Istikamah
Istikamah atau istiqamah dalam terminologi Islam adalah hal berpendirian kuat atau teguh pendirian. Alif merupakan contoh dari nama yang istiqamah. Jadi bisa di simpulkan istiqama, yastaqimu, istiqamah yang berarti tegak lurus. Dalam KBBI, istikamah berarti sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen. Adapun menurut istilah, istikamah adalah tetap dalam pendirian, yaitu ketetapan hati untuk selalu melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang baik atau berketetapan hati, tekun, dan terus-menerus menggiatkan usahanya untuk mencapai cita-citanya. Dalam Islam, istikamah secara spesifik adalah sebuah komitmen dan konsisten dalam tauhid, ibadah, dan akhlak.[1]
Istikamah dapat berarti lurus, benar, dan tetap pendirian. Tetap pendirian atas suatu keyakinan yakni kebenaran ajaran Allah Swt. dan melaksanakan segala ketentuan-Nya. Orang yang istikamah selalu kukuh dalam menjaga akidahnya dan tidak akan goyang keimanannya dalam menjalani tantangan hidup. Pengertian ini didasarkan pada ayat Alquran yang artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan 'Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istikamah)', maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih." (Q.S 41:30).[2] Oleh karena itu istikamah hanya bisa terwujud apabila rasa takut dan rasa harap kadarnya seimbang dalam hati muslim.[3]
Definisi
[sunting | sunting sumber]Istikamah menurut para sahabat
[sunting | sunting sumber]Menurut Abu Bakar Ash-Shiddiq, istikamah adalah tidak menyekutukan Allah dengan segala sesuatu.
Menurut Ustman Bin Affan, istikamah adalah Ikhlas dalam mengerjakan banyak hal.
Menurut Abi bin Abi Thalib, istikamah adalah melaksanakan suatu kewajiban yang sudah ditetapkan.
Lainnya
[sunting | sunting sumber]Ibnu Abbas menjabarkan istikamah ke dalam tiga makna yakni:
- Istikamah dengan lisan, yakni bertahan dalam dua kalimah syahadat),
- Istikamah dalam jiwa, yakni melaksanakan ibadah dan ketaatan kepada Allah secara terus menerus tanpa terputus,
- Istikamah dari hati, yakni melakukan segala sesuatu dengan niat yang ikhlas dan jujur
Nurcholis Majid dalam tulisannya Istiqamah di zaman Modren menyatakan istikamah artinya teguh hati, taat asas, atau konsisten.
Jenis
[sunting | sunting sumber]Ibnu Qayyim membagi istikamah atas bentuk:
- Istikamah dalam perkataan, yakni berlaku tegas dalam ucapan sesuai dengan kebenaran yang diyakini tanpa mengubahnya demi suatu keuntungan, yang bertentangan dengan kebenaran
- Istikamah dalam perbuatan, yakni berlaku mantap dalam melaksanakan suatu pekerjaan, tidak ragu takut, cemas oleh sesuatu.
- Istikamah dalam sikap, yakni teguh dalam sikap yang sesuai dengan ketentuan Allah Swt.
- Istikamah dalam niat, yakni mantap menuju suatu maksud yang benar.[4]
Tahapan-tahapan Istikamah
[sunting | sunting sumber]Istiqomah merupakan hal yang harus diusahakan oleh setiap individu, tidak serta merta terjadi begitu saja atau bawaan dari lahir, maka terdapat beberapa tahapan di dalam Istiqomah untuk menjadi pribadi dengan Istiqomah yang paling baik.
- Al-Taqwim (Ta’dibun Nafs)
Tahap pertama ini disebut juga sebagai tahap evaluasi artinya seorang muslim harus dapat mengevaluasi dirinya dalam hal ketaatannya kepada Allah dan rasulnya selain itu harus sadar akan diri sendiri terhadap kebenaran Islam yang diyakininya. Apabila ia sudah dapat mengevaluasi dirinya diharapkan akan terjadi perubahan dan perbaikan terhadap kualitas hidupnya berkaitan dalam masalah ketaatannya kepada Allah dan Rasul-nya.
