Lompat ke isi

Sobe Sonbai III

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sobe Sonbai III adalah seorang raja (kaiser) dari Pulau Timor yang menentang pemerintah kolonial Hindia Belanda hingga beliau ditangkap pada tahun 1907.

Patung Sonbai di Kupang.

Sobe Sonbai III adalah keturunan Kaiser Laurai Kerajaan Molo atau Oenam yang disebut sebagai dinasti Sonbai atau Sonbay.

Ada beberapa versi yang menceritakan tentang generasi Sonbai. Salah satunya mengatakan bahwa leluhur Sonbai diyakini sebagai putra langit dan menjadi tokoh mistis magis yang berasal dari Fatuleu. Raja Sobe Sonbai III adalah cucu dari tokoh magis Sonbai yang menjadi pahlawan perjuangan masyarakat Timor yang hidup dan menjadi raja sekitar pertengahan abad ke-19 dan awal abad ke-20. Sedangkan versi lainnya adalah bahwa Sonbai yang pertama berasal dari Belu, yang menikah dengan putri Raja Kune Uf, Raja Fatumnutu. Nisnoni adalah cicit dari Sonbai I yang mendirikan dinasti Nisnoni di Kupang. Sedangkan cicit yang lainnya adalah Sobe Sonbai I yang berpindah ke Kauniki dan kemudian keturunannnya memakai gelar Sobe Sonbai II dan selanjutnya Sobe Sonbai III, sehingga Sonbai kemudian lebih dikenal menjadi nama sebuah dinasti. Sonbai terakhir inilah yang melakukan perlawanan sengit terhadap Belanda.

Leluhur Sonbai adalah raja-raja Timor yang sangat berpengaruh dan berkedudukan sebagai Kaiser (Sebutan untuk raja) Kerajaan Oe’nam dengan ibu kota Kauniki di kecamatan Fatuleu sekarang atau terletak di utara Baubau. Kerajaan Sonbai adalah kerajaan tradisional terbesar di Pulau Timor pada masa itu yang wilayah kekuasaan kerajaan Sonbai memanjang dari Miomafo di Kabupaten Timor Tengah Utara sekarang sampai Fatuleu di Kabupaten Kupang. Sehingga Kerajaan Sonbai begitu tangguh untuk ditaklukkan.

Pada tahun 1818, Residen Timor, J. A. Hazaart, yang berkedudukan di Kupang melakukan serangan militer terhadap wilayah kerajaan Dinasti Sonbai dan juga berhasil menguasai kota pantai Atapupu yang terletak di pantai utara Timor, yang sebelumnya dikuasai oleh Portugis. Sebagai bagian dari strategi, Belanda menempatkan orang-orang Rote dan Sabu, untuk dimukimkan di sepanjang pantai utara Timor, dengan maksud mengurangi dominasi kekuatan Kerajaan Sonbai. Serangan terus dilakukan hingga satu dasawarsa berikutnya atau sampai tahun 1828, namun serangan tak dapat menaklukkan kekuasaan Kerajaan Sonbai. Sehingga selama abad ke-19, kekuasaan Belanda hanya terkosentrasi di wilayah Kupang dan sekitarnya.

Sobe Sonbai III adalah raja kelima belas Sonbai dan juga sebagai raja terakhir. Ia dikenal sebagai satu-satunya Raja Timor yang sampai akhir hayatnya tidak pernah menandatangani perjanjian takluk kepada Belanda. Walaupun segala usaha telah dilakukan Belanda untuk menaklukkannya, padahal di antara tahun 1900 hingga 1927, sudah 73 penguasa di Timor yang mendatangani Korte Verklaring. Keputusan yang diambil Sobe Sonbai III adalah meneruskan keputusan yang telah di buat para leluhurnya.

Penjajahan Bangsa Eropa

[sunting | sunting sumber]

Seperti diketahui Pulau Timor sejak abad 16 sudah didatangi bangsa Portugis kemudian Belanda.

Seperti di masa kekuasaan VOC, salah satu kontrak yang terkenal adalah kontrak Paravicini. Kontrak Paravicini adalah kontrak dagang yang ditandatangani oleh semua raja yang berada di Pulau Timor dengan VOC. Namun hanya leluhur Sonbai yang enggan untuk mendatanganinya. Kontrak ini disahkan tahun 1757, dengan isi kontrak antara lain, persetujuan memberikan daerah 6 pal (zes palen gabied) untuk pemerintah Belanda di teluk Kupang dari Tanjung Oesinas sampai dengan Tanjung Sulamu. Serta persetujuan menempatkan orang-orang Rote di daerah 6 pal tersebut. Isi kontrak juga meminta raja-raja mempersiapkan buruh-buruh untuk kepentingan Belanda.

Perlawanan Sobe Sonbai III

[sunting | sunting sumber]

Namun isi kontrak yang dibuat pada abad ke-18, ini mendapat penentangan dari Sobe Sonbai III di awal abad ke-20, sehingga terjadilah penyerangan ke Bipolo yang kemudian terkenal dengan Perang Bipolo. Kemenangan diraih oleh Sobe Sonbai III, sehingga memancing Belanda menghimpun kekuatan besar untuk melakukan serangan balasan terhadap Sobe Sonbai III. Dengan perlengkapan perang yang memadai pasukan Belanda dapat menembus tiga benteng dan menyerbu kediaman Sobe Sonbai III. Beliau akhirnya takluk dan ditangkap, yang mana peristiwa tersebut terjadi tahun 1905. Tertangkapnya Sobe Sonbai III tidak berarti perlawanan telah berhenti sama sekali, karena baru pada tahun 1908 seluruh wilayah Sobe Sonbai III jatuh ke tangan kolonial Belanda. Menurut Belanda Sobe Sonbai III menyerah dengan sukarela, namun ada versi yang mengatakan bahwa Sobe Sonbai III dikhianati, Ia di undang untuk negosiasi namun akhirnya di tangkap. Namun versi yang lebih dikenal bahwa Sobe Sonbai III tertangkap di Kauniki tahun 1905, setelah benteng pertahanan yang terakhirnya yaitu Benteng Fatusiki di Desa Oelnaineno telah direbut Belanda.

Berdasarkan keputusan pengadilan Sobe Sonbai III, kemudian diasingkan ke Waingapu Sumba selama setahun. Setelah itu Sobe Sonbai III berhasil kembali ke Kauniki, namun ditangkap kembali dan ditawan di Kupang hingga meninggal dunia, dalam status sebagai tawanan perang. Jenazah Sobe Sonbai dimakamkan di Fatufeto Kupang pada Bulan Agustus tahun 1923. Untuk menghindari pengkultusan pahlawan yang dapat membangkitkan perlawanan oleh penduduk pribumi, oleh Belanda kuburannya disamarkan dan hingga kini tidak diketahui jelas keberadaan kuburan Sobe Sonbai III. Sobe Sonbai III, seorang pahlawan dari Timor tanpa makam!.

Referensi

[sunting | sunting sumber]

http://www.kupangmedia.com/bagaimana-rupa-pahlawan-sobe-sonbai-iii