Lompat ke isi

Lutung mentawai

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Lutung mentawai
Presbytis potenziani Edit nilai pada Wikidata
Status konservasi
Terancam kritis
IUCN18130 Edit nilai pada Wikidata
Taksonomi
KelasMammalia
OrdoPrimates
SuperfamiliCercopithecoidea
FamiliCercopithecidae
GenusPresbytis
SpesiesPresbytis potenziani Edit nilai pada Wikidata
(Bonaparte, 1856)
Tata nama
ProtonimSemnopithecus potenziani Edit nilai pada Wikidata
Distribusi

Edit nilai pada Wikidata

Lutung mentawai (Presbytis potenziani) adalah jenis lutung endemik yang habitatnya hanya ada di Kepulauan Mentawai, Indonesia. Nama lokalnya adalah Joja. Bagian dorsal dan ekornya berwarna hitam mengilat dengan ventral cokelat kemerahan. Bagian dagu, dahi dan pipinya berwarna putih dengan bagian kelamin berwarna putih kekuningan. Panjang tubuhnya rata-rata 50 cm dengan berat rata-rata 6–6,5 kg.

Spesies lutung mentawai hanya ada dua, yaitu Presbytis potenziani potenziani dan Presbytis potenziani siberu. Habitat lutung mentawai berpusat di Taman Nasional Siberut dan pulau-pulau di Kepulauan Mentawai. Lutung mentawai hidup di bagian atas pepohonan secara berkelompok di atas pohon di dalam hutan primer maupun hutan sekunder.

Makanan utama dari lutung mentawai adalah tumbuhan dan serangga berukuran kecil. Lutung mentawai termasuk hewan langka. Pemerintah Indonesia telah menetapkan lutung mentawai sebagai salah satu satwa yang dilindungi di Indonesia pada tahun 1999.

Ciri fisik

[sunting | sunting sumber]

Lutung mentawai memiliki bagian dorsal dan ekor berwarna hitam yang mengkilat seperti sutra.[1] Di bagian ventral, warnanya pucat hingga cokelat kemerahan. Warna putih terdapat di bagian dagu, dahi dan pipi. Warna bagian kelamin (genital) adalah putih kekuningan. Rambut berwarna putih tumbuh di bagian kelamin jantan. Ukuran rata-rata dari tubuh lutung mentawai baik jantan maupin betina adalah 50 cm. Sementara bagian ekornya memiliki panjang rata-rata 50,5 cm. Berat badan jantan maupun betina sekitar 6–6,5 kg.[2]

Lutung mentawai termasuk salah satu marga primata asli Indonesia yang hidup di Kepulauan Mentawai.[3] Nama marganya adalah Presbytsis potenziani.[4] Lutung mentawai termasuk mamalia.[5] Spesies lutung mentawai disebut dengan nama Joja oleh penduduk di Kepulauan Mentawai.[6] Penamaan ini khususnya di Pulau Siberut.[7] Sementara di wilayah Kecamatan Sipora Utara dan Kecamatan Pagai Selatan, lutung mentawai disebut ataipeipei.[2] Spesies lutung mentawai ada dua, yaitu Presbytis potenziani potenziani dan Presbytis potenziani siberu.[2] Nama spesies untuk Presbytis potenziani siberu telah disingkat menjadi Presbytis siberu.[8]

Lutung mentawai membentuk habitat secara menyebar di Sumatra bagian barat.[9] Habitat lutung mentawai berada di kawasan cagar biosfer Taman Nasional Siberut. Penyebarannya di wilayah Kecamatan Siberut Utara dan Kecamatan Siberut Selatan.[10] Presbytis potenziani potenziani hidup menyebar di Kepulauan Mentawai khususnya di Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara, dan Pulau Pagai Selatan[2]. Sedangkan habitat utama Presbytis siberu di Pulau Siberut.[8] Di Pulau Siberut, Presbytis siberu ditemukan di Taman Nasional Siberut dan kawasan hutan produksi Pulau Siberut.[11]

Tempat hidup lutung mentawai selalu berada di atas pohon.[1] Habitat lutung mentawai berada di hutan primer dan hutan sekunder. Lutung mentawai dapat ditemukan di hutan rawa, sekitar perkebunan dan perbukitan. Habitatnya jarang ditemukan di tepian sungai.[12]

Lutung mentawai memakan serangga dan tumbuhan. Jenis serangga yang dimakannya adalah serangga berukuran kecil. Sementara jenis tumbuhan yang dimakannya dari famili Dipterocarpaceae. Bagian tumbuhan yang dimakan oleh lutung mentawai hanya bagian pucuk daun, bunga dan buah. Daun merupakan makanan utama mereka dengan komposisi 55%. Kemudian diikuti oleh buah dan biji sebesar 32%. Sisanya sebesar 14% adalah makanan jenis lain.[12]

