Lompat ke isi

Logam transisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Logam transisi adalah kelompok unsur kimia yang berada pada golongan 3 sampai 12 (IB sampai VIIIB pada sistem lama). Kelompok ini terdiri dari 35 unsur (jika terbukti benar, maka akan menjadi 38 unsur). Semua logam transisi adalah unsur blok-d yang berarti bahwa elektronnya terisi sampai orbit d. Dalam ilmu kimia, logam transisi mempunyai dua pengertian:

  • Definisi dari IUPAC[1] mendefinisikan logam transisi sebagai "sebuah unsur yang mempunyai subkulit d yang tidak terisi penuh atau dapat membentuk kation dengan subkulit d yang tidak terisi penuh"
  • Sebagian besar ilmuwan mendefinisikan "logam transisi" sebagai semua elemen yang berada pada blok-''d'' pada tabel periodik (semuanya adalah logam) yang memasukkan golongan 3 hingga 12 pada tabel periodik. Dalam kenyataan, barisan blok-f lantanida dan aktinida juga sering dianggap sebagai logam transisi dan disebut "logam transisi dalam".

Jensen[2] meninjau ulang asal usul penamaan "logam transisi" atau blok-d. Kata transisi pertama kali digunakan untuk mendeskripsikan unsur-unsur yang sekarang dikenal sebagai unsur blok-d oleh kimiawan asal Inggris bernama Charles Bury pada tahun 1921, yang merujuk pada peralihan/transisi pada perubahan subkulit elektron (contohnya pada n=3 pada baris ke-4 tabel periodik) dari subkulit dengan 8 ke 18, atau 18 ke 32.[3]

Unsur Logam Transisi

[sunting | sunting sumber]

Seluruh unsur golongan 3 sampai 12 (IB sampai VIIIB pada sistem lama) merupakan logam transisi, kecuali lutesium (Lu) karena merupakan lantanida, lawrensium (Lr) karena merupakan aktinida, meitnerium (Mt), darmstadtium (Ds), dan roentgenium (Rg) karena sifat kimia ketiganya belum diketahui (kemungkinan akan menjadi logam transisi).

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
21
Sc
Skandium
22
Ti
Titanium
23
V
Vanadium
24
Cr
Kromium
25
Mn
Mangan
26
Fe
Besi
27
Co
Kobalt
28
Ni
Nikel
29
Cu
Tembaga
30
Zn
Seng
39
Y
Itrium
40
Zr
Zirkonium
41
Nb
Niobium
42
Mo
Molibdenum
43
Tc
Teknesium
44
Ru
Rutenium
45
Rh
Rodium
46
Pd
Paladium
47
Ag
Perak
48
Cd
Kadmium
71
Lu
Lutesium
72
Hf
Hafnium
73
Ta
Tantalum
74
W
Wolfram
75
Re
Renium
76
Os
Osmium
77
Ir
Iridium
78
Pt
Platina
79
Au
Emas
80
Hg
Raksa
103
Lr
Lawrensium
104
Rf
Ruterfordium
105
Db
Dubnium
106
Sg
Seaborgium
107
Bh
Bohrium
108
Hs
Hasium
109
Mt
Meitnerium
110
Ds
Darmstadtium
111
Rg
Roentgenium
112
Cn
Kopernisium
  Unsur logam transisi
  Kemungkinan akan menjadi logam transisi
  Bukan logam transisi

Penggolongan

[sunting | sunting sumber]

Bentuk konfigurasi elektron pada atom logam transisi dapat ditulis sebagai []ns2(n-1)dm di mana subkulit d mempunyai energi yang lebih besar daripada subkulit valensi s. Pada ion dengan dua dan tiga elektron valensi, yang terjadi adalah sebaliknya dengan subkulit s mempunyai tingkat energi yang lebih besar. Dampaknya, ion seperti Fe2+ tidak mempunyai elektron pada subkulit s: ion tersebut memiliki konfigurasi elektron [Ar] 3d6 dibandingkan dengan elektron konfigurasi pada atom Fe, yaitu [Ar] 4s2 3d6. Unsur pada golongan 3 hingga 12 sekarang secara umum dikenal sebagai unsur logam transisi, meskipun unsur-unsur dari lantanum hingga lutesium, aktinium hingga lawrensium, dan golongan 12 (dahulu disebut IIB) mempunyai definisi yang berbeda pada penulis yang berbeda.

