Lompat ke isi

Museum Manusia Purba Sangiran

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Museum Manusia Purba Sangiran
Gerbang masuk Museum Sangiran circa 2011.
Peta
LokasiSragen dan Karanganyar
JenisMuseum arkeologi

Museum Manusia Purba Sangiran atau Museum Sangiran adalah museum arkeologi yang terletak di dua kabupaten, yaitu Sragen dan Karanganyar. Memiliki lima klaster, empat di antaranya terletak di Kabupaten Sragen, sedangkan satu klaster terletak di Kabupaten Karanganyar.

Museum Sangiran berawal dari Museum Plestosen yang dibangun pada 1974, yang digunakan sebagai tempat menampung temuan fosil di kawasan Sangiran. Pada 1983, dibangun museum yang lebih luas karena ukuran Museum Plestosen yang kecil tidak sanggup lagi menampung temuan-temuan yang makin melimpah. Museum tersebut dinamakan Museum Situs Sangiran yang dibangun di Dusun Ngampon, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen.

Sejarah Museum Sangiran berawal dari dibangunnya Museum Plestosen pada 1974. Museum Plestosen saat itu difungsikan sebagai tempat penampungan seluruh hasil temuan fosil yang ada di kawasan Sangiran. Pada 1977, kawasan situs Sangiran ditetapkan sebagai daerah cagar budaya oleh Fuad Hassan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan mengeluarkan Surat Keputusan No. 070/O/1977. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi kegiatan penggalian, penyelundupan, dan perdagangan fosil secara ilegal yang sering terjadi di Sangiran saat itu. Penetapan tersebut membuat kawasan Sangiran terbagi menjadi dua yaitu daerah cagar budaya sisi utara yang dikelola oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Sragen dan sisi selatan dikelola oleh Pemda Karanganyar.[1]

Saat itu sisi selatan belum memiliki tempat untuk menampung seluruh temuan fosil yang ada di sana, sehingga dibangun museum baru yang disebut dengan museum sisi selatan. Pada 1977 dibangun museum sisi selatan yang terletak di Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar. Namun, museum tadi tidak bertahan lama sehingga bangunannya dibongkar dan dialihfungsikan menjadi pendopo desa tersebut. Dalam perkembangannya Museum Plestosen lebih berkembang dibandingkan dengan museum sisi selatan dan memiliki hasil temuan fosil yang semakin melimpah. Akan tetapi, Museum Plestosen masih berukuran kecil karena dibangun hanya pada areal tanah seluas 100 m². Alhasil, tidak mampu menampung seluruh temuan fosil yang ada di Sangiran saat itu sehingga tercipta gagasan untuk membangun museum baru yang lebih luas.[2]

Museum baru yang lebih luas kemudian dibangun pada 1983, menggantikan Museum Plestosen. Museum baru tersebut diberi nama Museum Situs Sangiran. Dibangun di Dusun Ngampon, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Koleksi yang ada di Museum Situs Sangiran saat itu berasal dari seluruh temuan fosil yang ada di Museum Plestosen dan museum sisi selatan. Museum Situs Sangiran menyimpan berbagai temuan fosil untuk mengungkapkan sejarah evolusi umat manusia di dunia.[2]

Selama perkembangannya hingga saat ini, Museum Manusia Purba Sangiran memiliki lima klaster, sebagai berikut:[3]

Klaster Krikilan

[sunting | sunting sumber]

Klaster Krikilan menjadi induk atau titik pusat dari Sangiran. Klaster ini menjadi pusat kunjungan yang memberikan wawasan luas. Di klaster ini semua informasi tentang kepurbakalaan tersaji lengkap beserta dengan bentang alam Sangiran. Klaster inilah yang diketahui secara umum oleh masyarakat sebagai Museum Sangiran yang memiliki beragam koleksi yang dipamerkan.[3]

Klaster Bukuran

[sunting | sunting sumber]

Klaster Bukuran menjadi pendukung dari Klaster Krikilan. Dinamakan demikian karena klaster ini terletak di Desa Bukuran. Klaster ini menampilkan teori-teori evolusi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Materi yang disajikan di Klaster Bukuran dibuat dengan konsep masa kini melalui grafis visual yang interaktif.[4]

Klaster Ngebung

[sunting | sunting sumber]
Museum Sangiran Klaster Ngebung.

Klaster Ngebung merupakan titik awal atau lokasi dilakukannya penggalian secara sistematis oleh beberapa tokoh seperti Raden Saleh, J.C. van Es, Eugene Dubois, G.H.R von Koenigswald, dan lainnya. Klaster ini menjadi bagian penting dalam menghasilkan temuan fosil binatang, artefak, dan beberapa sisa fosil manusia. Pada klaster ini disajikan perjalanan Situs Sangiran mulai dari eksplorasi awal hingga diakui sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO. Bentuk sajian di Klaster Ngebung antara lain yaitu display koleksi, poster, dan materi tentang potensi Sangiran dalam bentuk digital interaktif.[5]

Klaster Dayu

[sunting | sunting sumber]

Klaster Dayu terletak di Desa Dayu menjadi klaster pendukung keberadaan Museum Sangiran. Klaster ini menyajikan beberapa lapisan tanah dari empat zaman dengan rentang waktu 100 ribu hingga 1,8 juta tahun silam. Lebih lanjut, Klaster Dayu atau Museum Dayu ini menjadi pusat informasi tentang pelapisan tanah purba serta budaya manusia dengan jenis Homo erectus terlengkap. Klaster Dayu tampil mengikuti perkembangan teknologi dengan sentuhan digitalisasi yang populer disertai tata pamer dan display yang menarik.[5]

Lapangan Museum Manyarejo

[sunting | sunting sumber]

Lapangan Museum Manyarejo merupakan klaster pendukung dari Situs Sangiran serta menjadi bentuk apresiasi kepada para peneliti dari berbagai disiplin ilmu dan masyarakat sekitar yang telah menghasilkan berbagai penemuan penting kepurbakalaan. Museum Manyarejo menyajikan berbagai kenangan penelitian yang pernah dilakukan di daerah tersebut. Berbagai memorabilia yang dimiliki peneliti dan masyarakat sekitar dikemas dengan nuansa rumah tradisional dengan dukungan informasi interaktif.[5]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Ernifiati 2012, hlm. 119–120.
  2. ^ a b Ernifiati 2012, hlm. 120.
  3. ^ a b Wardani & Wijayanti 2023, hlm. 3.
  4. ^ Wardani & Wijayanti 2023, hlm. 3–4.
  5. ^ a b c Wardani & Wijayanti 2023, hlm. 4.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
  • Media tentang Sangiran di Wikimedia Commons