Lompat ke isi

Perdebatan kedaulatan Tibet

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Perdebatan kedaulatan Tibet mengacu kepada dua perdebatan politis. Yang pertama adalah apakah berbagai wilayah dalam Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang diklaim sebagai Tibet politik harus terpisah dan menjadi sebuah negara berdaulat yang baru. Banyak poin dalam perdebatan ini bertumpu pada perdebatan kedua, tentang apakah Tibet merdeka atau tunduk kepada Tiongkok dalam bagian-bagian tertentu dari sejarahnya yang termutakhir.

Secara umum disepakati bahwa Tiongkok dan Tibet adalah independen sebelum Dinasti Yuan (1271–1368),[1] dan bahwa Tibet telah diperintah oleh Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sejak tahun 1959.[2] Sifat hubungan Tibet dengan Tiongkok dalam periode intervensi adalah bahan perdebatan. RRT menyatakan bahwa Tibet telah menjadi bagian dari Tiongkok sejak Dinasti Yuan.[3] Republik Tiongkok (ROC) menyatakan bahwa "Tibet berada di bawah kedaulatan Tiongkok" ketika Dinasti Qing (1644–1912) mengakhiri kekuasaan singkat atas Nepal (1788-1792) dari daerah-daerah Tibet sekitar tahun 1793.[4] Pemerintahan Tibet dalam Pengasingan menyatakan bahwa Tibet merupakan sebuah negara merdeka hingga RRT menyerbu Tibet pada tahun 1949/1950.[5][6] Beberapa akademikus Barat menyatakan bahwa Tibet dan Tiongkok diperintah oleh Mongol selama Dinasti Yuan,[7] bahwa Tibet merupakan wilayah merdeka pada masa Dinasti Ming Tiongkok (1368–1644).[8] dan bahwa Tibet diperintah oleh Tiongkok[9] atau setidaknya bawahan Qing[10] selama sebagian besar zaman Dinasti Qing.[11] Beberapa akademikus Barat juga menyatakan bahwa Tibet merupakan wilayah merdeka dari sekitar tahun 1912 hingga 1950,[12] meskipun pengakuan internasionalnya sangat terbatas.[13]

Pandangan pemerintah Tiongkok

[sunting | sunting sumber]
Sebuah peta Asia tahun 1734, meliputi Tiongkok, Tartar Tiongkok, dan Tibet, berdasarkan peta individu dari para pastor Yesuit.
Tiongkok dan Tibet tahun 1864 oleh Samuel Augustus Mitchell
Peta politis Asia tahun 1890, menunjukkan Tibet sebagai bagian dari Tiongkok (Dinasti Qing). Peta ini diterbitkan dalam Meyers Konversations-Lexikon di Leipzig tahun 1892.
Sebuah peta Rand McNally yang ditambahkan ke edisi tahun 1914 The New Student's Reference Work menunjukkan Tibet sebagai bagian dari Republik Tiongkok.
Peta dunia dari PBB tahun 1945,[14] menunjukkan Tibet dan Taiwan sebagai bagian dari Republik Tiongkok. Namun, presentasi ini tidak sesuai dengan opini PBB[15]

Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok berpendapat bahwa mereka telah memiliki penguasaan atas Tibet sejak Dinasti Yuan (1271–1368).[16]

Pemerintah Republik Tiongkok, yang memerintah Tiongkok daratan dari tahun 1912 hingga 1949 dan kini menguasai Taiwan, memiliki sebuah Komisi Urusan Mongolia dan Tibet tingkat kabinet yang bertanggung jawab atas administrasi pemerintahan di wilayah Tibet dan Mongolia dari tahun 1912. Pada 10 Mei 1943, Chiang Kai-shek menegaskan bahwa "Tibet adalah bagian dari wilayah Tiongkok ... Tidak ada negara asing yang diizinkan ikut campur dalam urusan dalam negeri kita".[17] Dia kembali menyatakan pada tahun 1946 bahwa orang Tibet adalah warga negara Tiongkok.[18] Republik Tiongkok (di Taiwan) masih menyatakan kedaulatan atas Tibet dan Mongolia dan mempertahankan Komisi Urusan Mongolia dan Tibet.

