Pemberita
Pemberita merupakan sebuah surat kabar berbahasa Melayu yang terbit pertama kali di Semarang pada Agustus 1926. Surat kabar ini didirikan oleh seorang pribumi bernama Muso. Alamat redaksinya berada di Heerenstraat (kini Jalan Letjen Suprapto) Semarang.[1]
Koran ini secara resmi dicetak oleh perusahaan bernama TYP Drukkerij Bromo yang juga beralamat di Semarang. Pada awal penerbitannya, Pemberita hanya menerbitkan satu lembar per edisi tanpa gambar. Saat itu, edisi surat kabar ini hanya dapat dijumpai pada Selasa, Kamis, dan Sabtu.[1]
Pada bulan kedua, surat kabar ini makin berkembang, setiap edisinya mulai diberi gambar dan lebaran terbitnya bertambah menjadi satu setengah lembar. Pada bulan ketiga, edisi Sabtu Pemberita terbit dua lembar.[1]
Hingga bulan ketiga itu, tarif berlangganan koran ini hanya f1,25 sebulan untuk Hindia (dalam negeri) dan f2 untuk luar Hindia (luar negeri). Untuk harga adevertentie atau pasang iklan 25 sen atau f2,50 per baris dalam sekali muat.[1]
Pada edisi bulan kelima, harga berlangganan jadi naik hingga 50 sen atau f5 untuk dua lembar berita terbaru. Kenaikan harga berlangganan ini lantaran redaksi surat kabar ini berusaha menyajikan berita-berita terbaru dan aktual. Selai itu, surat kabar ini juga diterbitkan setiap hari kecuali hari Minggu dan hari besar.[1]
Surat kabar ini memiliki motto "soerat kabar memoeat perkabaran oemoem, advertentie, dan penjokong kemadjoean Indonesia".[1]
Insiden
[sunting | sunting sumber]Pemberita merupakan salah satu surat kabar yang secara masif memberitakan latar belakang dan jalannya peristiwa perlawanan Partai Komunis Indonesia (PKI) terhadap kolonialisme Belanda. Salah satunya peristiwa huru-hara pemberontakan komunis 1926 yang diagitasi oleh Serikat Islam Merah di Jawa Barat.[1]
Saat huru-hara yang meletus pada 12 hingga 13 November 1926 itu, Pemberita memuat berita bahwa orang-orang komunis mendapat senjata dari Singapura yang merupakan episentrum dari PKI.[1]
Pemerintah kolonial Belanda pun memadamkan huru-hara itu dengan tindakan yang keras. Polisi kolonial menangkap 17-18 orang yang dianggap provokator dan tentu orang komunis. Diantara orang yang ditangkap itu ada direktur dan redaktur Pemberita. Mereka ditahan di sel tahanan veldpolitie.[1]
Pasca peristiwa itu dan tertangkapnya pemimpin Pemberita, pemerintah menutup kantornya yang berada di Semarang. Namun, tak lama setelah itu, di bawah kepemimpinan Sarpinoedin, surat kabar Pemberita kembali terbit.[1]