Lompat ke isi

Goguryeo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Goguryeo

고구려
37 SM–668
Goguryeo pada puncaknya pada tahun 476.
Goguryeo pada puncaknya pada tahun 476.
Ibu kotaJolbon
(37 SM-3)

Gungnae
(3–427)

Pyongyang
(427–668)
Bahasa yang umum digunakanGoguryeo dan Japonik Goguryeo
Agama
Buddha, Taoisme, Konfusianisme, Shamanisme
PemerintahanMonarki
Penguasa 
• 37–19 BC
Dongmyeong
• 391–413
Gwanggaeto
• 413–491
Jangsu
• 590–618
Yeongyang
Era SejarahKuno
• Didirikan
37 SM
• Pengenalan Agama Buddha
372
• Kampanye Gwanggaeto
391–413
598–614
645–668
• Jatuh
668
Populasi
• 
3,500,000 (saat jatuh tahun 668)
Didahului oleh
Digantikan oleh
Buyeo
Balhae
Silla Bersatu
Sekarang bagian dari Korea Selatan
 Korea Utara
 Tiongkok
 Rusia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini
Goguryeo
Hangeul고구려
Hanja高句麗
Alih Aksara yang DisempurnakanGoguryeo
McCune–ReischauerKoguryŏ
Maharaja Korea
Goguryeo
  1. Dongmyeong 37-19 SM
  2. Yuri 19 SM-18 SM
  3. Daemusin 18-44
  4. Minjung 44-48
  5. Mobon 48-53
  6. Taejo 53-146
  7. Chadae 146-165
  8. Sindae 165-179
  9. Gogukcheon 179-197
  10. Sansang 197-227
  11. Dongcheon 227-248
  12. Jungcheon 248-270
  13. Seocheon 270-292
  14. Bongsang 292-300
  15. Micheon 300-331
  16. Gogug-won 331-371
  17. Sosurim 371-384
  18. Gogug-yang 384-391
  19. Gwanggaeto yang Agung 391-413
  20. Jangsu 413-490
  21. Munja 491-519
  22. Anjang 519-531
  23. An-won 531-545
  24. Yang-won 545-559
  25. Pyeong-won 559-590
  26. Yeong-yang 590-618
  27. Yeong-nyu 618-642
  28. Bojang 642-668

Goguryeo adalah sebuah kerajaan kuno yang menduduki wilayah Manchuria dan sebelah utara Semenanjung Korea. Goguryeo termasuk ke dalam Tiga Kerajaan Korea bersama Kerajaan Baekje dan Silla dan merupakan kerajaan yang terbesar. Goguryeo berdiri tahun 37 SM dan berakhir pada tahun 668 Masehi.

Pendirian

[sunting | sunting sumber]
Lukisan dinding Kompleks Makam Goguryeo di Korea Utara

Berdasarkan Samguk Sagi, seorang pangeran dari kerajaan Buyeo Timur bernama Jumong mengungsi setelah terjadinya perebutan kekuasaan dengan pangeran lain di kerajaan itu, dan ia mendirikan sebuah kerajaan bernama Goguryeo pada tahun 37 SM di sebuah daerah bernama Jolbon Buyeo. Diperkirakan sekarang berlokasi di tengah lembah Sungai Yalu dan Tung-chia di perbatasan Korea Utara dan Manchuria. Beberapa sejarawan meyakini bahwa Goguryeo mungkin didirikan lebih awal, yakni pada abad ke-2 SM. Dalam kitab sejarah kuno Tiongkok, Han Shu, kata Goguryeo dalam aksara Tionghoa (高句麗) pertama kali ditulis pada tahun 113 SM dimana saat itu adalah sebuah negara kecil yang berada dalam kendali distrik Xuantu. Dalam catatan Kitab Kuno Tang, disebutkan bahwa Kaisar Taizong dari Dinasti Tang menyebutkan bahwa sejarah Goguryeo mendekati 900 tahun. Pada tahun 75 SM, sekelompok suku bernama Yemaek, yang diperkirakan merupakan elemen asli warga Goguryeo, melakukan penyerangan terhadap Distrik Xuantu dari sebelah barat lembah Sungai Yalu.

