmi sebagai Sultan Ke-6 Kesultanan Passir. Dokumen kontrak politik disetujui dan disahkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda L.A.J.W. Sloet pada tanggal 28 November 1862. Nama-nama yang tertulis pada dokumen kontrak politik antara lain: Moehamad Thaher Maradja Moeramad Saleh (Syahbandar Pasir), A. Loudon (De Algemeene Secretaris), Van Deinse (De Gouvernements- Secretaris), Feith (De Secretaris-Generaal bij het Ministerie van Kolonien).[39] [40] [41]

Tahun 1863.

Pada tanggal 23 Febuari, terjadi kesepakatan tambahan antara Sultan Mochmoed Ilhan dengan pemerintah Hindia Belanda, dimana Kontrak Politik disetujui dan disahkan pada tanggal 25 Juni 1863. Nama-nama yang tertulis pada kontrak politik tambahan antara lain: Hermanus Gerard Dahmen (adsistent- resident van Koetei en de oostkust van Borneo), Pangeran Mangkoe, Pangeran Ooeria Narbah, Adam Mohammad Saleh (Mantri Wasir), Moehamad Thaher Maradja Moeramad Saleh (Syahbandar Pasir), A. Prins (De Vice-President van den Raad van Nederlandsch Indie), Wattendorff (De Eerste Gouvernements- Secretaris), Van Deinse (De Gouvernements- Secretaris), Feith (De Secretaris-Generaal bij het Ministerie van Kolonien).[42]

Tahun 1866.

Pada tanggal 8 Februari, Sultan Pasir yaitu Sultan Machmoed Ilhan meninggal dunia. Sultan Sepoeh Adil Chalifatoel Moeminin kemudian memerintah kesultanan/kerajaan sejak 1866 dan disebutkan di catatan tersebut bahwa Sultan Sepoeh adalah Sultan ke-7 Kesultanan Pasir).[43] Di kerajaan/kesultanan Pasir, kematian sultan menandai masa transisi ke depan untuk pergantian takhta. Sesuai dengan tradisi negara, para bangsawan dan tokoh terkemuka negeri memilih Pangeran Mangkoe sebagai penerusnya, yang sebelumnya juga sudah ditunjuk oleh sang sultan yang telah meninggal. Pilihan orang tersebut, seorang keponakan dari yang telah meninggal, didasarkan pada kenyataan bahwa tidak ada dari putra-putra yang ditinggalkan yang dapat dipertimbangkan, baik karena usia mereka yang masih muda maupun karena kurangnya kelayakan mereka.[44]

Tahun 1867.

Terdapat catatan bahwa penguasa kesultanan Pasir saat itu adalah Sultan Sepoeh Adil Chalifatoe'l-Moeminin.[45]

Tahun 1873.

Sebuah firma dari Batavia menandatangani kontrak dengan beberapa Kepala Kampung Pasir untuk penyediaan batubara.[46]

Tahun 1874.

Terjadi kerusuhan yang dipicu oleh beberapa tokoh kerajaan, tetapi masih bisa diredam pada waktunya oleh Sultan Sepoeh.[47]

Tahun 1875.

Pengesahan Pangeran Mangkoe sebagai Sultan Pasir bergelar Sultan Sepoeh Adil Chalifatoel Moeminin Sebagai Raja/Sultan Pasir ke-7, pada tanggal 18 November. Disebutkan dalam Nota Van Toelichting bahwa setelah meninggalnya Sultan Machmoed Ilhan meninggal dunia pada tahun 1866, Sultan Sepoeh Adil ditunjuk untuk mengelola pemerintahan di Pasir, dan secara resmi dikukuhkan dalam pemerintahan tahun 1870 karena sebelumnya Residen tidak berkesempatan hadir di Pasir, namun dokumen perjanjian dan pengukuhan yang dibuat pada tahun 1870 itu tidak lengkap dan oleh karena itu tidak dapat disetujui oleh Pemerintah Hindia, sehingga baru pada tanggal 18 November 1875 dibuat ulang dokumennya dan disetujui dan disahkan oleh Gubjen Hindia Belanda Van Lansberge pada tanggal 14 Mei 1876. Nama-nama pihak yang menandatangani dokumen kontrak politik ini antara lain: Gerrit Jan Gersen (Resident der Zuider- en Ooster-afdeeling van Borneo), Mohamad Saleh (Mantrie), Raden Mohamad Taher (Mantrie), Pangeran Kapitan Riouw Abdul Karim (Mantrie), Pangeran Bandahara Adjie Noepiah (Mantri Polisi), dan Etah Imam Maas Moeda (Kepala Pemuka Agama).[48]

Tahun 1877

Berdasarkan Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1877 No. 31, Karesidenan Zuider- en Oosterafdeeling van Borneo dibagi menjadi 6 (enam) afdeeling, yaitu Bandjermasin en Ommelanden, Amoentai, Martapoera, Doeson en Dajaklanden, Sampit dan Koetei en de Oostkust van Borneo. Wilayah Pasir menjadi bagian dari Afdeeling Koetei en de Oostkust van Borneo.

Tahun 1884.

Afdeeling Koetei en de Oostkust van Borneo dipecah menjadi dua bagian afdeeling, yaitu Afdeeling Koetei en de Noordoostkust van Borneo dibawah pengawasan seorang Assistent-Resident berkedudukan di Samarinda dan Afdeeling Pasir en de Tanah-Boemboelanden dibawah pengawasan seorang Controleur yang berkedudukan di Kotta-Bahroe (Poeloe-Laoet).[49]

Tahun 1886.

Pada tanggal 13 Desember, Sultan Sepoeh Adil Chalifatoel Moeminin meninggal dunia.[50]

Tahun 1888.

Pengukuhan Adjie Tiga Pangeran Soeria, putra tunggal Sultan Machmoed Ilhan yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai pewaris tahta pada tanggal 14 Mei 1876 menjadi Sultan Pasir (sultan ke-8) secara resmi dengan nama jabatannya adalah Sultan Mohamad Alie Adil Chalifat'oel Moeminin pada tanggal 14 Februari dan Akta Perjanjian dan Pengesahan ini telah disetujui dan disahkan pada tanggal 13 Juli 1889. Nama-nama pihak yang menandatangani dokumen kontrak politik ini antara lain: Willem Broers (Resident der Zuider- en Ooster-afdeeling van Borneo), Pangeran Moeda, Imam Mas Moeda, Pangeran Mas, Pangeran Sjarif Achmid, Adjie Kasoema, dan Raden Adipati.[51]

Tahun 1889.

Terdapat kontrak politik/perjanjian politik antara Sultan Mohamad Alie Adil Chalifat'oel Moeminin dengan Pemerintah Hindia Belanda, bertanggal 3 Desember.[52]

Tahun 1890, bulan Oktober.

Sultan Mohamad Alie Adil Chalifat'oel Moeminin yang bertahta pada saat itu dicopot oleh Residen dengan tenang/damai, digantikan oleh Raja Muda/Pangeran Moeda/Mohammed Ali bergelar Sultan Abdoerahman/Sultan Abdul Rachman (Sultan ke-9). Sultan Abdoerahman mempunyai putra dari istri yang bukan dari keluarga bangsawan yaitu Adji Andei dengan gelar Pangeran Pandji.[53]

Tahun 1898.

Pada tanggal 19 Mei, Raja Muda (Sultan Abdoerahman) meninggal dunia, kemudian pada bulan September, Pangeran Mangkoe Djaja Kesoema Adiningrat diangkat sementara untuk menjalankan pemerintahan. Pada bulan Oktober, sultan Pasir ke-8, Sultan Mohamad Alie Adil Chalifatoel Moeminin meninggal dunia.[54]

Berdasarkan Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie van 30 Mei 1898 No. 3 (Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1898, No. 178) yang mengatur tentang pembagian baru dari karesidenan Zuider- en Oosterafdeeling terkait reorganisasi pemerintahan dan peradilannya, yang salah satunya isinya adalah Afdeeling Pasir en Tanah Boemboe terdiri dari Pasir, Pegatan, dan Koesan serta Tanah Boemboe, dan akan dipimpin oleh seorang Controleur dari Binnenlandsch Bestuur yang berkedudukan di Kota Baroe (Poeloe Laoet).

Tahun 1899.

