Badan hukum
Badan hukum dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai organisasi atau perkumpulan yang didirikan dengan akta yang otentik dan dalam hukum diperlakukan sebagai orang yang memiliki hak dan kewajiban atau disebut juga dengan subyek hukum. Subyek hukum dalam ilmu hukum ada dua yakni, orang dan badan hukum. Disebut sebagai subyek hukum oleh karena orang dan badan hukum menyandang hak dan kewajiban hukum.[1][2]
Jenis Badan Hukum
[sunting | sunting sumber]Badan Hukum Publik (publiekrecht) yaitu badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau badan hukum yang mengatur hubungan antara negara dan atau aparatnya dengan warga negara yang menyangkut kepentingan umum/publik, seperti hukum pidana, hukum tatanegara, hukum tata usaha negara, hukum international dan lain sebagainya. Contoh: Negara, Pemerintah Daerah, Bank Indonesia. Badan Hukum Privat (privaatrecht) yaitu badan hukum yang didirikan atas dasar hukum perdata atau hukum sipil atau perkumpulan orang yang mengadakan kerja sama (membentuk badan usaha) dan merupakan satu kesatuan yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum. Badan Hukum Privat yang bertujuan Provit Oriented (contoh: Perseroan Terbatas) atauNon Material (contoh: Yayasan). Di Indonesia bentuk-bentuk badan usaha (Business organization) beranekaragam dan sebagian besar merupakan peninggalan pemerintah Belanda.[2]
Teori Badan Hukum
[sunting | sunting sumber]- Teori Fiksi (Fictie Theorie)
Menurut Teori dari Von Savigny badan hukum semata – mata buatan negara saja. Badan hukum itu hanyalah fiksi, yakni sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menghidup-kannya dalam bayangan sebagai subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum seperti manusia. Teori ini juga diikuti oleh Houwing Teori ini juga disampaikan oleh sarjana Jerman Friedrich Carl von Savigny (1779-1861) dalam bukunya yang berjudul System des Hentingen Romischen Recht. Teori ini menjelaskan bahwasanya badan hukum adalah fiksi hukum, dalam teori ini diungkapkan “They have existence but no real personality save that given by law,which regards them as ‘person’ “(Mereka diakui keberadaanya, tetapi bukan suatu pribadi nyata yang dinyatakan oleh hukum,yang dianggap sebagai orang.).[3] Maksudnya hanya manusialah yang menjadi subjek hukum, sedangkan badan hukum sebagai subjek hukum hanyalah fiksi, yaitu sesuatu yang sebenarnya tidak ada tetapi orang menghidupkannya dalam bayangannya. Badan Hukum tersebut diciptakan Negara/pemerintah yang wujudnya tidak nyata, untuk menerangkan suatu hal. Dengan kata lain, sebenarnya menurut Alam, manusia selalu subjek hukum, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya, badan hukum selaku subjek hukum diperhitungkan sama dengan manusia. Jadi, orang-orang bersikap seolah-olah ada subjek hukum lain, tetapi wujud yang tidak riil itu tidak dapat melakukan perbuatan perbuatan, sehingga yang melakukan ialah manusia sebagai wakil-wakilnya.
- Teori Harta Kekayaan Bertujuan (doel vermogents theorie)
Menurut teori ini hanya manusia saja yang dapat menjadi subjek hukum. Namun, kata teori ini ada kekayaan (vermogen) yang bukan merupakan kekayaan seseorang, tetapi kekayaan itu terikat tujuan tertentu. Kekayaan yang tidak ada yang mempunyainya dan yang terikat kepada tujuan tertentu inilah yang diberi nama badan hukum. Teori ini timbul dari colltiviteitstheorie dan dikemukakan oleh sarjana Jerman A. Brinz, dan diikuti oleh Van der Hayden dalam bukunya yang berjudul Lehrbuch der Pandecten. Teori ini menjelaskan bahwa badan hukum hanyalah sebagai badan dengan kepentingan tertentu, dan manusialah yang menjadi subyek murni dari hukum. Menrut penganut teori ini ; ”Only human beings can be considered correctly as’Person’,the law,however protects purposes other than those concerning the interest of human beings.The property ‘owned’ by corporations does not ‘belongs’ to anybody.But it may considered as belongings for certain purposes and the device of the corporation is used to protect those purposes”. (Hanya manusia yang dapat dianggap sebagai orang, hukum bagaimanapun juga melindungi tujuan tujuan lain selain memperhatikan tujuan manusia. Harta kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan bukanlah milik setiap orang. Namun, dianggap sebagai kepemilikan untuk tujuan yang pasti dan merupakan perlengkapan perusahaan untuk melindungi tujuan tujuan tersebut). Teori ini disebut juga teori Zweckvermogen.