Bagaimanapun, dari bukti-bukti tertulis dari kitab-kitab sejarah Tang, Samguk Sagi, Nihon Shoki dan sebagainya cenderung mendukung tahun 37 SM atau pertengahan abad ke-1 SM untuk pendirian Goguryeo. Pembuktian dari benda-benda arkeologis mungkin mendukung keberadaan suku Yemaek pada abad ke-2 SM, tetapi tiada bukti langsung yang bisa menjelaskan apakah mereka menyebut kelompok mereka sebagai warga Goguryeo. Penyebutan pertama kata Goguryeo sebagai kelompok yang dikait-kaitkan dengan suku Yemaek dapat ditemukan dalam referensi di Han Shu yang menceritakan pemberontakan Goguryeo tahun 12 M, ketika mereka melepaskan diri dari pengaruh Xuantu. Pada saat ini pula para pemimpin Goguryeo mulai mengganti gelarnya menjadi gelar pemimpin Tiongkok, "wang" (Raja; 王).

Pada pendiriannya, kemungkinan warga Goguryeo adalah kombinasi dari orang Buyeo dan Yemaek. Babad Tiongkok San Guo Zhi menyebutkan dalam bagian berjudul Catatan mengenai Barbarian dari Timur, menyebutkan bahwa suku Buyeo dan Yemaek berkaitan secara etnis dan berbicara dalam bahasa yang sama.

Jumong dan mitos pendirian

[sunting | sunting sumber]

Penyebutan kata Jumong paling awal dicatat dalam tulisan di Prasasti Raja Gwanggaeto yang Agung yang didirikan pada abad ke-4 Masehi. Nama Jumong dapat dibaca: 朱蒙 (Jumong), 鄒牟 (Chumo), atau 仲牟 (Jungmo).

Prasasti itu menjelaskan bahwa Jumong adalah pemimpin pertama dan nenek moyang orang Goguryeo, dan ia adalah putra dari raja Buyeo dan anak perempuan dewi sungai Habaek. Samguk Sagi dan Samguk Yusa menyebutkan detail dan nama ibu dari Jumong adalah Yuhwa. Ayah kandung Jumong adalah Hae Mosu yang disebut dengan julukan laki-laki perkasa atau pangeran surga. Samguk Sagi menulis bahwa Hae Mosu adalah seorang dewa langit. Lalu Raja Buyeo memberikan tempat perlindungan bagi Yuhwa dan mengangkat Jumong menjadi putranya, kemudian menjadi pangeran. Konon, Jumong sangat berbakat, terutama dalam memanah dan berkuda sehingga membuat putra mahkota cemburu. Putra mahkota berencana membunuh Jumong dan saat mengetahui rencana itu Jumong melarikan diri dari istana. Prasasti dan sumber-sumber sejarah Korea saling berlawanan tentang asal dari Jumong. Prasasti menyebut Jumong berasal dari Buyeo Utara dan babad Samguk Sagi dan Samguk Yusa menyebut ia dari Buyeo Timur. Jumong tiba di konfederasi Jolbon Buyeo dan menikahi putri raja penguasanya. Pada akhirnya ia mendirikan Goguryeo dengan segelintir pengikutnya dari Buyeo.

Nama keluarga Jumong adalah Hae (解), nama pemimpin Buyeo. Menurut Samguk Yusa, Jumong mengubah nama keluarganya menjadi Go (高), berdasarkan asal keturunannya yang berpengaruh. Jumong tercatat menundukkan kerajaan Biryu (沸流國) pada tahun 36 SM, kerajaan Haeng-in (荇人國) pada tahun 33 SM, dan Okjeo Utara pada tahun 28 SM.

Ekspansi dan penggabungan suku

[sunting | sunting sumber]

Awalnya Goguryeo terbentuk dari sekelompok suku yang bernama Yemaek menjadi sebuah kerajaan dan secara cepat memperluas wilayah mereka. Goguryeo terkenal suka menyerbu tetangga mereka untuk memperluas wilayah kekuasaannya sehingga sering kali ditakuti.

Pada masa pemerintahan Raja Taejo tahun 53 M, 5 kelompok suku digabungkan kedalam 5 wilayah yang dikuasai Goguryeo. Ia menundukkan suku Okjeo, suku Dongye, dan berbagai suku di Manchuria dan Korea sebelah utara. Goguryeo tidak segan untuk menyerang distrik Lelang, Xuantu dan Liaodong yang merupakan wilayah Dinasti Han. Kekuatan Goguryeo yang semakin kuat menyebabkan mereka terus melakukan ekspansi ke wilayah barat laut Manchuria. Namun, karena tekanan dari Liaodong semakin besar Goguryeo akhirnya memindahkan ibu kota dari lembah Sungai Hun ke lembah Sungai Yalu dekat Gunung Wandu.