Terdapat perjanjian antara sultan Ibrahim Chalil Оedin dengan pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 22 September, terkait dengan penetapan pelabuhan di wilayah kesultanan Pasir, yaitu Pasir, Telakei, Adang, & Apar yang kemudian disahkan pada tanggal 27 November 1900.[55]

Tahun 1900.

Pengesahan Pangeran Mangkoe Djaja Kesoema Adiningrat sebagai penguasa Pasir dengan nama sultan Ibrahim Chalil Оedin pada tanggal 23 Juli dan disetujui dan disahkan pada tanggal 27 November 1900 (Sultan ke-10).[56]

Terdapat kontrak politik antara sultan Ibrahim Chalil Оedin dengan Pemerintah Hindia Belanda yang diwakili oleh Cornelis Alexander Kroesen (residen) pada tanggal 28 Juli.[57]

Tahun 1902.

Perjanjian baru antara sultan Ibrahim Chalil Оedin dengan Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 1 September, yang disetujui dan disahkan pada tanggal 14 Desember 1902, dan perubahannya bertanggal 18 April 1908. Nama-nama pihak yang menandatangani dokumen kontrak politik ini antara lain: Cornelis Alexander Kroesen (Resident der Zuider- en Ooster-afdeeling van Borneo), Pangeran Kesoema Djaja Ningrat, Radja Moeda (calon penerus tahta), Pangeran Mantri, dan Pangeran Depatie.[58]

Tahun 1904.

Sikap keras Sultan Pasir terhadap kelompok anak radja (keturunan kerajaan/bangsawan) di bawah Pangeran Pandji, putra Sultan Abdoerachman, yang tidak mengakui dirinya sebagai sultan, menimbulkan kerusuhan di Tanah Grogot pada bulan Juli, namun berhasil dicegah oleh kehadiran pasukan keamanan (pradjoerits).[59]

Tahun 1905.

Berdasarkan Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie van 9 Februari 1905 No. 22 (Staatsblad van Nederlandsch-Indie No. 132) wilayah Pasir yang semula merupakan bagian dari Afdeeling Pasir en Tanah Boemboe menjadi afdeeling tersendiri bernama Afdeeling Pasir yang akan dipimpin oleh seorang Controleur. Controleur tersebut akan dibantu oleh seorang juru tulis pribumi, satu korps polisi bersenjata terdiri dari seorang instruktur Ambon, seorang sersan pribumi, dua kopral pribumi, dan tujuh polisi kelas 1 dan sepuluh polisi kelas 2.

Karena kurang kuatnya pengaruh Sultan Pasir, ketegangan kembali muncul, di antaranya Panglima Sentik, salah satu pemimpin kelompok/faksi anak radja (keluarga kerajaan), yang tidak ingin menyerahkan wilayah Pasir kepada Pemerintah Hindia Belanda. Dan sebuah pasukan dikirim ke Pasir untuk melakukan patroli untuk meredakan ketegangan (Juli).[60]

Sultan Ibrahim Chalil Оedin beberapa kali harus didenda oleh H.N.A Swart (Civiel en militair resident der Zuider-en Oosterafdeeling van Borneo) karena kurangnya kerja sama, sultan tidak hanya mengambil sikap pasif, tetapi sering mendukung dan melindungi orang-orang yang berniat buruk. Panglima Doedjot, pemimpin kelompok perusuh, diketahui sebagai seorang abdi dari sultan. Karena sultan ini tidak dapat diandalkan dan memiliki banyak pelanggaran, Swart mengusulkan untuk mencopotnya dan menggantinya dengan Radja Moeda, tetapi oleh pemerintah Hindia Belanda di Batavia ditolak.[61]

Tahun 1906.

Pada tanggal 28 Juli terdapat Perjanjian antara Kesultanan Pasir yang diwakili oleh Sultan Ibrahim Chalil Оedin dan beberapa pembesar kesultanan (Pangeran Kesoema Djaja Ningrat, Sultan Moeda, Pangeran Mantri, Pangeran Pandji, Pangeran Mas, dan Pangeran Depati) yang berisi kesepakatan pengalihan kekuasaan atas wilayah Pasir beserta semua hak yang timbul darinya kepada Pemerintah Hindia Belanda yang diwakili oleh Majoor Henri Nicolas Alfred Swart (Civiel en militair resident der Zuider-en Oosterafdeeling van Borneo), sehingga wilayah Pasir diakui berada di bawah pemerintahan langsung Pemerintah Hindia Belanda. Sebagai ganti rugi Pemerintah Hindia Belanda akan memberikan kompensasi sebesar f 327.267 sekaligus (tunai). Kontrak ini disetujui dan disahkan pada tanggal 22 Maret 1908, dengan ketentuan bahwa akan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1908.[62] [63]

Tahun 1907.

Para pembesar kesultanan masih merasa tidak puas, karena mereka memiliki keberatan terhadap penyerahan wilayah kepada Pemerintah Hndia Belanda, yang sebenarnya diinginkan oleh Sultan sendiri dan untuk itu mereka kembali disajikan dengan sebuah akta untuk ditandatangani (menggantikan yang dari 25 Juli 1905). Pasukan patroli Hindia Belanda mulai bertindak tegas; pengambilan senjata api khususnya menimbulkan ketidakpuasan di beberapa tempat.[64]

Tahun 1908.

Pada tanggal 1 Mei, penerapan pemerintahan langsung di Pasir dilakukan dengan memberikan kompensasi kepada pemimpin-pemimpin setempat; hanya Pangeran Pandji yang mengumpulkan keturunan kerajaan dan pengikut untuk mencoba mendapatkan kembali otoritas yang hilang; namun, karena sakit dan terpaksa pergi ke Bandjermasin, usahanya berakhir. Selain itu, ada juga seorang kepala Dayak, Demoeng, yang benar-benar melawan, tetapi setelah sedikit kekerasan dari patroli kami, dia juga menyerah.[65]

Wilayah Pasir setelah 1 Mei 1908.

Berdasarkan Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie van 22 Maart 1908 No. 1 (Staatsblad van Nederlandsch-Indie No. 268) terhitung mulai tanggal 1 Mei 1908, afdeeling Pasir yang berdasarkan pasal a Besluit van 9 Februari 1905 No. 22 (Staatsblad No. 132) merupakan bagian dari Karesidenan Zuider- en Oosterafdeeling van Borneo, akan dibawah pemerintahan langsung (rechtstreeksch bestuur) Pemerintah Hindia Belanda. Hal ini berarti wilayah Pasir yang semula merupakan wilayah otonom (zelfbestuur) yang dikelola oleh Kesultanan/Kerajaan Pasir menjadi dibawah kendali langsung Pemerintah Hindia Belanda, sehingga pemerintahan yang bercorak kerajaan/kesultanan dihapuskan sejak saat itu.[66]

Berdasarkan Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie van 22 Maart 1908 No. 1 (Staatsblad No. 274)[67] afdeeling Pasir dibagi menjadi 3 (tiga) distrik yang masing-masing dikepalai oleh seorang kepala distrik yang bertanggungjawab langsung ke seorang pejabat Controleur, yaitu:

A. Beneden-Pasir, mencakup daerah aliran sungai Pasir dari muaranya hingga pertemuannya dengan Sungai Samoe, serta daerah aliran sungai Samoe dan sungai-sungai yang bermuara ke laut di selatan Sungai Pasir dan di utara Tandjong-Aroe;

B. Boven-Pasir, mencakup daerah aliran sungai bagian hulu Pasir dari pertemuannya dengan Sungai Samoe hingga hulunya;

C. Adang dan Telakei, mencakup daerah aliran sungai Moeroe, Lombok, Adang, dan Telakei;

Controleur afdeeling Pasir akan dibantu oleh seorang pegawai eropa dan seorang pegawai pribumi yang juga diberi tugas sebagai Adjunct-Djaksa. Seorang Panghoeloe juga ditempatkan di afdeeling Pasir. Seorang Controleur di afdeeling Pasir juga akan berfungsi sebagai Pejabat Pelabuhan (Fungerend Havenmeester), selain itu juga akan ditempatkan pegawai Bea Cukai (Uitvoerrechten) dan seorang Pejabat Catatan Sipil (Ambtenaar van den Burgelijke Stand). Di afdeeling Pasir juga akan ada petugas/perusahaan Paketvaart yang akan melayani pelayaran terjadwal (mengangkut penumpang, barang, dan pos secara reguler).

Tahun 1909.