  1. Banyak buku teks kimia dan tabel periodik yang mencantumkan lantanum dan aktinium sebagai unsur golongan 3 dan termasuk golongan logam transisi, dikarenakan atom-atom tersebut mempunyai konfigurasi elektron terluar s2d1 seperti skandium dan itrium. Elemen dari serium hingga lutesium dimasukkan ke dalam baris lantanida (atau "lanthanouuid" menurut IUPAC) dan torium hingga lawrensium dalam baris aktinida. Kedua baris tersebut bersama-sama digolongkan dalam unsur blok-f atau (pada buku-buku lama) sebagai "unsur transisi dalam".
  2. Beberapa buku teks kimia memasukkan lantanum ke dalam lantanida dan aktinium ke dalam aktinida. Klasifikasi ini didasarkan pada kemiripan sifat-sifat kimia, dan mendefinisikan kelima belas elemen pada masing-masing baris ke dalam blok-f meskipun mereka mengakui bahwa blok-f hanya dapat diisi oleh 14 unsur saja.
  3. Klasifikasi ketiga mendefinisikan bahwa unsur-unsur blok-f terdiri atas lantanum hingga iterbium dan aktinium hingga nobelium, dan meletakkan lutesium dan lawrensium pada golongan 3. Hal ini didasarkan pada aturan Aufbau (atau aturan Madelung) dalam pengisian subkulit elektron, di mana 4f diisi sebelum 5d (atau 5f sebelum 6d), sehingga subkulit f sudah terisi penuh pada unsur iterbium (dan nobelium) sedangkan lutesium (dan lawrensium) mempunyai konfigurasi []s2 f14 d1. Meskipun demikian, lantanum dan aktinium adalah pengecualian pada aturan Aufbau dengan konfigurasi elektron []s2 d1 (bukan []s2f1 seperti prediksi aturan aufbau) sehingga tidaklah pasti dari konfigurasi elektronnya apakah lantanum atau lutesium (aktinium atau lawrensium) yang seharusnya diklasifikasikan dalam logam transisi.

Ciri dan sifat

[sunting | sunting sumber]

Ada beberapa ciri yang dimiliki bersama oleh unsur transisi yang tidak dimiliki unsur-unsur lain, yang disebabkan oleh terisinya sebagian dari subkulit d. Di antaranya adalah:

  1. pembentukan senyawa yang warnanya disebabkan oleh transisi elektron d-d
  2. pembentukan senyawa dengan banyak bilangan oksidasi, dikarenakan kereaktifan yang relatif rendah pada elektron subkulit d yang tidak berpasangan
  3. pembentukan beberapa senyawa paramagnetik disebabkan oleh adanya elektron subkulit d yang tidak berpasangan. Beberapa senyawa dari unsur golongan utama juga merupakan paramagnetik (seperti nitrogen oksida dan oksigen).

Senyawa berwarna

[sunting | sunting sumber]

Warna pada senyawa yang mengandung logam transisi pada umumnya disebabkan oleh transisi elektron dalam dua tipe:

  • transfer muatan kompleks. Sebuah elektron dapat melompat dari orbit ligan ke orbit logam, membentuk ligand to metal charge transfer (LMCT). Hal ini dapat dilihat dengan mudah jika logam sedang pada bilangan oksidasi yang tinggi. Sebagai contoh, warna pada ion kromat, dikromat, dan permanganat termasuk tipe ini. Contoh lainnya adalah pada raksa(II) iodida yang berwarna merah karena transisi LMCT.

Transisi metal to ligand charge transfer (MLCT) terjadi ketika logam dalam bilangan oksidasi yang rendah sehingga ligan dengan mudah tereduksi.

  • transisi d-d. Sebuah elektron melompat dadi satu orbit d ke orbit yang lain. Pada senyawa logam transisi yang kompleks, antarorbit d tidak mempunyai tingkat energi yang sama. Pola pemisahan orbit d dapat dihitung dengan teori medan kristal. Tingkat pemisahan tergantung pada jenis logam, bilangan oksidasi, dan sifat dari ligan. Tingkat energi yang sebenarnya ditunjukkan oleh diagram Tanabe-Sugano.

Pada kompleks yang sentrosimetrik, seperti oktahedral, transisi d-d melanggar aturan Laporte dan hanya terjadi karena penggabungan vibronik di mana getaran molekul terjadi bersamaan dengan transisi d-d. Kompleks tetrahedral mempunyai warna yang lumayan terang karena perpaduan subkulit d dan p dimungkinkan jika tidak ada pusat simetri, sehingga transisi tidak murni d-d.

Bilangan oksidasi

[sunting | sunting sumber]

Salah satu ciri logam transisi adalah di mana unsur-unsur tersebut mempunyai lebih dari satu bilangan oksidasi. Contohnya, pada senyawa vanadium diketahui mempunyai bilangan oksidasi mulai -1 pada V(CO)6- hingga +5 pada VO43-. Bilangan oksidasi maksimum pada logam transisi baris pertama sama dengan jumlah elektron valensi seperti titanium (+4) dan mangan (+7) namun berkurang pada unsur-unsur selanjutnya. Pada baris kedua dan ketiga ada ruthenium dan osmium dengan bilangan oksidasi +8. Pada senyawa seperti [Mn04]- dan OsO4, unsur logam transisi memperoleh oktet yang stabil dengan membentuk empat ikatan kovalen. Bilangan oksidasi terendah ada pada senyawa Cr(CO)6 (bilangan oksidasi nol) dan Fe(CO)42- (bilangan oksidasi -2) di mana aturan 18 elektron dipatuhi. Senyawa tersebut juga merupakan kovalen. Ikatan ion biasanya terbentuk pada bilangan oksidasi +2 atau +3. Pada senyawa yang terlarut, ion tersebut biasanya berikatan dengan enam molekul air yang tersusun secara oktahedral.