Perang Goguryeo - Wei

[sunting | sunting sumber]

Kekacauan dari pemberontakan jajahannya (Komander) menyebabkan jatuhnya dinasti Han. Pada saat yang sama Goguryeo mulai menjalin hubungan dengan Cao Wei yang baru terbentuk. Goguryeo dan Wei akhirnya bergabung menyerang distrik Liaodong yang berontak pada Diansti Han. Ketika Liaodong jatuh ke tangan Wei, Goguryeo berbalik menyerang Liaodong dan Wei kembali berperang dengan Goguryeo tahun 244 M. Goguryeo mengalami kekalahan dan rajanya melarikan diri ke kerajaan Okjeo.

Kebangkitan

[sunting | sunting sumber]

Setelah 70 tahun Goguryeo akhirnya bangkit lagi dan kembali membangun ibu kota di gunung Wandu. Goguryeo menumpas distrik Tiongkok terakhir di semenanjung Korea, Lelang. Namun Goguryeo sering menghadapi invasi asing dan membuat statbilitas negara goyah. Pada tahun 342 Dinasti Yan Awal (Qian Yan) menginvasi Goguryeo. Lalu pada tahun 371 Raja Geunchogo dari Baekje menyerbu Goguryeo serta membunuh pemimpinnya, Raja Gogukwon dan merebut ibu kota Pyongyang. Raja Goguryeo ke-17 Sosurim menjalankan kebijakan isolasi dan mulai menyebarkan agama Buddha pada tahun 372

Raja Gwanggaeto

[sunting | sunting sumber]
Prasasti Raja Gwanggaeto yang dibuat tahun 414 M, salah satu dari sedikit rekaman tertulis yang tersisa dari Goguryeo.

Raja Gwanggaeto (berkuasa dari 391 sampai 412 M) disebut-sebut sebagai raja terkuat Goguryeo karena kekuatannya dalam militer dan melakukan ekspansi.

  • Dalam tulisan di prasasti yang didirikan oleh putranya, Jangsu), disbutkan bahwa Raja Gwanggaeto berhasil dengan gemilang menaklukkan 64 buah kota dan 1400 desa.
  • Raja Gwanggaeto menundukkan Qian Yan, kerajaan Buyeo dan suku Mohe.
  • Ia juga untuk pertama kalinya membuat penyatuan Semenanjung Korea dengan menjadikan kerajaan lain di semenanjung Korea seperti Silla, Baekje dan Gaya sebagai protektorat selama 50 tahun.
  • Dalam masa ini Goguryeo menguasai 3/4 wilayah semenanjung Korea.
  • Jangsu yang naik tahta tahun 413 menggantikan Gwanggaeto, memindahkan ibu kota ke Pyongyang tahun 427 dan mulai meningkatkan hubungan dengan Silla dan Baekje. Pada masa ini wilayah Goguryeo mencapai batas yang terjauh ke utara yang mencakup sebagian besar Manchuria dan mencapai wilayah Siberia.

Perselisihan dari dalam

[sunting | sunting sumber]

Masa keemasan Goguryeo mencapai puncak pada abad ke 6 dan setelah itu mulai melemah akibat konflik internal. Raja Anjang terbunuh tanpa ada penerus dan digantikan oleh saudaranya Raja Anwon. Keadaan Goguryeo semakin goyah saat Yangwon yang merupakan anak tertua raja Anwon yang berusia 8 tahun di angkat jadi raja ke 23. Melemahnya Goguryeo dimanfaatkan suku barbar menyerang perbatasan Goguryeo di sebelah utara tahun 550. Pada tahun 551 gabungan Silla dan Baekje mulai menyerang Goguryeo.

Konflik abad ke 6 dan ke 7

[sunting | sunting sumber]

Pada abad ke 6 dan ke 7 Goguryeo mengalami banyak konflik dengan Dinasti Tiongkok seperti Sui dan Tang. Sedangkan dalam relasi dengan Silla dan Baekje, lebih terlibat konflik maupun aliansi.