Belum ada pejabat Controleur yang ditunjuk, sehingga pejabat sementara pemimpin pemerintahan yang ditunjuk adalah Letnan Satu Infanteri S. D. Kramers yang sudah bertugas di Pasir sejak 25 Oktober 1905. Kepala masing-masing distrik (districthoofd) belum ada yang ditunjuk. Tercatat petugas agen Paketvaart di Pasir adalah Said Abdullah.[68]

Tahun 1910.

Masih belum ada pejabat Controleur yang ditunjuk, pejabat sementara yang menjalankan fungsi tersebut masih Letnan Satu Infanteri S. D. Kramers. Pejabat Bea Cukai (Uitvoerrechten) yang ditunjuk adalah D. A. Neijs, bertugas sejak 21 Juli 1909. Entji Kiraman ditunjuk sebagai kepala distrik Beneden-Pasir. Agen Paketvaart masih dijabat oleh Said Abdullah.[69]

Tahun 1911.

Letnan Satu S. D. Kramers masih menjalankan fungsi pejabat controleur, Petugas Catatan Sipil adalah A. F. V. d'Aquino. Pejabat Bea Cukai masih D. A. Neijs. Kepala Distrik Beneden-Pasir adalah Entji Kiraman. Kepala Distrik Boven-Pasir yang ditunjuk sebagai pejabat sementara adalah Albert Apoer, dan Kepala Distrik Adang dan Telakei adalah Badowa bin Soeta Ono yang telah bertugas sejak 29 April 1910. Agen Paketvaart yang baru ditunjuk adalah Hadji Moehamad Amin.[70]

Tahun 1912.

Berdasarkan Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie van 11 Mei 1912 No. 1 (Staatsblad No. 312) afdeeling Pasir dan afdeeling Tanah Boemboe digabung menjadi satu afdeeling baru yaitu Afdeeling Zuid-Oostkust van Borneo, dipimpin oleh Asisten-Residen berkedudukan di Kota Baroe dan dibagi menjadi tiga (3) onderafdeeling yaitu onderafdeeling Poeloe Laoet, onderafdeeling Tanah Boemboe, dan onderafdeeling Pasir. Onderafdeeling Pasir sendiri terdiri dari tiga (3) distrik yaitu Beneden Pasir, Boven Pasir dan Adang & Telakei, dipimpin oleh seorang Controleur dari Binnenlandsch Bestuur.

Pangeran Pandji, salah satu mantan penguasa wilayah di Pasir, berhasil mengkonversi lebih dari 3000 orang Dayak ke Islam dengan ancaman kedatangan orang Turki yang akan membunuh semua orang yang tidak beriman. Konversi massal ini berdampak pada daerah-daerah sekitarnya. Pangeran Pandji berusaha untuk mengangkat dirinya menjadi sultan Pasir dengan bantuan para mualaf baru; penangkapannya yang tepat waktu dan penahanannya di Bandjermasin mencegah terjadinya kerusuhan serius.[71]

Tahun 1913.

Seorang bernama Mat Djanang, pengikut Pangeran Pandji dari Pasir yang ditahan di Bandjermasin, mengkonversi banyak orang Dayak di Pasir ke Islam, meyakinkan mereka bahwa Jepang akan mengangkat kembali Pangeran Pandji sebagai sultan Pasir, dan semua orang yang tidak beriman akan dibunuh. Setelah penangkapan Matdjanang, semua pengikutnya meninggalkan Islam.[72]

Tahun 1914.

Di Bandjermasin, Martapoera, Pleihari, Kandangan, Negara, Amoentai, Moeara Teweh, Kota Baroe, Pegatan, Pantei, dan Pasir didirikan cabang-cabang Sarikat Islam, yang meningkatkan kehidupan keagamaan di kalangan penduduk Muslim.

Terjadi kerusuhan, namun berhasil ditumpas; Adji Moejoeh (saudara tiri Pangeran Pandji) ditangkap dan ditahan di Kota Baroe. Berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda tanggal 22 April 1914 no. 14 (Gouvernementsbesluit van 22 April 1914 no. 14) diasingkan ke Padang, tetapi meninggal di Pasir sebelum keberangkatannya.[73]

Tahun 1915.

Sekitar bulan Juni, terjadi perlawanan di Pasir, awalnya hanya di satu kampung, kemudian hampir di seluruh wilayah, sehingga perlawanan ini semakin mengarah pada karakter perlawanan yang serius.

Para pemimpin perlawanan termasuk Wana, Sabaja, Oema Bongkat (Oema Rongket) dari Bioe (Pasir Selatan), Kaka Degoe, seorang kepala Dayak dari pegunungan (Boven) Toejoe, Singa Ngara (Panglima Singa) dan Walik, keduanya adalah kepala dari wilayah Satioe (Pasir tengah), mendapatkan banyak pengikut dengan janji pembebasan dari kerja paksa (heerendiensten) dan pembayaran pajak. Meskipun alasan yang diajukan adalah tekanan dari pajak dan kerja paksa, penyebab sebenarnya lebih dalam, yakni balas dendam atas pemecatan pemimpin otonom (penguasa wilayah/landsgrooten) dan pengasingan Pangeran Pandji ke Bandjermasin (Pangeran Pandji diduga telah membuat pengikutnya bersumpah untuk membalas dendam terhadap para pejabat pemerintah Eropa di saat kematiannya, dengan harapan memulihkan pemerintahan otonom). Sarikat Islam menjadi senjata organisatoris yang kuat bagi mereka. Di bawah pimpinan Pangeran Mantri dan mantan sultan yang sebenarnya tidak memegang jabatan pemerintahan, tetapi memiliki kendali nyata, anggota Sarikat Islam direkrut dan perlawanan terhadap Pemerintah dijadikan tujuan utama mereka.

Awalnya, pihak Pandji yang bermusuhan, yang mencari dukungan di kalangan Dayak, dan pihak sultan, yang anggotanya adalah orang-orang Muslim Pasir, berdamai untuk bersama-sama melawan Pemerintah. Pergantian pejabat pemerintahan yang terus-menerus dalam lima tahun terakhir menyebabkan kurangnya pengetahuan tentang apa yang terjadi di Pasir sampai perlawanan pecah.

Awalnya, patroli dilakukan oleh Kontrolir Pasir bersama patroli polisi bersenjata bekerja sama dengan patroli militer dari Kandangan. Pada bulan Agustus, satuan infanteri dari Bandjermasin tiba untuk memberikan bantuan. Meskipun patroli terus dilakukan dan dari waktu ke waktu orang-orang jahat dilumpuhkan, perlawanan malah meningkat, bahkan setelah para pemimpin Wana dan Panglima Singa ditangkap.

Pada bulan November, dua brigade infanteri dari Kandangan tiba, dan mereka berhasil bertemu dengan musuh di wilayah Sungai Rangan, memaksa musuh melarikan diri. Muncul pemimpin baru: Andin Ngoko dan saudaranya Andin Gedang, yang pada tanggal 29 November melancarkan serangan ke Tanah Grorot, namun berhasil dipukul mundur. Pada tanggal 1 Desember, bala bantuan tiba lagi, yakni satu kompi infanteri dari Jawa. Namun, patroli sejauh ini belum memberikan hasil yang memuaskan.[74]

Tahun 1916.

Pada bulan Februari, mantan sultan Ibrahim Chaliloedin, saudara laki-lakinya Pangeran Mantri, Pangeran Prawira, dan Radja Moeda dibawa ke Bandjermasin; Radja Moeda, yang terbukti tidak terlibat dalam perlawanan, diizinkan untuk kembali ke Pasir. Terungkap bahwa Pangeran Mantri, didukung oleh mantan sultan, menggunakan cabang Sarikat Islam di Pasir untuk mengorganisir perlawanan.

Pada bulan Mei dan Juni menangkap para pemimpin perlawanan seperti Andin Ngoko, Anding Oedang, Kaka Degoe, dan Oema Bongkat; sementara Sabaja dan lainnya terus melarikan diri, tetapi tidak lagi berani melakukan perlawanan terhadap Pemerintah. Sebagian besar penduduk kembali ke kampung mereka.[75]

Tahun 1917.

Sarikat Islam mengalami penurunan eksistensi, di mana bahkan kongres pada tanggal 27 Mei di Bandjermasin di bawah pimpinan Tjokro Aminoto, yang khusus datang dari Jawa, tidak mampu membawa perubahan. Kontribusi hampir tidak dibayarkan. Hanya di Bandjermasin dan Martapoera ada kemajuan, yaitu pendirian sekolah agama untuk anak-anak. Cabang di Pasir dibubarkan berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda tanggal 19 November 1917 no. 43 karena dianggap berbahaya bagi ketertiban dan kedamaian umum, karena peran cabang ini dalam perlawanan.

