Ular-sendok tanjung
Ular-sendok tanjung
| |
---|---|
Naja nivea | |
Status konservasi | |
Risiko rendah | |
IUCN | 110168750 |
Taksonomi | |
Galat Lua: callParserFunction: function "Template" was not found. | |
Spesies | Naja nivea Linnaeus, 1758 |
Tata nama | |
Sinonim takson | Coluber niveus Linnaeus, 1758 Vipera (Echidna) flava Merrem, 1820 |
Distribusi | |
Ular-sendok tanjung (Naja nivea) atau ular-sendok Cape, atau dalam bahasa Inggris disebut Cape cobra atau yellow cobra (kobra kuning), adalah spesies ular sendok yang endemik di Benua Afrika bagian selatan. Penduduk Afrika Selatan menyebutnya "geelslang" (ular kuning), "bruinkapel" (ular-sendok cokelat), "koperkapel" (ular-sendok tembaga), karena variasi pewarnaan pada tubuhnya.
Etimologi
[sunting | sunting sumber]Nama ilmiahnya, Naja nivea, pertama kali dideskripsikan oleh ilmuwan Carl Linnaeus pada tahun 1758.[2] Nama ilmiah genusnya, Naja, diambil dari kata Sansekerta, nāgá (नाग) yang berarti "ular-sendok". Sedangkan nama spesifiknya, nivea, diambil dari kata bahasa Latin, nix atau nivis, yang berarti "salju", atau niveus yang artinya "seperti salju".[3]
Identifikasi
[sunting | sunting sumber]Ular-sendok tanjung dewasa berukuran panjang sekitar 1.2 sampai 1.4 meter, tetapi mungkin bisa mencapai 1.6 meter. Ular jantan berukuran lebih besar dari ular betina. Spesimen terpanjang yang pernah ditemukan adalah ular jantan dari Aus, Namibia, dengan panjang total mencapai 1.88 meter.[4] Spesimen jantan lainya yang juga berukuran panjang ditemukan berasal dari De Hoop Nature Reserve, provinsi Western Cape, Afrika Selatan, dengan panjang total mencapai 1.86 meter.[5]
Ular-sendok tanjung memiliki pewarnaan tubuh yang bervariasi, dari warna kuning sampai cokelat keemasan dan bahkan kehitaman. Seekor ular-sendok tanjung memiliki bintik-bintik atau bercak-bercak "noda" berwarna hitam atau pucat. Walaupun pewarnaan tubuhnya tergantung pada faktor geografis, tetapi bisa saja terdapat semua variasi warna dalam satu wilayah sebaran. Sebagai contoh, spesimen-spesimen di gurun Kalahari di Botswana dan Namibia berwarna cenderung kekuningan dibandingkan populasi yang ada di sebelah selatannnya.[6] Akan tetapi, di De Hoop Nature Reserve dan beberapa lokasi di Western Cape, Afrika Selatan, dapat ditemukan semua variasi pewarnaan.[5] Spesimen yang masih muda umumnya memiliki leher berwarna gelap hingga bagian perut. Warna tersebut berubah dalam kurun waktu satu atau dua tahun seiring dengan pertumbuhannya.
susunan sisik (scalation) pada ular-sendok tanjung terdiri dari sisik dorsal (tubuh atas) berjumlah 21 di bagian tengah badan, sisik ventral (bagian bawah tubuh) sebanyak 195-227, sisik subkaudal sebanyak 50-68 (berpasangan), sisik anal tunggal, sisik labial (bibir) atas 7 buah (3+4 bersentuhan dengan mata), satu sisik preokular, 3 (atau bisa 4) sisik postokular, sisik labial bawah sebanyak 9 (8-10) buah, dan perisai (sisik) temporal 1+2.[4]
Penyebaran dan habitat
[sunting | sunting sumber]Ular-sendok tanjung tersebar di Namibia, Botswana, Rep. Afrika Selatan, dan Lesotho.[1]
Walaupun sebaran geografisnya lebih sempit dibandingkan jenis kobra yang lain, tetapi ular ini menghuni berbagai macam habitat. Ular ini menyukai daerah bersemak, padang rumput (termasuk sabana), gurun Namib dan gurun Kalahari. Ular ini bahkan juga menghuni liang hewan pengerat, gundukan rayap, daerah gersang, dan sela-sela batu. Ular ini juga dapat ditemukan di dekat sungai atau perairan.