Lepasnya Lembah Sungai Han

[sunting | sunting sumber]

Tahun 551 M Baekje dan Silla bergabung menyerbu Goguryeo dan menduduki lembah Sungai Han yang subur. Silla kemudian mengkhianati perjanjian dengan Baekje dan merebut lembah tersebut pada tahun 553. Pada tahun selanjutnya Raja Seong dari Baekje terbunuh setelah berusaha menyerang batas barat Silla. Hilangnya wilayah yang subur ini menyebabkan Goguryeo jadi semakin lemah.

Perang Goguryeo – Sui

[sunting | sunting sumber]

Dinasti Sui yang tumbuh tahun 581 mulai berkembang kuat di Tiongkok. Ekspansi Goguryeo menyebabkan banyak konflik dengan Sui. Pada tahun 598, Sui menyerang Goguryeo dan berlanjut pada tahun 612, 613, dan 614 tetapi selalu gagal. Perlawanan Sui terbesar terjadi tahun 612 ketika Sui mulai menyerbu Pyongyang dengan tiga ratus ribu tentara. Goguryeo dibawah Jenderal Eulji Mundeok mampu mematahkan invasi pasukan Sui. Goguryeo menggunakan siasat dengan mengumpan tentara Sui ke dalalm perangkap di luar Pyongyang. Pada Pertempuran di Sungai Salsu pasukan Goguryeo membuka bendungan dan menenggelamkan sebagian besar pasukan Sui. Dari 300.000 pasukan Sui hanya 2700 orang yang selamat. Perang tersebut menghabiskan keuangan Sui dan meruntuhkannya tahun 618.

Perang Goguryeo – Tang dan Aliansi Tang – Silla

[sunting | sunting sumber]

Setelah Sui runtuh, Dinasti Tang di bawah Kaisar Taizong muncul dan mulai berkampanye menentang Goguryeo, tetapi banyak dari penyerangan yang dilakukan gagal. Tahun 642 raja ke 27 Goguryeo, Raja Yeongnyu terbunuh dalam kudeta jenderal diktator Yeon Gaesomun.

Pada tahun 645 Taizong kembali melakukan penyerangan terhadap Goguryeo. Di bawah pimpinan Jenderal Yeon Gaesomun dan Yang manchun, pasukan Goguryeo kembali berhasil memukul mundur pasukan Tang dalam pertempuran di Benteng Ansi. Setelah kematian kaisar Taizong 649, Tang kembali berusaha menaklukkan Goguryeo pada tahun 661 dan 662, tetapi selama Yeon Gaesomun masih memimpin, tak satupun serangan itu berhasil.

Keruntuhan

[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 660 sekutu Goguryeo di barat laut, Baekje, berbalik bergabung ke pihak aliansi Tang dan Silla dan terus melakukan serangan selama 8 tahun berikutnya. Sementara itu Jenderal Yeon Gaesomun meninggal tahun 666 dan kepemimpinannya dilanjutkan oleh ke 3 anak laki-lakinya.

Kekalahan mulai dirasakan Goguryeo ketika anak dari Yeon Gaesomun, Yeon Namsaeng kalah dalam pertempuran dan merelakan kota-kota di utara Goguryeo diduduki Tang. Pasukan Tang lalu berhasil merebut ibu kota Pyongyang. Sementara itu dari arah selatan, Jenderal Silla, Kim Yu-shin, juga menyerang dan berhasil menaklukkan pemimpin perang Goguryeo yang merupakan adik dari Yeon Gaesomun, Yeon Jeongto. Tahun 668, raja terakhir Goguryeo, Raja Bojang berhasil ditawan oleh pasukan Tang, dan menandai runtuhnya kerajaan yang memang sudah lemah karena bencana kelaparan dan pemberontakan internal itu.

Pergerakan kebangkitan

[sunting | sunting sumber]

Silla mengambil alih semenanjung Korea dan menyatukannya, serta mulai memberontak terhadap Tang. Tang kemudian menjadikan wilayah Goguryeo sebagai "Prektorat Andong" atau "Prektorat yang Mengamankan Wilayah Tmur" yang dipimpin tokoh dari Tang, Xue Rengui, tetapi kekuasaan Silla hanya sampai batas Sungai Taedong yang melewati Pyongyang.

Prektorat Andong yang dipimpin Xue Rengui mengalami kesulitan memerintah wilayahnya dikarenakan keengganan warga Goguryeo mengakui pemerintahan Tang. Tang akhirnya membebaskan Raja Bojang dan menempatkannya sebagai pemimpin Prektorat Andong. Raja Bojang kembali melakukan usaha pemberontakan terhadap Tang. Raja Bojang akhirnya diasingkan ke Sichuan, Tiongkok tahun 681, dan meninggal pada tahun berikutnya.