Beberapa pemimpin kelompok perlawanan ditangkap oleh patroli, namun sebagian besar secara sukarela menyerahkan diri; yang terakhir yang menyerahkan diri adalah Sabaja (Desember). Pangkalan di luar Tanah Grogot ditarik mundur, kekuatan militer dikurangi menjadi satu kompi, yang ditempatkan di Tanah Grogot. Tunjangan tetap bagi mantan sultan, Ibrahim Chaliloedin, dan Pangeran Mantri, yang terlibat dalam perlawanan, dicabut. Berdasarkan Keputusan Pemerintah HIndia Belanda tanggal 31 Juli 1918 no. 25, mantan sultan diasingkan ke Telok Betong (Bandar Lampung), Pangeran Mantri ke Padang, Pangeran Prawira ke Banjoemas, dan Adji Moejoeh ke Benkoelen.[76]

Pemerintahan & Komposisinya.

Administrasi Pemerintahan.

Pada tahun 1905-an, hierarki pemerintahan di wilayah Pasir beserta komposisinya diuraikan sebagai berikut:[77] [78]

Sultan adalah pemimpin tertinggi di wilayah Pasir. Sultan Ibrahim Chalil Oedin (sultan ke-10) yang menduduki jabatan tersebut, adalah cucu dari Sultan Mohamad Sepoeh (Sultan ke-7) dari pihak ibu dan keturunan Bugis dari pihak ayah. Di bawahnya dalam urutan ada sultan moeda atau pewaris takhta yang ditunjuk,  pada saat itu adalah Adji Ngessi (Adji Njesei) bergelar Pangeran Kesoema Djaja Ningrat, yang berasal dari garis keturunan Sultan Soleiman (Sultan ke-2), adalah buyut dan leluhurnya dari garis ayahnya, sedangkan Sultan Adam (Sultan ke-4) adalah kakeknya dari garis ibunya.

Terdapat Dewan Penasihat yang terdiri dari lima orang pembesar wilayah (landsgrooten). Mereka bertugas untuk memberikan nasihat kepada Sultan dalam menyelesaikan berbagai urusan dan juga bertindak sebagai pengadilan tertinggi. Sultan bertindak sebagai ketua Dewan Penasihat. Jika Sultan berhalangan hadir, Sultan Moeda yang akan menggantikannya.

Berikut 5 pembesar wilayah (landsgrooten) di Pasir:

  1. Adji Moeda, putra almarhum Sultan Ibrahim dan Dajang Saoena, dengan nama dan gelar Pangeran Soeria Nata.
  2. Adji Medja alias Daeng Sawidi, putra Andin Kaga dan Adji Mingkoe, dengan nama dan gelar Pangeran Mantri.
  3. Adji Andei, putra almarhum Sultan Abdoel Rachman dan Dajang Oewit, dengan nama dan gelar Pangeran Pandji.
  4. Pangeran Mas, bukan dari keturunan kerajaan, tetapi menikah dengan seorang saudari dari almarhum Sultan Mohamad Ali.
  5. Pangeran Depati, bukan dari keturunan kerajaan, tetapi menikah dengan seorang putri dari almarhum Sultan Mohamad Sepoeh.

Pejabat pelabuhan (sjahbandar) ditempatkan di muara Sungai Pasir, Telakei, dan Adang. Namun, sejak pengenaan hak tol dan pengelolaan pelabuhan diambil alih oleh Pemerintah Hindia Belanda, jabatan-jabatan tersebut telah dihapuskan. Pemuka agama di wilayah Pasir dipimpin oleh seorang Imam.

Wilayah Pasir di bagi ke dalam subbagian-subbagian (seperti distrik), dengan masing-masing pemimpin adalah sebagai berikut:

  1. Wilayah aliran sungai dari hilir Sungai Pasir yaitu di hilir Muara Samoe, dipimpin oleh Sultan sendiri berkedudukan di Pasir.
  2. Wilayah aliran Sungai Samoe, dipimpin oleh Andin Roentay berkedudukan di Samoe.
  3. Wilayah aliran hulu Sungai Kendilo dari Muara Samoe sampai ke hulu, dipimpin oleh Pangeran Sjarif Nata, berkedudukan di Salinau/Salinan/Selinan.
  4. Wilayah aliran sungai-sungai yang bermuara ke laut di selatan Sungai Pasir dan di utara Tanjung Aroe. Pangeran Ratoe Agoeng bergelar Radja Besar sebagai pemimpin daerah ini dan berkedudukan di Teboeroek (Taberock).
  5. Wilayah aliran Sungai Moeroe, Sungai Lombok, dan hilir Sungai Adang. Pangeran Peraboe Anoem Kasoema Adininingrat (Pangeran Praboe Anom Kesoema Adiningrat) sebagai pemimpinnya, berkedudukan di Samoentai (Semoentei).
  6. Wilayah aliran hulu Sungai Adang. Pangeran Singa sebagai pemimpin, berkedudukan di Long Towo (Oeloeng Towo).
  7. Wilayah Hilir Sungai Telakei. Dipimpin oleh Sultan Ibrahim Chalil Oedin, diwakili oleh seorang wakil dengan gelar Raden Mas Politie, berkedudukan di Sabakong (Sebakong).
  8. Wilayah Hulu Sungai Telakei. Pemimpinnya adalah Adji Mas alias Adji Raden di Long Toejoe (Oeloeng Toejoek) dan Adji Djaja di Long Nikan (Oeloeng Nikan).
  9. Wilayah aliran Sungai Pasir, dipimpin oleh Pangeran Wangsa, berkedudukan di Semboerak.

Gelar para keturunan bangsawan, baik laki-laki maupun perempuan, adalah Adji. Kerabat jauh disebut Andin. Jika mereka memimpin kampung, mereka tetap mempertahankan gelar-gelar tersebut. Kepala kampung lainnya disebut Kapitan oleh orang Bugis, Kapitan dan Poenggawa oleh orang Badjo, dan Rangga, Temanggoeng, Poenggawa, Kjahi, dan Raden oleh orang Pasir dan Dajaks.

Sebelum masa pemerintahan Sultan Ibrahim Chalil Oedin, selain sultan sebagai pemimpin tertinggi, pemerintahan dipegang oleh Pangeran Mangkoe Boemi atau Rijksbestuurder (administrator). Di bawahnya, setiap suku memiliki pemimpinnya sendiri.[79]

Pendapatan Sultan.

Sultan Ibrahim Chaliel-Oeddien (memerintah : 1847 s.d 1857).

Monopoli atas emas yang digali, Bea masuk (impor) atas semua barang sebesar 4%, Bea keluar (ekspor) atas rotan sebesar 10%, Pajak kepala satu gulden per keluarga, Pajak atas Orang Badjau, Pendapatan dari tebing sarang burung (walet), Denda yang dikenakan sebagai hukuman[80].

Sultan Mohamad Alie Adil Chalifat'oel Moeminin (memerintah : 14 Februari 1888 s.d Oktober 1890).

Bea masuk (pajak impor) sebesar 5%, Pajak Ekspor sebesar 5%, Pajak Kepala (pria dewasa berusia 17 hingga 50 tahun), Pajak 10% atas hasil tanaman padi, Pajak 10% atas hasil produk hutan, Pajak pohon kelapa (2 buah kelapa matang dari setiap pohon tiap tahun), Heerendiensten (kerja wajib penduduk)[81].

Sultan Ibrahim Chalil Oedin (memerintah: 27 November 1900 s.d 1 Mei 1908).

Hak Pengenaan Bea Masuk, Bea Keluar serta Cukai, eksploitasi semua sumber pendapatan lainnya, diserahkan Sultan ke Pemerintah Hindia Belanda, dan sebagai ganti rugi akan hal-hal tersebut, Pemerintah Hindia Belanda membayar kepada Sultan dan Para pemimpin ganti rugi sebesar total f16.800 (enambelas ribu delapan ratus gulden) per tahun, dengan ketentuan ganti rugi sebesar f11.200 (sebelas ribu duaratus gulden) per tahun kepada Sultan, dan sejumlah f5.600 (lima ribu enam ratus gulden) per tahun kepada seluruh pembesar wilayah (landsgrooten) secara bersama-sama, semua itu akah dilakukan dalam 12 (duabelas) pembayaran bulanan yang sama besar[82].

