Ratu Sakti Meduwe Ujung Sari
Ratu Sakti Meduwé Ujung Sari | |
---|---|
Dewa hukum | |
Simbol | Batu hitam bulat sebesar telur itik |
Pasangan | ? |
Orang tua | Dewa Surya dengan sesosok dewi |
Saudara | Ratu Ayu Pingit Dalam Dasar |
Anak | Ratu Ayu Mas Penyarikan |
Ratu Sakti Meduwé Ujung Sari (disebut juga Ratu Sakti Medua Ujung Sari atau Ratu Sakti Medruwé Gama Ujung Sari) merupakan saudara kembar Ratu Ayu Pingit Dalam Dasar yang dapat berubah menjadi pria atau wanita. Ia bertugas membuat awik-awik ("hukum") yang diterapkan pada masa pemerintahan Ratu Sakti Pancering Jagat. Upacara odalannya dirayakan setiap purnama kasa.[1]
Legenda
[sunting | sunting sumber]Aroma harum taru menyan ("pohon kemenyan") memikat sesosok dewi untuk turun dan tinggal di tempat tersebut. Hal tersebut membuat Dewa Surya gusar sehingga mencarinya. Karena merasa jengkel, dewi tersebut menghina Dewa Surya dengan cara menungging dan menunjukkan kelaminnya. Tiba-tiba dewi tersebut hamil kemudian melahirkan kembar buncing (kembar tetapi berbeda kelamin), yang pertama waria dan kedua wanita. Dewi tersebut kembali ke langit setelah kedua anaknya cukup besar.[1]
Pada suatu hari, seorang pria datang ke tempat tinggal mereka untuk meminang adik kembarnya. Si pemuda setuju asalkan pria tersebut bersedia menjadi pancer jagat ("pasak dunia") di Desa Trunyan. Pria tersebut, yang merupakan putra sulung Dalem Solo, menerimanya dan memperoleh gelar Ratu Sakti Pancering Jagat. Permaisurinya bergelar Ratu Ayu Pingit Dalam Dasar sementara sang kakak bergelar Ratu Sakti Meduwe Ujung Sari. Desa tersebut akhirnya berkembang menjadi sebuah kerajaan kecil.[1]
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c James Danandjaja (1989). Kebudayaan petani desa Trunyan di Bali. Penerbit Universitas Indonesia. ISBN 979-456-034-0.