Mantan jenderal Goguryeo yang memberontak Dae Jungsang dan Dae Joyeong merebut kembali wilayah Goguryeo paling utara setelah kejatuhannya tahun 668 dan mendirikan kerajaan yang disebut Hu-Goguryeo atau "Goguryeo Selanjutnya", lalu setelah kematian Dae Joyeong, diubah menjadi Balhae. Balhae menyatakan bahwa Goguryeo adalah leluhur mereka.

Goguryeo dikenal sebagai kerajaan yang memiliki militer yang sangat kuat, terutama pada masa keemasan di pemerintahan Raja Gwanggaeto yang Agung. Goguryeo tercatat memiliki tentara berkuda yang banyak, pemanah yang handal dan tentara yang memakai helm, baju besi dan pisau pada sepatunya. Setiap laki-laki dewasa di Goguryeo diwajibkan ikut dalam militer dan bisa menghindari hanya dengan membayar pajak beras.

Kebudayaan

[sunting | sunting sumber]

Tidak banyak yang diketahui mengenai budaya orang Goguryeo karena sedikitnya bukti yang tersisa atau hilang. Bukti-bukti yang ada hanya tersisa pada kuburan-kuburan tua yang berserakan di wilayah provinsi Jilin dan Liaoning di Manchuria dan juga di wilayah Korea Utara. Di kuburan-kuburan tersebut banyak ditemukan lukisan-lukisan dinding yang menggambarkan kepercayaan dan kehidupan bangsa Goguryeo pada saat itu. Bangsa Goguryeo dipercaya para ahli menggunakan bahasa yang digolongkan ke dalam bahasa Altaik-Tungusik serta menggunakan penulisan Tionghoa klasik.

Hubungan politis dan budaya dengan Tiongkok

[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan Wei Cuncheng, seorang peneliti dari Proyek Timur Laut, menyatakan bahwa dalam hubungan dengan Tiongkok yang sering diwarnai permusuhan, Goguryeo juga punya hubungan politik yang dekat dengan dinasti-dinasti Tiongkok. Mereka memberi upeti dan memiliki gelar serupa dengan gelar penguasa Tiongkok. Sejak lama Goguryeo membayar upeti seperti kuda dan perhiasan, untuk menunjukkan sikap tunduk. Dan pengubahan gelar penguasa sebenarnya juga adalah sikap tunduk terhadap dinasti-dinasti Tiongkok.

Penelitian yang dilakukan oleh sejarawan Jepang menunjukkan bahwa dari tahun 32 Sebelum Masehi sampai 666 Masehi, Goguryeo membayar 205 upeti ke dinasti-dinasti Tiongkok. Dari tahun 32 SM sampai 391 M, Goguryeo hanya membayar 17 upeti. Namun antara tahun 423 M – 666 M, mereka membayar 188 upeti. Berdasarkan analisis dari sejarawan RRT, Goguryeo membayar upeti lebih sedikit pada awalnya dikarenakan mereka dianggap sebagai penguasa lokal oleh Dinasti Han dan tidak perlu membayar upeti.