Nama-Nama Kampung.

Dalam kunjungannya ke wilayah Pasir tahun 1850, Gallois (Resident Der Zuid- En Oosterafdeeling van Borneo) menyebut 2 (dua) kampung yaitu Rampa (terletak di Muara Sungai Pasir) & Pasir (Ibukota Kerajaan).[83]

Johannes Jacobus de Hollander mencatat bahwa pada tahun 1864 terdapat nama-nama kampung sebagai berikut: Boesoei, Terobok, Pasir (Ibukota Kerajaan), Rampa, Paraga, Saboen Toeroeng, & Terinsing.[84]

Dalam dokumen kontrak politik antara Sultan Mohamad Alie Adil Chalifat'oel Moeminin dan pemerintah Hindia Belanda (Willem Broers, Resident der Zuider- en Oosterafdeeling van Borneo) tahun 1889, termaktub nama-nama kampung yaitu: Pasir (tempat penandatanganan kontrak politik), Segendang, Perpat, Berombang, Adang, Telakei, Lembok, Silong, Pasir Lama, Setijoe, Kasoengei, Koewaroe, Labesie, Seratei, Laboeran, Moengkoe, Belingkong, Samoe, Bioe, Seboerangan, Koeman, Pamoejaran, & Senipa.[85]

Pada tahun 1905, dalam tulisan karya A.H.P.J. Nusselei[86] membagi wilayah di Kesultanan Pasir menjadi 9 (sembilan) bagian beserta nama-nama kampung yang termasuk didalamnya, yaitu:

  1. Daerah aliran sungai bagian hulu Sungai Pasir, yaitu mulai dari mulutnya di Selat Makassar hingga sungai itu bergabung dengan Sungai Samoe. Memiliki perkampungan antara lain: Kampong Badjou (di muara sungai Pasir), Tabanio, Tanah Grogot, Pabentjongan, Tapian Batang, Pakot Lolo, Pasir (ibukota kesultanan), Sangkoeriman, Pakot Baroe, Rantau Gedang, Pakot Damik, Pakot Bekasa, dan Pakot Lampesoe.
  2. Daerah aliran Sungai Samoe. Tidak disebutkan nama-nama perkampungannya.
  3. Daerah aliran Sungai Pasir bagian hulu, yaitu dari muara sungai dengan Sungai Samoe hingga ke sumbernya. Perkampungan yang disebut: Oedjoeng Polak, Toekarsama, Semborong, Sebentang (Barashoeri ?), Roesoei, Salinan, Batoe Botak (Sebuah kampung yang terkenal karena memberikan bantuan kepada pihak Pangeran Antassari & Pangeran Hidayat II selama "Perang Banjarmasin". Ini tercatat dalam karya Van Rees, Bagian II, halaman 317), Oeloeng Soeroe, Terobok, Loeasi, Sawah Djamban, Djamban, Tandjong Djebok (Oeloeng Loesang), Koejoe, Oeloeng Roeroen & Oeloeng Sarang.
  4. Daerah aliran sungai-sungai yang bermuara di selatan Sungai Pasir dan di utara Tandjoeng Aroe atau Ruige-Hoek di Selat Makassar. Nama perkampungan yang disebutkan: Bekang, Paron, Karang, Taberoek, Pat & Landing.
  5. Daerah aliran sungai Moeroe dan sungai Lombok serta muara Sungai Adang. Daerah ini terdiri dari: Lemo Lemo, Samoentai, Pakot Kwaro, & Pasir Majang.
  6. Daerah aliran sungai Adang bagian atas (hulu). Perkampungan yang disebut: Pakot Pait, Oeloe Towo, Oeloeng Itis, Krajang, dan Kempen.
  7. Daerah Hilir Sungai Telakei. Nama-nama perkampungan yang disebut: Sabakong, Ambaloet, Oeloeng Kali, Mendik, Soemik, Sekoelit, & Telak Moenggoe.
  8. Daerah Sungai Hulu Telakei. Perkampungan yang disebut: Oeloeng Toejoek, Baur Lalang, Loetar, Oeloeng Nikan, & Moeara Lambakan.
  9. Daerah aliran Sungai Pias (sebuah anak sungai sisi kanan dari Telakei). Semboetak adalah satu-satunya kampung di daerah tersebut.

Pendidikan.

Di Tanah Grogot, sejak tahun 1912 sudah ada sekolah rakyat. Pada tahun 1917 dan 1918, sekolah serupa dibuka di Sabakong, Semborong, dan Kerang. Sekolah di Sebakong berkembang dengan baik, begitu juga yang di Semborong, namun sekolah di Kerang ditutup pada tahun 1926 karena kekurangan murid. Sebaliknya, pada tahun 1927, sekolah-sekolah dibuka di Pasir Majang dan Bioe.

Sekolah di Moeara Kwaro, yang dibuka pada tahun 1919, dipindahkan ke Moeara Koemam pada tahun 1925, dan sejak itu ditutup karena kekurangan murid. Sejak tahun 1919, Damit dan Long Ikis juga memiliki sekolah rakyat mereka. Di Pasir, ada sekolah pribumi kelas dua dengan tiga guru. Jumlah total siswa yang menerima pendidikan pada 1 September 1927 adalah 174.[87]

Keanekaragaman Hayati.

Dalam sebuah tulisan tahun 1927 karya S.W. Reeman (Kapitein der Infanterie)[88], mencatat keanekaragaman hayati yang ada di Paser, antara lain:

Hewan.

Macan Dahan, Beruang Madu, Badak, Banteng, Kerbau Liar, Rusa, Kidang, Kijang Kerdil, Babi Hutan, Bekantan, Monyet, Owa-Owa, dan Buaya.

Tumbuhan.

Rotan: Segah (Taman), Djoengan (Gelang), Soko (Satop Atau Soeltoep), Rotan Lilin, Rotan Ilatoeng (Kotak), Rotan Sikan (untuk membuat tikar), Semamboe (Rotan Toehoe).

Getah Perca: Getah Soesoe (Gitaan), Getah Pantoeng, Getah Natoe.

Pohon Kayu: Ulin, Natoe, Lanan, Bangkirai, Keruing, Marsimpa, Rawali, Bungur, Djinga, Binoeang, Ipil, Madang Tandoek, Madang Teloer, Balangiran, Bajoer, Soengkei, Galam, Tingi.

Bambu: Bambu Betong, Bambu Piring, Boeloeh, Paring Tali, Pasa (Terangboli), Temiang, dan Haoer.

Palmae: Rumbia, Nipah, Niboeng, Aren, Solak, Sirang, Pinang, Kelapa, Bolang (Siwalan), Rasi, dan Mako.


Galeri.

Peta Wilayah Pasir (Circa 1936), termuat dalam karya W. van Slooten (Memorie van Overgave van de onderafdeling Pasir)
Silsilah Kesultanan Pasir (termuat dalam karya S.W. Reeman (Militiare Memorie Betreffende de onderafdeling Pasir, 1927)
Sketsa Peta Wilayah Onderafdeeling Pasir Tahun 1919 dalam karya Kapitein der Infanterie G. Minderman berjudul (Memorie samengesteld)







Referensi.