Pada akhir abad ke-19, Tiongkok menerapkan model diplomasi negara-bangsa Barat. Sebagai pemerintah di Tibet, Tiongkok menandatangani beberapa traktat (1876, 1886, 1890, 1893) dengan India Britania mengenai status, perbatasan, dan akses ke Tibet.[19]

Lihat juga

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Wang and Nyima (1997) p.20. Sperling (2004) p.21
  2. ^ Sperling (2004) p.17. Shakya (1999) p.90. Latourette (1964) p.419. Spence (1999) p.500.
  3. ^ Wang and Nyima (1997) p.20. Grunfeld (1996) p.256. Sperling (2004) p.10.
  4. ^ Sperling (2004) pp.6,7. Goldstein (1989) p.72. Both cite the ROC's position paper at the 1914 Simla Conference.
  5. ^ Sperling (2004) p.21
  6. ^ "Five Point Peace Plan". The Dalai Lama. 21 September 1987. Diakses tanggal 9 July 2012. 
  7. ^ Feigon (1996) p.58. Gernet (1972) pp.369, 384. Goldstein (1997) pp.3, 4.
  8. ^ Goldstein (1997) pp.4,5. Feigon (1996) pp.63-64,
  9. ^ Latourette (1964) p.253 "an appendage of". Gernet (1972) p.481 "part of". Goldstein (1989) p.44 "subordination of Tibet to China".
  10. ^ Sperling (2004) pp.27-29
  11. ^ Feigon (1996) pp.86,88,90, in contrast, claims that the Qing had little control over Tibet and compares Tibet with the Vatican.
  12. ^ Shakya (1999) p.4 "independent state", 90 "international legal status" was "independent state". Feigon (1996) p.119 "border between the two countries" of China and Tibet in 1917. Goldstein (1997) pp.30-37 Chapter titled "Interlude: De Facto Independence". Latourette (1964) pp.333 "practically independent" from 1912, 419 "accepted the suzerainity of the Communists" in 1951.
  13. ^ "The Question of Tibet". Council of Foreign Relations. 5 December 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-03-28. Diakses tanggal 9 July 2012. Western countries, including Britain and the United States, did not recognize Tibet as fully independent 
  14. ^ Image from a display at the UN building. See also:http://www.un.org/Depts/Cartographic/english/htmain.htm United Nations Cartographic Section - The World in 1945, no. 4135 Rev.2 September 2009
  15. ^ The World in 1945, no. 4135 "The designations employed and the presentation of material on this map do not imply the expression of any opinion whatsoever on the part of the Secretariat of the United Nations concerning the legal status of any country, territory, city or any area or of its authorities, or concerning the delimitation of its frontiers boundaries."
  16. ^ History of Tibet
  17. ^ The Issue of Tibet in China-US Relations During The Second World War
  18. ^ The last of the Tibetans By Ian Buruma
  19. ^ The Catholic Encyclopedia, Volume XIV. Published 1912: Tibet
  • Ahmad, Zahiruddin. China and Tibet, 1708-1959: A resume of facts (Chatham House memoranda) (1960) Distributed for the Royal Institute of International Affairs by the Oxford University Press.
  • Ardley, Jane. Tibetan Independence Movement: Political, Religious and Gandhian Perspectives (2002) RoutledgeCurzon. ISBN 0-7007-1572-X
  • Bajoria, Jayshree (2008.12.5) The Question of Tibet Diarsipkan 2015-03-28 di Wayback Machine. Council of Foreign Relations. Accessed 12 July 2012.
  • Barnett, Robert (2013). Language practices and protracted conflict: The Tibet-China dispute. Secessionism and Separatism in Europe and Asia: To have a state of one's own. Routledge. hlm. 196–219. 