Baik catatan sejarah Korea dan Jepang menyebutkan bahwa raja-raja Goguryeo secara rutin membayar upeti pada masa-masa belakangan. Menurut Buku Sejarah Jin dan Samguk Sagi, pada tahun 355 M, Dinasti Yan memberi gelar Penguasa Lelang (乐浪公) kepada Raja Gogugwon. Pada tahun 413, Kaisar Jin Timur menggelari Raja Jangsu Raja Goguryeo (高句麗王), Penguasa Lelang (乐浪公), dan Jenderal Ekspedisi Timur (征东大将军). Setelah meninggalnya Raja Jangsu tahun 491 M, Dinasti Wei Utara menggelari Raja Munjamyeong Jenderal Ekspedisi Timur (征东大将军), Penguasa Liaodong (辽东郡开国公), dan Raja Goguryeo (高句麗王). Pada tahun 520 M, penerus Raja Munjamyong, Raja Anjang digelari dinasti Wei Utara dengan Jenderal Pelindung Timur (安东将军), Raja Goguryeo (高句麗王), dan Penguasa Liaodong (辽东郡开国公). Setelah kematian Raja Anjang tahun 531, pada tahun berikutnya Dinasti Wei Utara memberi Raja Anwon gelar Jenderal Cheji (车骑大将军), Penguasa Liaodong (辽东郡开国公), dan Raja Goguryeo (高句麗王). Pada tahun 550, Dinasti Qi Utara memberi Raja Yangwon gelar Jenderal Cheji (车骑大将军), Penguasa Liaodong (辽东郡开国公), dan Raja Goguryeo (高句麗王). Pada tahun 560 Dinasti Qi Utara menggelari Raja Pyeongwon Penguasa Liaodong (辽东郡开国公), dan Raja Goguryeo (高句麗王). Pada tahun 590 Dinasti Sui meggelari Raja Yeongyang Penguasa Liaodong (辽东郡开国公). Setelah berdirinya Dinasti Tang, Raja Yeongnyu diberi gelar Penguasa Liaodong dan Raja Goryeo (高麗王). Gelar terakhir yang diberikan pada Raja Goguryeo adalah pada tahun 643 oleh Kaisar Tang Taizong. Ia memberi gelar Penguasa Liaodong (辽东郡开国公) dan Raja Goryeo (高麗王) pada Raja Bojang. Catatan sejarah baik dari Korea maupun Tiongkok menunjukkan bahwa pemberian gelar tersebut adalah cara dari para penguasa Tiongkok untuk mengenakan peraturan tidak langsung kepada Goguryeo, dan hal itu telah diinstitusionalkan sejak Dinasti Jin Timur sampai Dinasti Tang, dengan tiap Raja Goguryeo dari Raja Jangsu sampai Bojang menerima gelar dari dinasti-dinasti Tiongkok.

Politik modern

[sunting | sunting sumber]

Secara tradisional Goguryeo dipandang sebagai salah satu Tiga Kerajaan Korea dan secara etnis adalah bangsa Korea oleh sumber-sumber yang bukan berasal RRT. (Britannica, Encarta 2007, CIA World Factbook 2007, dan Columbia Encyclopedia 2005)

RRT yang saat ini menganggap Goguryeo sebagai salah satu dinasti kuno Tiongkok telah menciptakan sengketa panas antara RRT dan kedua Korea. Masalah kontroversi yang sebenarnya adalah apakah Goguryeo adalah bagian dari dinasti Tiongkok atau kerajaan Korea yang independen.

RRT lebih memandang Goguryeo sebagai bagian dari sejarah regional Tiongkok bukannya Korea. Sejarawan RRT Sun Jinji pada tahun 1986 menyebutkan bahwa Goguryeo tidak memiliki hubungan apapun dengan sejarah kerajaan-kerajaan di semenanjung Korea. Ia menekankan bahwa “suku Buyeo dan Goguryeo adalah masyarakat yang masih memiliki hubungan dengan suku-suku di Manchuria, sementara orang Korea berasal dari Silla.”(Sun 1986, Yonson 2006). Pandangan ini didukung oleh beberapa sejarawan besar RRT. Bagaimanapun juga tidak semua sejarawan RRT sependapat. Adapula dari mereka yang menyatakan bahwa sejarah Goguryeo dimiliki bersama antara kedua pihak, RRT dan Korea dalam “kerangka 2 elemen dari sebuah sejarah” (一史两用论, yishi liangyong lun).(Sun 2004a). Baru-baru ini Akadaemi China untuk Ilmu Pengetahuan Sosial (Chinese Academy of Social Sciences) memunculkan kontroversi baru melalui Proyek Timur Laut-nya di provinsi-provinsi timur laut. Argumen warga RRT atas warisan sejarah Goguryeo didasarkan pada 2 hal: pertama Goguryeo berkembang dari komander Xuantu Dinasti Han; lalu mereka menganggap Goguryeo dan Balhae didirikan oleh suku Mohe, nenek moyang bangsa Manchu, pendiri Dinasti Qing (Sun 2004b, Yonson 2006). Analisis ini telah menimbulkan ketegangan hubungan RRT-Korea Selatan.

Dalam pernyataanya, Mark Byington, sejarawan AS yang mendalami sejarah Korea di Korea Institute, suatu fakultas terpisah di Universitas Harvard memandang posisi klaim RRT sangat lemah hanya karena wilayah Goguryeo sekarang mencakup wilayah negara RRT maka ia dianggap sebagai warisan dari sejarah Tiongkok kuno (Byington 2004a).

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]