  1. ^ Van Dijk, Ludovicus Carolus Desiderius (1862). Neerland's Vroegste Betrekkingen Met Borneo, Den Solo-Archipel, Cambodja, Siam En Cochin-China. Amsterdam: J. H. Scheltema. hlm. 24–25. ISBN 978-1018679624. 
  2. ^ Almanak En Naamregister van Nederlandsch Indie Voor Het Jar 1849. Batavia (Jakarta): Ter Lands Drukkerij. 1849. hlm. 99. 
  3. ^ Almanak En Naamregister van Nederlandsch Indie Voor Het Jar 1850. Batavia (Jakarta): Ter Lands Drukkerij. 1850. hlm. 101. 
  4. ^ Gallois, Jacobus Gerardus Arnoldus (1856). Korte Aanteekeningen, Gehouden Gedurende Eene Reis Langs De Oostkust Van Borneo. Batavia (Jakarta): Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië. hlm. 256. 
  5. ^ Bock, Carl (1887). Reis In Oost En Zuid-Borneo Van Koetei Naar Banjermassin, Ondernomen Op Last Der Indische Regeering In 1879 En 1880. 'S Gravenhage (Den Haag): Martinus Nijhoff. hlm. XLVI. 
  6. ^ Nusselein, A.H.P.J. (1905). Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, Deel 58, 1905. (Beschrijving van het Landschap Pasir). 's Gravenhage (The Hague). Martinus Nijhoff; Reeman, S.W. (1927). Militiare Memorie Betreffende de Onderafdeling Pasir; dan Slooten, Van W. (1936). Memorie van Overgave van de Onderafdeling Pasir.
  7. ^ Slooten, Van W. (1936). Memorie van Overgave van de Onderafdeling Pasir
  8. ^ Van Slooten, S.W (1936). Memorie van Overgave van de Onderafdeling Pasir (Memorie betreffende de Onderafdeeling Pasir). 
  9. ^ Veth, Pieter Johannes (1854). Borneo's Wester-Afdeeling. Zaltbommel (Bommel): Joh. Noman En Zoon. hlm. 237–238. ISBN 978-1145411753. 
  10. ^ Van Dijk, Ludovicus Carolus Desiderius (1862). Neerland's Vroegste Betrekkingen Met Borneo, Den Solo-Archipel, Cambodja, Siam En Cochin-China. Amsterdam: J. H. Scheltema. hlm. 24–25. ISBN 978-1018679624. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-04-30. Diakses tanggal 2024-04-30. 
  11. ^ Van Dijk, Ludovicus Carolus Desiderius (1862). Neerland's Vroegste Betrekkingen Met Borneo, Den Solo-Archipel, Cambodja, Siam En Cochin-China. Amsterdam: J. H. Scheltema. hlm. 33–34. ISBN 978-1018679624. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-04-30. Diakses tanggal 2024-04-30. 
  12. ^ Goh, Yoon Fong (1969). Trade and politics in Banjarmasin 1700-1747 (PhD thesis) (PDF). London: SOAS University of London. hlm. 33. doi:10.25501/SOAS.00026213. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2024-04-30. Diakses tanggal 2024-04-30. 
  13. ^ Bock, Carl (1887). Reis in oost en zuid-Borneo van Koetei naar Banjermassin, ondernomen op last der Indische regeering in 1879 en 1880. Batavia (Jakarta): Martinus Nijhoff. hlm. VIII. ISBN 978-1162405278. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-04-30. Diakses tanggal 2024-04-30. 
  14. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 10. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-15. Diakses tanggal 2024-05-15. 
  15. ^ Blok, Roelof (1848). Beknopte geschiedenis van het Makassaarsche Celebes en onderhoorigheden (Tijdschrift Voor Nederlandsch Indie Jaargang X, 1848). Batavia (Jakarta): Ter Drukkerij Van Het Bataviaasch Genootschap. hlm. 68–69. 
  16. ^ Veth, Pieter Johannes (1854). Borneo's Wester-Afdeeling. Zaltbommel (Bommel): Joh. Noman En Zoon. hlm. 238. ISBN 978-1145411753. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-04. Diakses tanggal 2024-05-04. 
  17. ^ Blok, Roelof (1848). Beknopte geschiedenis van het Makassaarsche Celebes en Onderhoorigheden (Tijdschrift Voor Nederlandsch Indie, Jaargang X, 1848). Batavia (Jakarta): Ter Drukkerij Van Het Bataviaasch Genootschap. hlm. 68–69. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-04-30. Diakses tanggal 2024-05-04. 
  18. ^ Veth, Pieter Johannes (1854). Borneo's Wester-Afdeeling. Zaltbommel (Bommel): Joh. Noman En Zoon. hlm. 238. ISBN 978-1145411753. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-04. Diakses tanggal 2024-05-04. 
  19. ^ Bock, Carl (1887). Reis in oost en zuid-Borneo van Koetei naar Banjermassin, ondernomen op last der Indische regeering in 1879 en 1880. Batavia (Jakarta): Martinus Nijhoff. hlm. XIV–XLX. ISBN 978-1162405278. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-04-30. Diakses tanggal 2024-04-30. 
  20. ^ Blok, Roelof (1848). Beknopte geschiedenis van het Makassaarsche Celebes en Onderhoorigheden (Tijdschrift Voor Nederlandsch Indie, Jaargang X, 1848). Batavia (Jakarta): Ter Drukkerij Van Het Bataviaasch Genootschap. hlm. 69. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-04-30. Diakses tanggal 2024-05-04. 
  21. ^ von de Wall, Hermann (1849). Indisch Archief (Extract uit de dagelijksche aanteekeningen van den civielen gezaghebber voor Koeti en de Oostkust van Borneo, H. von Dewall, op eene reis van Bandjarmassin naar Koetei, Passier, en van daar terug naar Bandjarmassin). Batavia (Jakarta): Lange & Co. hlm. 93. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-08-02. Diakses tanggal 2024-05-04. 
  22. ^ Goh, Yoon Fong (1969). Trade and politics in Banjarmasin 1700-1747 (PhD thesis) (PDF). London: SOAS University of London. hlm. 148. doi:10.25501/SOAS.00026213. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2024-04-30. Diakses tanggal 2024-04-30. 
  23. ^ Bock, Carl (1887). Reis in oost en zuid-Borneo van Koetei naar Banjermassin, ondernomen op last der Indische regeering in 1879 en 1880. Batavia (Jakarta): Martinus Nijhoff. hlm. XXVIII. ISBN 978-1162405278. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-04-30. Diakses tanggal 2024-04-30. 
  24. ^ Bock, Carl (1887). Reis in oost en zuid-Borneo van Koetei naar Banjermassin, ondernomen op last der Indische regeering in 1879 en 1880. Batavia (Jakarta): Martinus Nijhoff. hlm. XLVI. ISBN 978-1162405278. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-04-30. Diakses tanggal 2024-04-30. 
  25. ^ Bock, Carl (1887). Reis in oost en zuid-Borneo van Koetei naar Banjermassin, ondernomen op last der Indische regeering in 1879 en 1880. Batavia (Jakarta): Martinus Nijhoff. hlm. XLVII. ISBN 978-1162405278. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-04-30. Diakses tanggal 2024-04-30. 
  26. ^ Veth, Pieter Johannes (1854). Borneo's Wester-Afdeeling. Zaltbommel (Bommel): Joh. Noman En Zoon. hlm. LIX. ISBN 978-1145411753. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-04. Diakses tanggal 2024-05-04. 
  27. ^ Gallois, Jacobus Gerardus Arnoldus (1856). Korte Aanteekeningen, Gehouden Gedurende Eene Reis Langs De Oostkust Van Borneo. Batavia (Jakarta): Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië. hlm. 221. 
  28. ^ Overeenkomsten met Inlandsche Vorsten in den OostIndischen Archipel, Vol. XXI, 1864-1865) (PDF). s'Gravenhage (The Hague): Landsdrukkerij. 1865. hlm. 3. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2024-05-02. Diakses tanggal 2024-05-02. 
  29. ^ Nusselein, A.H.P.J. (1905). Beschrijving Van Het Landschap Pasir (Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, Deel 58, 1905). 's Gravenhage (The Hague): Martinus Nijhoff. hlm. 532. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-03. Diakses tanggal 2024-05-02. 
  30. ^ Gallois, Jacobus Gerardus Arnoldus (1856). Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 1856 (Korte Aanteekeningen, Gehouden Gedurende Eene Reis Langs De Oostkust Van Borneo). Batavia (Jakarta): Van Haren, Noman En Kolff. hlm. 257. 
  31. ^ Almanak En Naamregister van Nederlandsch-Indie voor 1858. Batavia (Jakarta): Ter Lands-Drukkerij. 1858. hlm. 134. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-05. Diakses tanggal 2024-05-04. 
  32. ^ Staatsblad Van Nederlandsch-Indie Voor Het Jaar 1849 (Verdeeling van het Eiland Borneo in twee afdeelingen, onder de benaming van Wester afdeeling en Zuid en Ooster afdeeling, Besluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, van den 27sten Augustus 1849, No. 8). Batavia (Jakarta): Ter Lands-Drukkerij. 1849. hlm. Lijst No. 40. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-05. Diakses tanggal 2024-05-05. 
  33. ^ Gallois, Jacobus Gerardus Arnoldus (1856). Korte Aanteekeningen, Gehouden Gedurende Eene Reis Langs De Oostkust Van Borneo, Verrigt Op Last Van Het Nederlandsch Indisch Gouvernement, 1850. Batavia (Jakarta): Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië. hlm. 256–257. 
  34. ^ Bijlagen Van Het Verslag De Handelingen Van De Tweede Kamer Der Staten-Generaal 1864-1865, Overeenkomsten, contracten enz. met inlandsche Indische Vorsten, XXI.25,. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1865. hlm. 212 (artikel/pasal 34). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-05. Diakses tanggal 2024-05-05. 
  35. ^ Almanak En Naamregister Van Nederlandsch-Indie Voor 1859. Batavia (Jakarta): Ter Lands-Drukkerij. 1859. hlm. 138. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-08-02. Diakses tanggal 2024-05-05. 
  36. ^ "Kolonien. De laatste berigten uit Banjermasing zijn gedagteekend Amonthay 20 october". Middelburgsche Courant. 17 Januari 1861. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-05. Diakses tanggal 2024-05-05. 
  37. ^ van Rees, W.A. (1866). Eene Bijdrage Tot De Indische Krijgsgeschiendenis. De Bandjermasinsche krijg van 1859-1863 (De Gids, Dertigste Jaargang, Vierde Jaargang, Derde Deel, 1866). Amsterdam: P.N. Van Kampen. hlm. 71. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-06. Diakses tanggal 2024-05-05. 
  38. ^ 1865. Van Rees, W. A. De Bandjermasinsche Krijg van 1859-1863, Tweede Deel, Arnhem, D. A. Thieme. hlm. 324-326.
  39. ^ Bijlagen Van Het Verslag De Handelingen Van De Tweede Kamer Der Staten-Generaal 1864-1865, Overeenkomsten, contracten enz. met inlandsche Indische Vorsten, XXI.25,1865. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1865. hlm. 210–213. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-05. Diakses tanggal 2024-05-05. 