Perilaku sosial

[sunting | sunting sumber]

Lutung mentawai hidup secara berkelompok. Dalam satu kelompok, jumlah anggotanya antara dua sampai lima ekor.[13] Kelompok lutung mentawai dibentuk oleh pasangan kawin yang terdiri dari satu pejantan dan satu betina. Jumlah anggota keluarganya dapat mencapai 8 ekor. Anggota keluarganya meliputi anak-anak lutung mentawai yang belum mampu mencari makan sendiri.[12]

Perlindungan

[sunting | sunting sumber]

Keberadaan lutung mentawai termasuk langka.[14] Di seluruh dunia, lutung mentawai hanya ditemukan di Kepulauan Mentawai.[15] Pemerintah Indonesia menetapkan lutung mentawai sebagai salah satu dari satwa yang dilindungi di Indonesia.[16] Penetapan perlindungan lutung mentawai melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Jenis-Jenis Satwa yang Dilindungi.[17] Lutung mentawai ditetapkan sebagai salah satu satwa yang hanya dapat dipelihara jika memperoleh izin resmi dari Presiden Indonesia.[18]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Pusat Data dan Analisa Tempo (2020). Beberapa Kisah Hewan Endemik Indonesia. Tempo Publishing. hlm. 14. 
  2. ^ a b c d Supriatna dan Wahyono 2000, hlm. 195.
  3. ^ Supriatna, J., dan Ramadhan, R. (2016). Yanwardi, ed. Pariwisata Primata Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 17. ISBN 978-602-433-216-7. 
  4. ^ Mangunjaya, Fachruddin M. (2005). Konservasi Alam dalam Islam. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 126. ISBN 978-602-433-154-2. 
  5. ^ Hamdani dan Haikal (2017). Nasirin, A. dan Roby, ed. Seluk Beluk Perdagangan Ekspor Impor Jilid 1. Jakarta Timur: Bushindo. hlm. 48. ISBN 978-979-97521-4-7. 
  6. ^ Supriatna, Jatna (2014). Yanwardi, ed. Berwisata Alam di Taman Nasional. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 30. ISBN 978-979-461-896-7. 
  7. ^ Darmanto dan Setyawati, A. B. (2012). Berebut Hutan Siberut: Orang Mentawai, Kekuasaan, dan Politik Ekologi. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 195–196. ISBN 978-979-91-0503-5. 
  8. ^ a b Supriatna, Jatna (2021). Otobiografi Jatna Supriatna: Jejak Selusur Seorang Petualang, Pendidik dan Wiraswasta Perikehidupan Alam. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 190. ISBN 978-623-321-099-7. 
  9. ^ Supriatna, Jatna (2018). Konservasi Biodiversitas: Teori dan Praktik di Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 47. ISBN 978-602-433-633-2. 
  10. ^ Sinaga, dkk. 2017, hlm. 11.
  11. ^ Pusat Data dan Analisa Tempo (2020). Melihat Hutan Indonesia pada Periode Pertama Presiden Joko Widodo. Tempo Publishing. hlm. 57–58. ISBN 978-623-339-488-8. 
  12. ^ a b c Supriatna dan Wahyono 2000, hlm. 196.
  13. ^ Sinaga, dkk. 2017, hlm. 12.
  14. ^ Supriatna, Jatna (2008). Melestarikan Alam Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hlm. 439. ISBN 978-979-461-696-3. 
  15. ^ Pusat Data dan Analisa Tempo (2020). Taman Nasional Siberut Sumatera. Tempo Publishing. hlm. 28–29. ISBN 978-623-339-393-5. 
  16. ^ Alikodra, Hadi S. (2018). Sardin, Dewi Sartika, ed. Teknik Pengelolaan Satwaliar dalam Rangka Mempertahankan Keanekaragaman Hayati Indonesia. Bogor: PT Penerbit IPB Press. hlm. 357. ISBN 978-979-493-192-9. 
  17. ^ Mangunjaya, F. M., dkk. (2017). Mangunjaya, Fachruddin M., ed. Pelestarian Satwa Langka untuk Keseimbangan Ekosistem: Penuntun Sosialisasi Fatwa MUI No. 4, 2014, tentang Fatwa Pelestarian Satwa Langka untuk Menjaga Keseimbangan Ekosistem. Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam, Majelis Ulama Indonesia. hlm. 133–134. ISBN 978-602-0819-34-1. 
  18. ^ Pusat Data dan Analisa Tempo. Satwa Langka di Rumah Pejabat Negara. Tempo Publishing. hlm. 41–42. ISBN 978-623-262-347-7. 

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]