Candi Srigading
Candi Srigading adalah candi yang berlokasi di Dusun Manggis, Desa Srigading, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Indonesia. Candi yang berbahan dasar batu bata ini berada di tengah-tengah lahan pertanian dan berjarak sekitar 45 menit berkendaraan dari Kota Malang, ke arah timur laut, berada di kaki Pegunungan Tengger sebelah barat.
Keberadaan objek diduga cagar budaya (ODCB) di Srigading ini telah lama diketahui masyarakat setempat sebagai suatu gundukan tanah (disebut cegumuk oleh mereka) yang di bawahnya terdapat tumpukan batu bata dan terdapat yoni di atasnya. Beberapa kelompok masyarakat juga menganggap tempat ini sebagai tempat suci.
Kepastian bahwa ODCB ini adalah candi diketahui setelah dilakukan penggalian arkeologi (ekskavasi) pada tahun 2022 sebanyak tiga tahap yang dikerjakan oleh BPCB Jawa Timur, Disparbud Kabupaten Malang, dan suatu lembaga swadaya masyarakat bernama Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kaloka.
Penemuan dan deskripsi bangunan
Keberadaan ODCB berupa gundukan tanah dengan yoni di atasnya pertama kali dilaporkan oleh Suryadi, warga Kelurahan Kalirejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, pada tahun1986. Ia mengaku melihat cahaya yang berasal dari gundukan tersebut pada malam hari. Selain itu, di sekitar gundukan (cegumuk menurut istilah setempat) ditemukan potongan bata yang berukuran besar dan tebal, tidak seperti bata masa modern. Pada saat dilaporkan, di lokasi tersebut terdapat beberapa arca (Nandi, Durga, dan dwarapala) dan yoni. Arca-arca ini telah hilang dan tersisa yoni berukuran 90 × 90 × 90 cm[1].
Ekskavasi sebanyak tiga tahap pada awal tahun 2022 menyingkap adanya profil kaki candi berukuran 8 × 8 meter dengan tinggi sekitar 3 m yang berdiri di atas fondasi berukuran 10 × 10 m. Pada sisi timur terdapat bentukan tangga masuk. Bangunan ini runtuh pada bagian tubuh dan kemuncak dan menutupi dasarnya[2]. Ciri bangunan ini adalah sakral (tempat berpuja bakti) dan bercorak Hindu Siwaistik, ditunjukkan dengan ditemukannya objek dari batu andesit berupa yoni, arca Agastya, serta sepasang arca tokoh penjaga tepi pintu masuk candi, Nandiswara dan Mahakala. Ekskavasi juga menyingkap adanya objek-objek di perigi candi berukuran 3 x 3 m dengan kedalaman 3 m, yaitu lingga yang merupakan pasangan yoni yang di permukaan, benda-benda peripih beserta wadahnya (berupa alat pertanian, bokor perunggu, tutup bokor emas, serta lingga dan yoni yang lebih kecil). Ditemukan pula beberapa fragmen relief yang terbuat dari bahan bata/terakota, serta beberapa fragmen tembikar[3]. Dari hasil final ekskavasi tahap ketiga diketahui bahwa candi ini tidak berdiri sendiri sehingga diduga terdapat sisa-sisa bangunan lain di sekitarnya.[4]
Candi ini tampaknya memiliki kaitan dengan prasasti Linggasuntan (dirilis 929 Masehi). Prasasti tersebut berisi catatan tentang Maharaja Mpu Sindok mengabulkan permintaan Raka i Hujung soal pembebasan pajak bagi Desa Linggasuntan untuk pemeliharaan bangunan suci bagi Batara Walandit.[5] Tempat penemuan prasasati tersebut tidak terlalu jauh dari lokasi candi ini, sehingga muncul dugaan bahwa "bangunan suci" yang disebut adalah candi Srigading ini.
Referensi
- ^ Nugroho, W.D. (BPCB Jatim) (28 Februari 2020). "Peninjauan Runtuhan Bangunan Candi Bata di Desa Srigading, Malang". Indonesiana. Diakses tanggal 22 Oktober 2022.
- ^ Febrianto, Vicki (10 Februari 2022 17:05 WIB). Sukarelawati, Endang, ed. "BPCB Jatim petakan situs bangunan candi di Desa Srigading Malang". ANTARA News. Diakses tanggal 22 Oktober 2022.
- ^ Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur (9 Maret 2022). "Ekskavasi Penyelamatan Situs Srigading, Lawang, Malang". Indonesiana. Diakses tanggal 22 Oktober 2022.
- ^ Erwin, Mohammad (Senin, 7 Maret 2022 18:18). "Ekskavasi Candi Srigading di Lawang Malang Segera Berakhir". Tribunnews.com. Diakses tanggal 22 Oktober 2022.
- ^ Antoni (25 February 2022). "Situs Srigading, Kisah Mistis dan Isyarat dari Bukit Samping Masjid". JPNN.com. Diakses tanggal 25 February 2022.