Lompat ke isi

Sengketa Pedra Branca

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Versi yang bisa dicetak tidak lagi didukung dan mungkin memiliki kesalahan tampilan. Tolong perbarui markah penjelajah Anda dan gunakan fungsi cetak penjelajah yang baku.
Sovereignty over Pedra Branca/Pulau Batu Puteh, Middle Rocks and South Ledge (Malaysia v. Singapore)
PengadilanMahkamah Internasional
Diputuskan23 Mei 2008
SitasiGeneral List No. 130
TranskripBerkas persidangan
Opini atas perkara
Singapura berdaulat atas Pulau Batu Puteh; Malaysia berdaulat atas Batuan Tengah; negara yang laut teritorialnya meliputi Pinggiran Selatan berdaulat atasnya.
Majelis hakim
Hakim anggota majelisAwn Shawkat Al-Khasawneh, Raymond Ranjeva, Shi Jiuyong, Abdul G. Koroma, Gonzalo Parra Aranguren, Thomas Buergenthal, Hisashi Owada, Bruno Simma, Peter Tomka, Ronny Abraham, Kenneth Keith, Bernardo Sepúlveda Amor, Mohamed Bennouna, Leonid Skotnikov, Pemmaraju Sreenivasa Rao (hakim ad hoc yang ditunjuk oleh Singapura) dan Christopher J.R. Dugard (hakim ad hoc yang ditunjuk oleh Malaysia)

Sengketa Pedra Branca (disebut juga sengketa Pulau Batu Puteh) adalah sebuah sengketa wilayah antara Singapura dan Malaysia terkait beberapa pulau kecil di bagian selatan Selat Singapura, yaitu Pulau Batu Puteh (Pedra Branca), Batuan Tengah (Middle Rocks), dan Pinggiran Selatan (South Ledge). Sengketa ini dimulai pada tahun 1979 dan diselesaikan oleh Mahkamah Internasional (ICJ) pada tahun 2008, yang memutuskan bahwa Singapura berdaulat atas Batu Puteh dan Malaysia berdaulat atas Batuan Tengah.

Pada awal tahun 1980-an, Singapura secara resmi memprotes sebuah peta yang diterbitkan oleh pemerintah Malaysia pada tahun 1979. Peta ini mengeklaim Batu Puteh sebagai bagian dari Malaysia. Pada tahun 1989, Singapura mengusulkan kepada Malaysia agar sengketa ini diajukan ke hadapan ICJ. Pada tahun 1993, Singapura juga secara resmi mengeklaim Batuan Tengah dan Pinggiran Selatan. Pada tahun 1998, kedua negara tersebut sepakat atas sebuah Perjanjian Khusus yang menjadi syarat dari pengajuan sengketa ke hadapan ICJ. Perjanjian ini ditandatangani pada bulan Februari 2003, dan ICJ secara resmi diberitahu pada bulan Juli. Persidangan berlangsung selama tiga pekan pada bulan November 2007 dengan nama resmi kasus Sovereignty over Pedra Branca/Pulau Batu Puteh, Middle Rocks and South Ledge (Malaysia v. Singapore).

Singapura berpendapat bahwa Batu Puteh adalah terra nullius, dan tidak ada bukti bahwa pulau tersebut pernah berada di bawah kedaulatan Kesultanan Johor. Jika Mahkamah tidak menerima pendapat ini, Singapura berpendapat bahwa kedaulatan atas pulau ini telah dipindahtangankan ke Singapura karena adanya penguasaan yang konsisten dan berlanjut oleh Singapura dan bekas penjajahnya Britania Raya. Bukti penguasaan ini antara lain adalah pemilihan Batu Puteh sebagai lokasi pembangunan Mercusuar Horsburgh; mensyaratkan pejabat-pejabat Malaysia yang datang berkunjung ke pulau itu untuk meminta izin terlebih dahulu; membangun sebuah stasiun komunikasi militer di pulau itu; dan mengadakan kajian atas kemungkinan reklamasi tanah di sekitar Batu Puteh. Malaysia tidak menanggapi satu pun dari kegiatan ini. Selain itu, sebuah surat tahun 1953 membuktikan bahwa Johor tidak mengeklaim kedaulatan atas Batu Puteh, dan telah menerbitkan laporan dan peta yang tidak memasukkan Batu Puteh sebagai wilayahnya. Batuan Tengah dan Pinggiran Selatan dianggap sebagai bagian yang tergantung pada Batu Puteh.

Malaysia berpendapat bahwa Johor memiliki kepemilikan awal atas Batu Puteh, Batuan Tengah, dan Pinggiran Selatan. Johor tidak pernah memberikan Batu Puteh ke tangan Inggris; mereka hanya memberikan izin untuk pembangunan mercusuar dan mengurusnya. Tindakan Inggris dan Singapura dalam pembangunan dan pengurusan Mercusuar Horsburgh serta perairan di sekitar pulau tersebut tidak dapat dianggap sebagai tindakan dari penguasa sah dan berdaulat pulau tersebut. Surat tahun 1953 dianggap tidak resmi oleh Malaysia, dan laporan serta peta yang diterbitkan juga dianggap tidak sah.

Pada tanggal 23 Mei 2008, ICJ memutuskan bahwa Singapura berdaulat atas Batu Puteh, sementara Malaysia berdaulat atas Batuan Tengah. Dalam hal Pinggiran Selatan, ICJ mencatat bahwa kedaulatannya jatuh pada laut teritorial Malaysia, Batu Puteh, dan Batuan Tengah. Oleh karena hal ini hanya dapat dilihat pada saat laut surut, Pinggiran Selatan adalah milik negara yang memiliki lautan teritorial tempatnya berpijak. Malaysia dan Singapura telah mendirikan Komite Teknis Gabungan yang membatasi batas maritim pada wilayah antara Batu Puteh dan Batuan Tengah, dan untuk menentukan kepemilikan atas Pinggiran Selatan.

Referensi

Buku

Jurnal

Laporan berita

Pranala luar