Roro Mendut (film)
Roro Mendut | |
---|---|
Sutradara | Ami Prijono |
Produser | Hatoek Subroto J. Adisubrata Tirto Yuwono |
Berdasarkan | Novel: Y.B. Mangunwijaya |
Pemeran | Meriam Bellina Mathias Muchus W.D. Mochtar Clara Sinta Rendra Sunarti Soewandi Sofia WD |
Penata musik | Franki Raden |
Sinematografer | Adrian Susanto |
Penyunting | Sri Kuncoro Syamsuri |
Distributor | PT Gramedia Film PT Sanggar Film PT Elang Perkasa Film |
Tanggal rilis |
|
Durasi | 107 menit |
Negara | Indonesia |
Penghargaan |
---|
Festival Film Indonesia 1983 |
|
Roro Mendut adalah film drama tragedi romantis yang disutradarai oleh Ami Prijono dan diproduksi pada tahun 1982, dibintangi antara lain oleh Meriam Bellina, Mathias Muchus dan W.D. Mochtar.
Cerita film ini berlatar abad ke-17 di Kesultanan Mataram (pada era Republik Indonesia, kerajaan ini terletak di Pulau Jawa dan berpusat di provinsi Jawa Tengah).[1]. Film ini didasarkan pada cerita bersambung Roro Mendut yang ditulis oleh Y.B. Mangunwijaya. Cerita bersambung ini sendiri berasal dari kisah cinta klasik Jawa Roro Mendut yang dikisahkan dalam Babad Tanah Jawi. Kisah cinta ini bercerita tentang cinta Roro Mendut yang selalu diinginkan Tumenggung Wiroguno, dengan Pronocitro, cinta sejatinya. Roro Mendut dan Pronocitro melarikan diri dari kungkungan tembok Mataram, dan membuat Wiroguno murka. Keinginan Wiroguno untuk menangkap kembali Roro Mendut kemudian bukan sekadar urusan pribadi cintanya, tetapi untuk menegakkan citra keagungan dan kekuasaan Mataram atas Kadipaten Pati yang memberontak pada Mataram.
Sinopsis
[sunting | sunting sumber]Roro Mendut (Meriam Bellina) adalah seorang wanita muda cantik dan salah satu rampasan kekayaan dari Kadipaten Pati yang diboyong ke Mataram setelah berakhirnya perang antara Kesultanan Mataram dengan Pati. Karena kemenangan gemilang tersebut, Sultan Agung berkenan menghadiahkan semua hasil rampasan perang itu kepada Tumenggung Wiroguno (W.D. Mochtar), panglima perangnya yang berhasil memimpin penumpasan pemberontakan Kadipaten di pantai utara Jawa pada abad-17 tersebut.
Wiroguno yang sangat terpukau dengan darah muda Roro Mendut tidak bisa menikmati hadiah tersebut sepenuhnya, karena Roro Mendut menolak untuk dijadikan selir. Wiroguno sangat terpukul dan merasa runtuh harga dirinya sebagai panglima tertinggi Mataram karena ditolak Roro Mendut. Demi menegakkan wibawa dan harga dirinya, Wiroguno menghukum Roro Mendut untuk membayar pajak yang sangat besar jumlahnya. Ternyata Roro Mendut selalu bisa memenuhinya. Caranya dengan mengisap dan menjual rokok linting di sebuah warung tertutup di pasar rakyat. Makin pendek batang rokok yang diisap, makin mahal harganya. Suatu ketika Roro Mendut bertemu dan jatuh cinta dengan Pronocitro (Mathias Muchus). Hubungan cinta mereka terhalang oleh kungkungan tembok Mataram dan harga diri Tumenggung Wiroguno. Pronocitro mencari siasat dengan menghamba kepada Tumenggung Wiroguno. Dalam klimaks cerita, ia mengajak Roro Mendut melarikan diri, mencari kebebasan dan kebahagiaan bersama keluar dari kungkungan tembok Mataram. Wiroguno sangat murka. Ia bertekad menangkap Roro Mendut kembali, bukan semata-mata karena persoalan harga diri dan wibawa pribadi, tetapi demi menegakkan citra keagungan dan kekuasaan Mataram yang jaya atas daerah Kadipaten Pati. Kisah cinta Roro Mendut dan Pronocitro kemudian harus berakhir tragis di ujung keris, tetapi kisah cinta mereka menjadi abadi dan menjadi simbol teguhnya pendirian insan nusantara kala itu.
Pemeran utama
[sunting | sunting sumber]- Meriam Bellina sebagai Roro Mendut (suara diisi oleh Anna Sambayon)
- W.D. Mochtar sebagai Tumenggung Wiroguno
- Mathias Muchus sebagai Pronocitro
- Clara Sinta Rendra sebagai Genduk Duku
- Sunarti Soewandi sebagai Nyi Ajeng
- Sofia WD sebagai Ni Semongko
Penghargaan dan nominasi
[sunting | sunting sumber]Festival | Tahun | Kota, Negara | Penghargaan | Penerima | Hasil |
---|---|---|---|---|---|
Festival Film Indonesia | 1983 | Medan, Indonesia | Penata Artistik Terbaik | A. Abidin | Menang (Piala Citra) |
Festival Film Indonesia | 1983 | Medan, Indonesia | Film Terbaik | J. Adisubrata | Nominasi |
Festival Film Indonesia | 1983 | Medan, Indonesia | Sutradara Terbaik | Ami Prijono | Nominasi |
Festival Film Indonesia | 1983 | Medan, Indonesia | Pemeran Utama Pria Terbaik | W.D.Mochtar | Nominasi |
Festival Film Indonesia | 1983 | Medan, Indonesia | Fotografi Terbaik | Adrian Susanto | Nominasi |
Festival Film Indonesia | 1983 | Medan, Indonesia | Tata Musik Terbaik | Franki Raden | Nominasi |
Festival Film Indonesia | 1983 | Medan, Indonesia | Film Terbaik | Tirto Yuwono | Nominasi |
Festival Film Indonesia | 1983 | Medan, Indonesia | Film Terbaik | Hatoek Subroto | Nominasi |
Catatan produksi
[sunting | sunting sumber]Film ini juga dirilis di luar Indonesia dengan judul The Rebellious Woman (bahasa Indonesia: "Wanita Pemberontak"). Saat hendak dirilis, akhir cerita film ini sempat membuat sengketa dengan penulis ceritanya, Y.B. Mangunwijaya. Dalam cerita cinta tragis aslinya dikisahkan Roro Mendut dan Pronocitro bunuh diri, tetapi dalam cerita bersambung Roro Mendut, Mangunwijaya membuat akhiran dimana Roro Mendut dan Pronocitro tewas bersama-sama di ujung keris Tumenggung Wiroguno, yang diharapkan menjadi lambang optimisme dan perlawanan terhadap kekuasaan. Kopi film 35 mm film ini dapat diakses dari koleksi Sinematek Indonesia.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- (Indonesia) Laman Roro Mendut di indonesianfilmcenter.com Diarsipkan 2013-08-01 di Wayback Machine.
- (Inggris) Roro Mendut - The Rebellious Woman Diarsipkan 2006-09-16 di Wayback Machine.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Mangunwijaya, Y.B. 2008. "Rara Mendut: Sebuah Trilogi". Penerbit Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-979-22-3583-8