Kemagnetan

[sunting | sunting sumber]

Senyawa pada logam transisi biasanya bersifat paramagnetik apabila terdapat satu atau lebih elektron tak berpasangan pada subkulit d. Pada senyawa oktahedral dengan elektron antara empat hingga tujuh pada subkulit d, spin tinggi dan spin rendah mungkin terjadi. Senyawa tetrahedral seperti [FeCl4]2- bersifat spin tinggi dikarenakan pemisahan medan kristal yang rendah sehingga energi yang diperoleh dari elektron yang berada pada tingkat energi yang lebih rendah selalu lebih kecil daripada energi yang diperlukan untuk memasangkan spin. Beberapa senyawa bersifat diamagnetik. Yang termasuk golongan ini adalah senyawa oktahedral, spin rendah, d6, dan d8 yang berbentuk segi empat planar. Feromagnetisme terjadi jika atom tunggal bersifat paramagnetik dan arah spin tersusun sejajar satu sama lain pada bahan kristal. Logam besi dan campuran alniko adalah contoh senyawa logam transisi yang bersifat feromagnetik. Anti-feromagnetisme adalah contoh sifat kemagnetan yang terbentuk dari susunan khusus dari spin tunggal pada benda padat.

Sifat katalitik

[sunting | sunting sumber]

Logam transisi dan senyawanya diketahui mempunyai aktivitas katalitik sifat homogen dan heterogen. Aktivitas ini berasal dari kemampuan logam transisi untuk mempunyai lebih dari satu bilangan oksidasi dan kemampuan membentuk senyawa kompleks. Sebagai contoh Vanadium (V) oksida dikenal dapat memisahkan besi (pada proses Haber) dan nikel (pada hidrogenasi katalitik). Katalis pada permukaan bidang padat menyertakan pembentukan ikatan antara molekul reaktan dan atom pada permukaan katalis. Hal ini mempunyai pengaruh meningkatnya konsentrasi reaktan pada permukaan katalis dan memperlemah ikatan pada molekul yang bereaksi (menurunkan energi aktivasi reaksi). Dan juga karena unsur logam transisi dapat mengubah bilangan oksidasinya, sehingga efektif sebagai katalis.

Sifat lain

[sunting | sunting sumber]

Sesuai namanya, semua logam transisi adalah logam dan merupakan konduktor listrik. Secara umum, logam transisi mempunyai massa jenis yang tinggi serta titik leleh dan titik didih yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan adanya ikatan logam dengan elektron yang mudah berpindah, yang menyebabkan kohesi yang meningkatkan jumlah elektron bersama. Meskipun demikian, logam golongan 12 mempunyai titik didih dan titik leleh yang lebih rendah karena subkulit d unsur tersebut mencegah ikatan d-d. Air raksa mempunyai titik leleh -38.83 °C (-37.89 °F) dan merupakan zat cair pada suhu ruang. Logam transisi dapat berikatan membentuk bermacam-macam ligan.

Kelogaman dari unsur logam golongan transisi lebih kuat dibandingkan golongan-golongan utama. Hal itu disebabkan karena pada golongan unsur transisi terdapat banyak elektron bebas dalam orbital d. [4] Dalam subkulit d tidak terisi secara penuh atau mudah menghasilkan ion-ion dengan subkulit d yang juga tidak terisi penuh.[5]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ IUPAC, Compendium of Chemical Terminology, 2nd ed. (the "Gold Book") (1997). Online corrected version: (2006–) "transition element
  2. ^ Jensen, William B. (2003). "The Place of Zinc, Cadmium, and Mercury in the Periodic Table". Journal of Chemical Education 80 (8): 952–961. Bibcode:2003JChEd..80..952J. doi:10.1021/ed080p952.
  3. ^ Bury, C. R. (1921). "Langmuir's theory of the arrangement of electrons in atoms and molecules". J. Amer. Chem. Soc. 43 (7): 1602–1609. doi:10.1021/ja01440a023.
  4. ^ Sunarya, Yayan dan Agus S.2007.Mudah dan Aktif Belajar Kimia.Bandung: PT Gravindo Media Pratama.
  5. ^ Chang,R.2004.Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Jilid 2 Edisi 3.Jakarta: Erlangga.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]