  40. ^ "Kolonien. De Sultan van Passir heeft men er toe gekregen, dat hij een kotrakt met het goevernement heef geteekend". Middelburgsche Courant. 1862-06-28. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-06. Diakses tanggal 2024-05-06. 
  41. ^ "Per telegraaf, via Soerabaija, zijn de volgende berigten, loopende tot den 2den dezer, van Bandjermassing ontvangen". Nieuwedieper Courant. 1862-08-31. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-06. Diakses tanggal 2024-05-06. 
  42. ^ Bijlagen Van Het Verslag De Handelingen Van De Tweede Kamer Der Staten-Generaal 1864-1865. XXI.27. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1865. hlm. 212–213. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-05. Diakses tanggal 2024-05-05. 
  43. ^ Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. ZITTING 1877 – 1878. - 1OO. Acte van Bevestiging van Sultan Sepoeh Adil Chalifatoel Moeminin als vorst van Pasir. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1878. hlm. 2. 
  44. ^ Koloniaal Verslag van 1866, Hoofdstuk C (PDF). Netherlands. Departement van Kolonien. 1866. hlm. 20. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2024-05-10. Diakses tanggal 2024-05-06. 
  45. ^ Regerings-Almanak voor Nederlandsch-Indie, Voornaamste Inlandsche Vorsten. Batavia (Jakarta): Lands-Drukkerij. 1870. hlm. 200. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-06. Diakses tanggal 2024-05-06. 
  46. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 62. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-15. Diakses tanggal 2024-05-15. 
  47. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 62. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-15. Diakses tanggal 2024-05-15. 
  48. ^ Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. ZITTING 1877 – 1878. - 1OO.5. Pasir. (Nota van Toelichting.). Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1878. hlm. 3. 
  49. ^ Staatsblad van Nederlandsch-Indie over Het Jaar 1884 (Staatsblad No. 35). Batavia (Jakarta): Landsdrukkerij. 1885. 
  50. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer. Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. ZITTING 1888 1889. - 103.8. AKTE VAN BEVESTIGING. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1889. hlm. 7. 
  51. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer. Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. ZITTING 1888 1889. - 103.8. Akten van Verband En van Bevestiging. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1889. hlm. 7. 
  52. ^ Handelingen van de Staten-Generaal 1889-1890, ZITTING 1890 1891. 112. Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. No. 18. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1890. hlm. 12. 
  53. ^ Zitting 1897-1898.-5 Koloniaal Verslag van 1897 I. Nederlandsch (Oost) Indie. Verslag. No. 2 (Bijlagen C van het verslag der handelingen van de Tweede Kamer der Staten-Generaal). Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1897. hlm. 24–25. 
  54. ^ Politiek Beleid En Bestuurszorg in de Buitenbezittingen (Tweede Gedeelte A. Hoofdstuk III : Historisch Overzicht 1899-1908). Batavia (Jakarta): Landsdrukkerij. 1909. hlm. 94. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-14. Diakses tanggal 2024-05-14. 
  55. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1901-1902.169, Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel No. 12 & No. 29. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1902. 
  56. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1901-1902.169, Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel No. 10 & No. 11. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1902. 
  57. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1901-1902.169, Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel No. 6 & No. 9. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1902. 
  58. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1903 1904. 201.Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. No. 33 & No. 34. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1905. 
  59. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 84. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-15. Diakses tanggal 2024-05-15. 
  60. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 86. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-15. Diakses tanggal 2024-05-15. 
  61. ^ Swart, H.N.A (1906). Memorie van overgave van het Bestuur der residentie Zuider- en Oosterafdeeling van Borneo. hlm. 29–30. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-12. Diakses tanggal 2024-05-10. 
  62. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1908 1909. 311.Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. No 44-45. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1909. 
  63. ^ Handelingen der Staten-Generaal, Bijlagen Tweede Kamer, 1908-1909-311, No. 1. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1909. 
  64. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 88. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-15. Diakses tanggal 2024-05-15. 
  65. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 89. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-15. Diakses tanggal 2024-05-15. 
  66. ^ Staatsblad van Nederlandsch-Indie over het jaar 1908. Batavia (Jakarta): Landsdrukkerij. 1909. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-21. Diakses tanggal 2024-05-21. 
  67. ^ Staatsblad van Nederlandsch-Indie over het jaar 1908 No. 274. Batavia (Jakarta): Landsdrukkerij. 1909. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-21. Diakses tanggal 2024-05-21. 
  68. ^ Regeerings Almanak voor Nederlansch-Indie 1909 Tweede Gedeelte. Batavia (Jakarta): Landsdrukkerij. 1909. hlm. 254–255, 698, 882, 957. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-21. Diakses tanggal 2024-05-21. 
  69. ^ Regeerings Almanak voor Nederlansch-Indie 1910 Tweede Gedeelte. Batavia (Jakarta): Landsdrukkerij. 1910. hlm. 254–255, 681, 689, 872, 948. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-21. Diakses tanggal 2024-05-21. 
  70. ^ Regeerings Almanak voor Nederlansch-Indie 1911 Tweede Gedeelte. Batavia (Jakarta): Landsdrukkerij. 1911. hlm. 262, 696, 902, 980. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-21. Diakses tanggal 2024-05-21. 
  71. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 93. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-15. Diakses tanggal 2024-05-15. 
  72. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 94. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-15. Diakses tanggal 2024-05-15. 
  73. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 95. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-15. Diakses tanggal 2024-05-15. 
  74. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 96–97. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-15. Diakses tanggal 2024-05-15. 
  75. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 97–98. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-15. Diakses tanggal 2024-05-15. 
  76. ^ Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin: Drukkerij: Liem Hwat Sing. hlm. 98. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-15. Diakses tanggal 2024-05-15. 
  77. ^ Nusselein, A.H.P.J. (1905). Beschrijving Van Het Landschap Pasir (Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1905). 's Gravenhage (The Hague): Martinus Nijhoff. hlm. 562–564. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-03. Diakses tanggal 2024-05-02. 
  78. ^ Reeman, S.W. (1927). Militiare Memorie Betreffende de Onderafdeling Pasir. hlm. 43–45. 
  79. ^ De Hollander, Joannes Jacobus (1864). Handleiding Bij De Beoefening Der Land- En Volkenkunde Van Nederlandsch Oost-Indië, Tweede Deel. Te Breda (Breda): ter Drukkerij van de Gebroeders NYS. hlm. 147–148. ISBN 978-1149818619. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-07. Diakses tanggal 2024-05-07. 
  80. ^ Gallois, Jacobus Gerardus Arnoldus (1856). Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 1856 (Korte Aanteekeningen, Gehouden Gedurende Eene Reis Langs De Oostkust Van Borneo). Amsterdam: Frederik Muller. Batavia (Jakarta). Van Haren, Noman En Kolff. 
  81. ^ Handelingen van de Staten-Generaal 1889-1890. ZITTING 1890 1891. - 112. Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. PASIR. CONTRACT. Nº. 18
  82. ^ ZITTING 1901 - 1902. - 169. Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. PASIR. SUPPLETOIR CONTRACT. N°. 6. SUPPLETOIRE OVEREENKOMST MET PASIR.
  83. ^ Gallois, Jacobus Gerardus Arnoldus (1856). Korte Aanteekeningen, Gehouden Gedurende Eene Reis Langs De Oostkust Van Borneo, Verrigt Op Last Van Het Nederlandsch Indisch Gouvernement. Batavia (Jakarta): Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië. hlm. 256. 
  84. ^ De Hollander, Joannes Jacobus (1864). Handleiding Bij De Beoefening Der Land- En Volkenkunde Van Nederlandsch Oost-Indië, Tweede Deel. Te Breda (Breda): ter Drukkerij van de Gebroeders NYS. hlm. 147–148. ISBN 978-1149818619. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-07. Diakses tanggal 2024-05-07. 
  85. ^ Handelingen van de Staten-Generaal 1889-1890, ZITTING 1890 1891. 112. Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. No. 18. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1890. hlm. 12. 
  86. ^ Nusselein, A.H.P.J. (1905). Beschrijving Van Het Landschap Pasir (Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, Deel 58, 1905). 's Gravenhage (The Hague): Martinus Nijhoff. hlm. 551–553. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-03. Diakses tanggal 2024-05-02. 
  87. ^ Reeman, S.W. (1927). Militiare Memorie Betreffende de Onderafdeling Pasir. hlm. 35. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-10. Diakses tanggal 2024-05-10. 
  88. ^ Reeman, S.W. (1927). Militiare Memorie Betreffende de Onderafdeling Pasir. hlm. 39–41. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-05-10. Diakses tanggal 2024-05-10. 