- Teori Kekayaan Bersama (Propriete Collective Theorie)
Teori ini disampaikan oleh sarjana jerman Rudolf von Jheering yang kemudian diikuti oleh Molengraaft, Marcel Planiol, dan Apeeldorn. Teori ini menjelaskan bahwa badan hukum tidak lain merupakan perkumpulan manusia yang mempunyai hak dan kewajiban masing-masing, teori ini tidak menganggap badan hukum sebagai abstraksi maupun organisme, oleh karena itu apa yang merupakan hak dan kewajiban badan hukum merupakan hak dan kewajiban para anggotanya bersama sama, begitu juga kekayaan badan hukum itu adalah milik bersama, tidak boleh dibagi-bagi. Karena itu, badan hukum merupakan suatau konstruksi yuridis saja. Teori ini juga disebut Propriete Collective Theorie (Planiol), Gezmenlijke Vermogenstheorie (Molengraaft), dan Gezamenlijke eigendomstheorie/teorie kolektif (Utrecht).[2]
- Teori Organ
Badan hukum menurut teori ini bukan abstrak (fiksi) dan bukan kekayaan (hak) yang tidak bersubjek, tetapi badan hukum adalah sesuatu organisme yang riil, yang menjelma sungguh – sungguh dalam pergaulan hukum yang dapat membentuk kemauan sendiri dengan perantaraan alat – alat yang ada padanya (pengurus, anggota -anggotanya) seperti manusia biasa, yang mempunyai panca indera dan sebagainya. Pengikut teori organ ini antara lain Mr. L.C. Polano. Teori ini juga dikemukakan oleh sarjana jerman, Otto von Gierke (1841-1921) dalam bukunya yang berjudul Das Deutsche Cenossenchtsrecht. Teori ini menjelaskan bahwa badan hukum itu terbentuk, menjelma dalam pergaulan hukum (eine leiblichgeistige Lebensein Heit), dan bisa memenuhi kehendaknya dari kepengurusan-kepengurusan (Verbandpersoblich Keit), perantara alat-alat atau organ-organ tersebut misalnya anggotanya atau pengurusnya mengucapkan kehendak dengan perantara mulutnya atau dengan tangannya jika kehendak tersebut ditulis diatas kertas, seperti halnya organ tubuh manusia, Sehingga menurut teori ini, Badan Hukum itu nyata adanya, Contoh: Kepengurusan ketua badan hukum seperti halnya kepala pada manusia
- Teori Kenyataan Yuridis (juridishe realiteitsleere)
Dikatakan bahwa, badan hukum itu merupakan suatu realiteit, konkret, rill, walupun tidak bisa diraba, bukan hayal, tetapi kenyataan yuridis. Teori ini dikemukakan oleh sarjana Belanda E.M Meijers dan dianut oleh Paul scolten,menurut teori ini, Badan hukum adalah wujud yang riil dan konkret seperti halnya manusia, meskipun tidak bisa diraba, menekankan bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia terbatas sampai pada bidang hukum saja. Teori ini adalah penghalusan dari teori Organ yang dikemukakan oleh Otto von Gierke. Meijers sendiri menyebut teori ini sebagai teori kenyataan sederhana,karena hendaknya persamaan yang diberikan pada manusia dan badan hukum ini hanya terbatas di bidang hukum saja.[3]
- Teori pemisah kekayaan, teori ini menjelaskan bahwa badan hukum itu dari aspek harta kekayaan yang dipisahkan tersendiri.
- Teori harta karena jabatan, teori ini menjelaskan bahwa badan hukum itu ialah badan hukum yang mempunyai harga dan berdiri sendiri, yang dimiliki oleh badan hukum itu sendiri, akan tetapi badan hukum ini mempunyai pengurus dan jabatan untuk mengurusi harta tersebut.
Badan Hukum di Indonesia
[sunting | sunting sumber]Di Indonesia bentuk-bentuk badan usaha (Business organization) beranekaragam dan sebagian besar merupakan peninggalan pemerintah Belanda. Adabentuk badan usaha yang telah diganti dengan sebutan dalam bahasa Indonesia (contoh: Perseroan Terbatas/PT berasal dari sebutan NaamlozeVennootschap/NV), tetapi ada juga yang tetap mempergunakan nama aslinya (contoh: Maatschap/Mitra, Firma/Fa dan Commanditaire Vennootschap/CV). Kata "perseroan" ada yang merupakan terjemahan dari "vennootschap" (misalnya sebutan untuk Perseroan Firma, Persekutuan Komanditer dan Perseroan Terbatas) dan ada kata "perseroan" yang artinya penyebutan perusahaan secara umum. Yang paling sesuai dalam pemakaian kata "perseroan" adalah dalam penyebutan Perseroan Terbatas karena memang mengeluarkan saham/sero.[4]
Referensi
[sunting | sunting sumber]Bacaan lanjutan
[sunting | sunting sumber]- B.Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, 2000,
- Syahrani Riduan, Seluk beluk dan asas – asas hukum perdata, Alumni 2006,
- Rai Widjaya. Hukum Perusahaan (edisi Revisi). Megapoin: Kesaint Blanc-IKAPI. Bekasi Jawa Barat.2002,