Perang saudara Kerajaan Muna
Perang saudara Kerajaan Muna | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Ilustrasi Perang saudara Kerajaan Muna. | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Kerajaan Muna (Wa Ode Kadingke) Kesultanan Buton Kerajaan Tiworo | Kerajaan Muna (La Ode Sumaeli) | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Wa Ode Kadingke Daeng Marewa La Kopuru (Sultan Buton) | La Ode Sumaeli | ||||||
Kekuatan | |||||||
Tidak diketahui | Tidak diketahui | ||||||
Korban | |||||||
Tidak diketahui | Tidak diketahui |
Perang saudara Kerajaan Muna adalah perang saudara yang terjadi pada akhir tahun 1700-an, yang melibatkan Kerajaan Muna dan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Perang ini disebabkan oleh adanya kesalahpahaman antara cucu raja Muna Omputo Sangia yang bernama Wa Ode Kadingke dengan raja Muna La Ode Sumaeli yang saat itu berkuasa, mengenai aturan adat perkawinan. Perang ini berakhir dengan kemenangan Wa Ode Kadingke dan dihukum matinya La Ode Sumaeli.
Latar belakang
[sunting | sunting sumber]Wa Ode Kadingke adalah anak dari Kapitalau Lasehao La Ode Zainal Abidin dan cucu dari raja Muna La Ode Husaini (Omputo Sangia). Wa Ode Kadingke menikah dengan seorang bangsawan Bugis bernama Daeng Marewa. Pernikahan mereka ditentang keras oleh raja Muna La Ode Sumaeli yang berkuasa saat itu. Penentangan ini diakibatkan oleh kesalahpahaman antara La Ode Sumaeli dengan Wa Ode Kadingke mengenai adat perkawinan Muna pada masa itu. La Ode Sumaeli menganggap bahwa pernikahan tersebut bertentangan dengan adat dan syariat Islam. Akan tetapi Wa Ode Kadingke yang tidak lain adalah cucu raja Muna Omputo Sangia, tidak menerima hal itu dan mengatakan kepada La Ode Sumaili bahwa perkawinan dalam Islam yang dilihat hanyalah pada sisi ketakwaannya dalam arti seiman dalam Islam dan perkawinan tersebut tetap dilanjutkan sebab Wa Ode Kadingke juga mendapat restu sekaligus dukungan dari Sultan Buton. La Ode Sumaeli terus menentang perkawinan tersebut, sehingga Wa Ode Kadingke pun menyatakan perang terhadap La Ode Sumaeli.[1]
Jalannya peperangan
[sunting | sunting sumber]Wa Ode Kadingke beserta suaminya Daeng Marewa akhirnya menyatakan perang kepada La Ode Sumaeli. Wa Ode Kadingke meminta bantuan kepada Kesultanan Buton dan Kerajaan Tiworo untuk memerangi raja Muna saat itu. Wa Ode Kadingke yang mendapatkan bantuan dari Kesultanan Buton, Kesultanan Tiworo, dan sebagian rakyat Kerajaan Muna berhasil mengalahkan pasukan Kerajaan Muna yang saat itu dipimpin oleh La Ode Sumaeli.[1]
Setelah pasukan La Ode Sumaeli berhasil dikalahkan, Dewan Sara Muna langsung menjatuhkan hukuman cambuk hingga tewas kepada La Ode Sumaeli, Dewan Sara Muna berpendapat bahwa La Ode Sumaeli telah gagal menanggulangi pemberontakan Wa Ode Kadingke.[1]
Akibat peperangan
[sunting | sunting sumber]Setelah raja Muna La Ode Sumaeli dihukum mati, Dewan Sara Muna kemudian memutuskan mengangkat putra Wa Ode Kadingke yaitu La Ode Saete sebagai raja Muna selanjutnya. La Ode Saete yang saat itu masih anak-anak belum mampu mengendalikan roda pemerintahan kemudian dibantu oleh Bhonto Balano (Perdana Menteri) hingga La Ode Saete dewasa.[1]