- Al-Iqomah (Tahdzibul Qulub)
Setelah tahap memperbaiki diri melalui proses evaluasi maka tahap kedua yaitu seorang muslim harus dapat melaksanakan ajaran agama dengan konsisten. Selain itu, pada tahap ini seorang muslim diharuskan dapat mendidik hatinya agar dapat mengendalikan dirinya untuk dapat berubah menjadi pribadi yang lebih baik, cara untuk mendidik hati tersebut ialah dengan memerintahkan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang serta menghindari hal-hal yang bersifat syubhat atau meragukan.
- Taqribul Asrar (mendekati rahasia dan hikmah Syariat Allah)
Pada tahap ini, seorang muslim tidak hanya melaksanakan hal-hal yang diwajibkan untuk dilakukannya dalam artian tidak hanya untuk sekedar menggugurkan tuntutan atau kewajiban agama. Tetapi, pada tahap ini seorang muslim harus dapat memahami kewajiban tersebut sebagai suatu hal yang dapat mendatangkan akhlak yang mulia. Seperti apa bila kita melaksanakan salat maka, akan berdampak kepada Akhlak kita, di mana kita dapat menghindari diri dari kemaksiatan dan kemungkaran.
Maka dari itu semua ibadah perlu dibarengi dengan Istiqomah karena dapat membentuk akhlak mulia, yang dapat menghindari diri dari akhlak yang buruk.
Dalil dalam Alquran
[sunting | sunting sumber]Surah Al-Jinn ayat 16, surah At-Taubah ayat 7, surah Yunus ayat 89, surah Hud ayat 71, surah Fussilat ayat 6 dan 30, surah Al-Ahqaf ayat 13, surah At-Takwir ayat 28.
- Fushilat Ayat 30-32
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah, " kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Hikmah Istikamah
[sunting | sunting sumber]- Allah SWT. akan menjauhkan orang yang senantiasa istiqomah dari segala rasa bentuk takut dan sedih dan akan selalu bisa mengatasi takut dan sedih yang menimpanya, serta ia tidak akan gentar ketika menghadapi kehidupan pada masa yang akan datang.
- Seorang yang istiqomah sudah pasti dikatakan tekun dan ulet, maka dari itu ia akan mendapatkan kesuksesan di dunia.
- Orang yang senantiasa isqtiqomah akan dilindungi oleh Allah atas dasar kesabarannya dan mendirikan shalat.
Penerapan Istikamah dalam Kehidupan
[sunting | sunting sumber]- Selalu melaksanakan kewajiban dan menjauhi segala bentuk larangan yang diberikan Allah SWT. dalam hal apapun, kapanpun, dan dimanapun.
- Selalu belajar dan ingin belajar hingga ia paham terhadap sesuatu.
- Mentaati segala macam bentuk peraturan termasuk peraturan yang sering dijumpai di lingkungan sekitar.
- Selalu berniat ikhlas karena Allah dalam menjalankan kewajiban tanpa ada rasa terbebani dan dipaksa.
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ Zuhdi, Nasiruddin (2015). Ensiklopedi Religi. Jakarta: Republika. hlm. 316.
- ^ Dahlan, Abdul aziz (1996). Ensiklopedi Hukum Islam. jakarta: Ictiar baru Van Hoeve. hlm. 773.
- ^ Asy-Syuwaib, Fahd Abdurrahman (2014). 34 Amalan Penghapus Dosa. Pustaka Imam Asy-Syafi'i. ISBN 9786029183702.
- ^ Dahlan, Abdul Aziz (1996). Ensiklopedi hukum Islam. Jakarta: Ictiar baru Van Hoeve. hlm. 773. ISBN 979-8276-93-0.