Daftar Pustaka.

  1. Blok, Roelof (1848).Tijdschrift Voor Nederlandsch Indie Jaargang X, 1848 (Beknopte Geschiedenis van het Makassaarsche Celebes en Onderhoorigheden). Batavia (Jakarta). Ter Drukkerij Van Het Bataviaasch Genootschap.
  2. Bock, Carl (1887). Reis in Oost en Zuid-Borneo van Koetei naar Banjermassin, Ondernomen op last der Indische Regeering in 1879 en 1880. Batavia (Jakarta). Martinus Nijhoff. ISBN 978-1162405278.
  3. Dijk, Ludovicus Carolus Desiderius van (1862). Neerland's Vroegste Betrekkingen Met Borneo, Den Solo-Archipel, Cambodja, Siam En Cochin-China. Amsterdam. J. H. Scheltema. ISBN 978-1018679624.
  4. Eisenberger, Dr. J. (1936). Kroniek der Zuider- En Oosterafdeeling van Borneo. Bandjermasin. Drukkerij: Liem Hwat Sing.
  5. Gallois, Jacobus Gerardus Arnoldus (1856). Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 1856 (Korte Aanteekeningen, Gehouden Gedurende Eene Reis Langs De Oostkust Van Borneo). Amsterdam. Frederik Muller. Batavia (Jakarta). Van Haren, Noman En Kolff.
  6. Goh, Yoon Fong (1969). "Trade and politics in Banjarmasin 1700-1747". PhD thesis. London. SOAS University of London. doi:10.25501/SOAS.00026213.
  7. Hollander, Joannes Jacobus de (1864). Handleiding Bij De Beoefening Der Land- En Volkenkunde Van Nederlandsch Oost-Indië, Tweede Deel. Te Breda (Breda). ter Drukkerij van de Gebroeders NYS. ISBN 978-1149818619.
  8. Koloniaal Verslag, Hoofdstuk C, van 1866, 1869, 1881, 1883, 1884, 1886, 1887, 1888, 1891, 1892, 1893, 1894, 1895, 1896, 1897, 1898, 1899, 1900, 1901, 1902, 1903, 1904, 1905, 1906, 1907, 1908, 1909, 1911, 1912, 1913, 1914, 1915, 1916, 1917, 1918, & 1919. Netherlands. Departement van Kolonien.
  9. Nusselein, A.H.P.J. (1905). Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, Deel 58, 1905. (Beschrijving van het Landschap Pasir). 's Gravenhage (The Hague). Martinus Nijhoff.
  10. Politiek Beleid En Bestuurszorg in de Buitenbezittingen (Tweede Gedeelte A. Hoofdstuk III : Historisch Overzicht 1899-1908). Batavia (Jakarta): Landsdrukkerij. 1909.
  11. Reeman, S.W. (1927). Militiare Memorie Betreffende de Onderafdeling Pasir. Collection of Afd. Cult En Phys. Anthropologie van het Kon. Instituut Voor De Tropen.
  12. Rees, Willem Adriaan van (1866). De Gids, Dertigste Jaargang, Vierde Jaargang, Derde Deel, 1866 (Eene Bijdrage Tot De Indische Krijgsgeschiendenis. De Bandjermasinsche krijg van 1859-1863). Amsterdam: P.N. Van Kampen.
  13. Van Slooten, S.W (1936). Memorie van Overgave van de Onderafdeling Pasir (Memorie betreffende de Onderafdeeling Pasir).
  14. Veth, Pieter Johannes (1854). Borneo's Wester-Afdeeling. Zaltbommel (Bommel). Joh. Noman en Zoon. ISBN 978-1145411753.
  15. Weddik, Arnoldus Laurens (1849). Tijdschrift voor De Indien. Eerste Jaargang. Deel I, 1849. (Beknopt Overzigt van het Rijk van Koetei op Borneo). Batavia (Jakarta). Lange & Co.
  16. Serial "Memorie van Overgave van de residentie Zuider- en Oosterafdeling Borneo" oleh G.J. Gersen (1877), J.J. Meijer (1880), W. Broers (1891), A.M. Joekes (1894), H.N.A. Swart (1906), L.J.F. Rijckmans (1916), H.J. Grijzen (1917), A.M. Hens (1921), C.J. van Kempen (1924), J. de Haan (1929), R.J. Koppenol (1931), B.C.C.M.M. van Suchtelen (1933), W.G. Moggenstorm (1937).

Bacaan Lanjutan.

  1. Staatsblad Van Nederlandsch-Indie Voor Het Jaar 1849, Lijst No. 40. Batavia (Jakarta): Ter Lands-Drukkerij. 1849.
  2. Bijlagen Van Het Verslag De Handelingen Van De Tweede Kamer Der Staten-Generaal 1864-1865, (Overeenkomsten, contracten enz. met inlandsche Indische Vorsten, XXI.25). Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1865.
  3. Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. ZITTING 1877 – 1878. - 1OO.5. Pasir. (Nota van Toelichting.). Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1878. hlm. 3.
  4. ZITTING 1897-1898.-5 Koloniaal Verslag van 1897 I. Nederlandsch (Oost) Indie. Verslag. No. 2 (Bijlagen C van het verslag der handelingen van de Tweede Kamer der Staten-Generaal). Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1897. hlm. 24–25.
  5. Gedrukte stukken der Tweede Kamer. Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. ZITTING 1888 1889. - 103.8. AKTE VAN BEVESTIGING. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1889. hlm. 7.
  6. Handelingen van de Staten-Generaal 1889-1890, ZITTING 1890 1891. 112. Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. No. 18. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1890. hlm. 12.
  7. Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1901-1902.169, Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel No. 10 & No. 11. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1902.
  8. Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1903 1904. 201.Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. No. 33 & No. 34. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1905.
  9. Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1908 1909. 311.Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. No 44-45. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1909.
  10. Handelingen der Staten-Generaal, Bijlagen Tweede Kamer, 1908-1909-311, No. 1. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1909.

Pranala luar.

  1. Situs web resmi Database Peraturan JDIH BPK RI.
  2. Situs web historia.id.
  3. Situs web Arsip Nasional Republik Indonesia (sejarah-nusantara.anri.go.id).
  4. Situs web Portal Berita PINISI.co.id.
  5. Situs Web All Government Organizations in The Netherlands
  6. Situs web Nederlands Nationaal Archief.
  7. Situs Web Koninklijke Bibliotheek (Perpustakaan Nasional Belanda).