Masjid Pathok Negara Nurul Huda Dongkelan
Masjid Nurul Huda Dongkelan atau Masjid Pathok Negara Nurul Huda adalah salah satu dari empat Masjid Pathok Negara. Masjid tersebut berada di Dongkelan, Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Masjid ini dibangun pada tahun 1775 pada masa Sultan Hamengkubuwono I sebagai balas jasa terhadap Kyai Syihabudin yang telah membantu Sultan bersama dengan RM. Said.[1][2]
Pada masa Perang Diponegoro, masjid tersebut dibakar oleh Belanda dan pada tahun 1901, masjid tersebut dibangun kembali. Di dekat masjid tersebut, terdapat pemakaman yang diantaranya untuk mengkebumikan Kyai Syihabudin. Kyai Ali Maksum, Kyai Ahmad Warson Munawwir dan Gus Kelik dari Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak yang juga dikebumikan disana.[3]
Sejarah Berdiri
[sunting | sunting sumber]Masjid ini dibangun karena jasa Kyai Syihabuddin I yang menjadi Panglima Kraton sewaktu perang melawan Belanda karena kekeliruan menandatangani Perjanjian Giyanti. Setelah memenangkan perang, Kyai Syihabuddin yang terkenal dengan Kyai Dongkol mohon izin untuk mendirikan Masjid. Namun oleh keraton diizinkan mendirikan masjid setelah melewati sungai. Karena sebelumnya Kyai Dongkol bertempat tinggal di daerah Jarakan Panggungharjo Sewon (sekarang) maka Kyai Dongkol menyeberang sungai Winongo untuk mendirikan Masjid pada Tahun 1775, dengan nama masjid Dongkelan.[4]
Proses Pembangunan
[sunting | sunting sumber]Pada saat perang Diponegoro, masjid ini dulu dibakar habis oleh Belanda yang tersisa tinggal ompak batunya saja. Tahun 1901 masjid ini direhab sehingga bentuk dan gaya arsitekturnya seragam dengan masjid-masjid Pathok nagari yang lain. Pada tahun ini dibuat Bedug yang sampai sekarang masih terawat dengan rapi.
Tahun 1948, kembali dilakukan rehab. Diajukanlah surat ke Keraton untuk meminta kayu yang akan digunakan sebagai bahan bangunan. Izin diberikan oleh Keraton supaya mencari di okasi jalan Bantul. Sempat terjadi Ketegangan dengan pihak perhutani yang mencoba melarang panitia untuk mengambil kayu, tetapi akhirnya diperbolehkan dengan catatan secukupnya.
Pada saat Kanwil Depag DIY melakukan pendataan masid pada tahun 1972, sejak itulah masjid ini diberi nama Majid Nurul Huda. Pada tahun ini, lantai masjid diganti dengan tegel sedangkan sebelumnya menggunakan jubin biasa.
Tahun 1985, gentingnya diganti dengan genteng Kebumen untuk masjid bagian dalam sementara sebelumnya menggunakan genteng plentong. Tahun 1989, semua genteng masjid diganti dengan gneteng Kebumen.
Layaknya bnagunan masjid-masjid yang memiliki hubungan erat dengan keraton, di bagian depan dan kanan kiri masjid terdapat blumbang. Demikian juga dengan Masjid Nurul Huda. Namun pada tahun 1989, blumbang ini ditutup dan kebutuhan untuk wudhu dipenuhi dengan membangun pancuran.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Yogyakarta, Situs Budaya. "Masjid Pathok Negara Dongkelan | Jogja Budaya". Situs Budaya Yogyakarta (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-04-30. Diakses tanggal 2018-04-23.
- ^ "Ini Sejarah Berdirinya Masjid Pathok Negoro Dongkelan - Tribun Jogja". Tribun Jogja. Diakses tanggal 2018-04-23.
- ^ Online, NU. "Alasan Mbah Munawwir Krapyak Dimakamkan di Dongkelan | NU Online". NU Online (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-04-23.
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama:0