Enkulturasi
Enkulturasi atau pembudayaan[1] adalah proses mempelajari nilai dan norma kebudayaan yang dialami individu selama hidupnya.[2] Menurut E. Adamson Hoebel enkulturasi adalah kondisi saat seseorang secara sadar ataupun tidak sadar mencapai kompetensi dalam budayanya dan menginternalisasi budaya tersebut.[3] Hasil dari proses enkulturasi adalah identitas, yaitu identitas pribadi dalam sebuah kelompok masyarakat.[3] Masyarakat berusaha untuk membuat seseorang memiliki rasa bertanggung jawab.[3] Proses enkulturasi terkadang mengasingkan sebagian orang.[3] Hal tersebut bertujuan untuk membuat mereka menjadi bertanggung jawab.[3] Proses enkulturasi memiliki dua aspek utama, yaitu pendidikan formal dan informal.[3] Pendidikan formal dilakukan melalui sebuah lembaga pendidikan, sedangkan pendidikan informal yang disebut sebagai child training dilakukan oleh keluarga dan teman.[3]
Proses enkulturasi terjadi ketika mereka bergaul dengan masyarakat dari mulai anak-anak hingga tua.[2] Melalui proses tersebut, seseorang belajar menghormati simbol bangsa dari menyanyikan lagu kebangsaan di sekolah.[3] Ia juga belajar dengan siapa ia mungkin melakukan kekerasan fisik (pegulat) dan dengan siapa ia tidak bisa (gadis kecil di jalan).[3] Selain itu, ia menjadi sadar akan hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.[3]
Pengenalan
[sunting | sunting sumber]Konsep enkulturasi digunakan pertama kali oleh Herskovits dalam bukunya Man and His Work: The Science of Cultural Anthropology. Ia memandang enkulturasi sebagai proses esensial dari kondisi sadar atau tidak sadar yang digerakkan oleh adat setempat. Proses enkulturasi tidak hanya didukung oleh keseluruhan penyesuaian diri dalam kehidupan sosial, tetapi didukung oleh segala bentuk penyelesaiannya. Proses hubungan ini berjalan terus dalam proses enkulturasi. Tanpa adanya adaptasi dalam komunitas sosial maka enkulturasi tidak dapat berjalan lancar.[4]
Proses
[sunting | sunting sumber]Enkulturasi sebagai suatu proses dalam perkembangannya berjalan melalui tiga tahapan.[4]
- Pertama, proses enkulturasi ditandai oleh adanya pengenalan lingkungan sosial, penyesuaian adat, serta terjalinnya relasi atau hubungan dalam interaksi sosial budaya.
- Kedua, proses enkulturasi ditandai dengan adanya koeksistensi dan proses menjadi plural yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Tahap ini menempatkan kepribadian dasar sebagai objek legitimasi enkulturasi.
- Ketiga, sebagai tahap akhir, proses enkulturasi diformulasikan dalam bentuk munculnya sinkretisme kebudayaan, kesenian, dan agama.
Proses enkulturasi yang berjalan baik akan memunculkan suatu bentuk perpaduan dalam keharmonisan, sedangkan enkulturasi yang mengalami kegagalan akan mendatangkan ketegangan antara enkulturasi dan daya cipta. Kegagalan dalam enkulturasi terjadi bila dalam prosesnya berkembang dengan sistem paksaan, tidak luwes, dan tidak bebas, ataupun tidak lancar.[5]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Hasil Pencarian - KBBI Daring". KBBI Daring. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Diakses tanggal 1 Oktober 2021.
- ^ a b Ichtiar Baru Van Hoeve; Hasan Shadily. Ensiklopedia Indonesia, Jilid 7. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.
- ^ a b c d e f g h i j "Enculturation and Acculturation". Diakses tanggal 31 Mei 2014.
- ^ a b Soekiman 2014, hlm. 81.
- ^ Soekiman 2014, hlm. 81–82.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Soekiman, Djoko (2014). Kebudayaan Indis: Dari Zaman Kompeni sampai Revolusi. Depok: Komunitas Bambu. ISBN 978-602-9402-46-9.