  • Brandt, Conrad; Schwartz, Benjamin; Fairbank, John K. Documentary History of Chinese Communism (2008) (first published 1952) Routledge. ISBN 0-415-36146-X
  • Bstan-dzin-rgya-mtsho. Tibet, China, and the world: A compilation of interviews (1989) Narthang Publications.
  • Chapman, Spencer. Lhasa: The Holy City (1940) Readers Union Ltd., London.
  • Clark, Gregory. In Fear of China (1969) Barrie & Jenkins. ISBN 0-214-66767-7
  • Feigon, Lee (1996) Demystifying Tibet: Unlocking the Secrets of the Land of Snows Ivan R. Dee Inc. ISBN 1-56663-089-4.
  • Ford, Robert. Wind Between The Worlds The extraordinary first-person account of a Westerner's life in Tibet as an official of the Dalai Lama (1957) David Mckay Co., Inc.
  • Gernet, Jaques (1972) A History of Chinese Civilization Librarie Armand Colin, Paris. English translation 2nd Edition 1996 Cambridge University Press ISBN 978-0-521-49781-7.
  • Goldstein, Melvyn C. A History of Modern Tibet, Volume 1: 1913-1951 The Demise of the Lamaist State (1989) University of California Press. ISBN 978-0-520-06140-8.
  • Goldstein, Melvyn C. A History of Modern Tibet, Volume 2: 1951-1955 The Calm Before the Storm (2007) University of California Press. ISBN 978-0-520-24941-7.
  • Goldstein, Melvyn C. The Snow Lion and the Dragon: China, Tibet, and the Dalai Lama (1997) University of California Press. ISBN 0-520-21951-1.
  • Goldstein, Melvyn C.; Dawei Sherap; Siebenschuh, William R. A Tibetan Revolutionary: The Political Life and Times of Bapa Phüntso Wangye [1].
  • Grunfeld, A. Tom. The Making of Modern Tibet (1996) East Gate Book. ISBN 978-1-56324-713-2
  • https://web.archive.org/web/20121030061528/http://www.ltwa.net/library/index.php?option=com_multicategories&view=article&id=170&catid=30%3Anews&Itemid=12 Kuzmin, Sergius L. (2011) Hidden Tibet: History of Independence and Occupation. Dharamsala, LTWA - ISBN 978-93-80359-47-2
  • Latourette, Kenneth Scott (1964) The Chinese, Their History and Culture 4th Ed. Macmillan Company. New York, USA. Library of Congress catalog card number 64-17372.
  • Li, Tieh-Tseng. The Historical Status of Tibet (1956) King's Crown Press.
  • McKay, Alex. History of Tibet (2003) RoutledgeCurzon. ISBN 0-7007-1508-8.
  • Sautman, Barry and Dreyer, June Teufel. Contemporary Tibet: Politics, Development, and Society in a Disputed Region (2005) M.E. Sharpe. ISBN 0-7656-1357-3.
  • Shakabpa, Tsepon W. D. Tibet: A Political History, Yale University Press, 1967.
  • Shakya, Tsering (1999) The Dragon In The Land Of Snows Columbia University Press. ISBN 0-231-11814-7.
  • Sperling, Elliot (2004) The Tibet-China Conflict: History and Polemics Diarsipkan 2008-08-19 di Wayback Machine.. East-West Center. Washington, D.C. USA. ISBN 1-932728-13-9.
  • Spence, Jonathan (1999) The Search for Modern China, 2nd Ed. W.W. Norton & Company, Inc. New York, USA. ISBN 0-393-97351-4.
  • Van Walt Van Praag, Michael C. (1987) The Status of Tibet: History, Rights and Prospects in International Law Boulder, Colo.: Westview. - ISBN 0-813-30394-X.
  • Wang, Jia Wei & Nyima Gyaincain (1997) The Historical Status of China's Tibet China Intercontinental Press. ISBN 978-7-80113-304-5.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]