Di Lesotho, ular-sendok tanjung dapat ditemukan di dataran rendah hingga ketinggian 2500 meter dpl. Ular ini dapat dijumpai di hutan atau padang rumput di provinsi Free State, Afrika Selatan, di daerah tebing berbatu di provinsi Cape, dan di gurun atau-semi-gurun di wilayah-wilayah sebarannya. Ular-sendok tanjung juga terdapat di sekitar pemukiman di mana ular ini dapat memasuki rumah untuk berlindung dari panasnya sinar matahari atau berburu mangsa seperti hewan pengerat. Hal ini dapat membuatnya kontak langsung dengan manusia.[4][6]
Ekologi dan perilaku
[sunting | sunting sumber]Ular-sendok tanjung adalah ular diurnal (berkelana pada siang hari) dan terestrial (berkelana di atas tanah), walaupun dapat memanjat pohon atau tanaman. Jika merasa terganggu, ular ini akan mengangkat kepala dan bagian depan tubuhnya, lalu mengembangkan lehernya dan mendesis dengan keras. Saat melakukan pertahanan diri, ular ini akan menyerang tanpa ragu-ragu.[6] Jika gangguannya tidak terlalu berarti, ular ini segera meloloskan diri, tetapi ular ini akan melakukan pertahanan diri khasnya lagi jika mengetahui pergerakan apapun.[4] Ular-sendok tanjung sangat agresif ketika musim perkembangbiakan.[6]
Makanan utama ular-sendok tanjung sangat beragam, terdiri dari ular lain, hewan pengerat, kadal, dan burung. Ular ini juga terkadang memangsa jenisnya sendiri (kanibalistik).[6] Ular ini juga memiliki pemangsa alami, misalnya ratel, meerkat, dan beberapa jenis burung pemangsa seperti burung sekretaris dan jenis-jenis elang pemangsa ular di Afrika, yang mungkin juga memangsa ular ini selain jenis ular lain.[4]
Ular-sendok tanjung berkembangbiak dengan bertelur (ovipar). Musim berkembangbiak biasanya berlangsung antara bulan September dan Oktober. Ular betina bertelur sebanyak 8 sampai 20 butir pada periode Desember-Januari, di dalam lubang atau gundukan yang terlantar, atau lokasi-loaksi tertentu yang basah dan hangat.[6] Ular muda yang baru menetas berukuran panjang antara 34 sampai 40 cm.[4]
Galeri
[sunting | sunting sumber]-
close-up kepala bagian atas dan dorsal
-
Kobra tanjung, spesimen dengan bercak-bercak cokelat gelap dan kekuningan
-
Spesimen berwarna cokelat polos
-
Spesimen berwarna cokelat-gelap kemerahan
-
Spesimen dari Auob Riverbed, Kgalagadi Transfrontier Park, Afrika Selatan
-
Seekor kobra tanjung dengan pose mengembangkan lehernya.
-
Mengapung di air sambil melakukan pertahanan diri khasnya
Bisa
[sunting | sunting sumber]Ular-sendok tanjung adalah salah satu jenis kobra yang paling berbahaya di Afrika, berdasarkan sifat bisanya dan seringnya ular ini ditemukan di sekitar rumah.[7] Racun bisanya memiliki kandungan post-sinaptik neurotoksin dan mungkin juga kardiotoksin,[8] yang berpengaruh terhadap sistem respirasi (pernapasan), sistem saraf, dan jantung. Antibisa untuk mengobati gigitan ular ini adalah antibisa polivalen yang diproduksi oleh South African Institute of Medical Research (SAIMR).[9]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Naja nivea di Reptarium.cz Reptile Database. Diakses 24 January 2020.
- ^ "Naja nivea". Integrated Taxonomic Information System. Diakses tanggal 2 March 2014.
- ^ "Etymology of Nivis". Etymology. Online Etymology Dictionary. Diakses tanggal 19 January 2012.
- ^ a b c d e f Marais, Johan (2004). A Complete Guide to the Snakes of Southern Africa. Cape Town, South Africa: Struik Nature. hlm. 100–101. ISBN 1-86872-932-X.
- ^ a b Phelps, T. "Observations of the Cape cobra, Naja nivea (Serpentes: Elapidae) in the De Hoop Nature Reserve, Western Cape Province, South Africa" (PDF). Herpetological Bulletin. Cape Reptile Institute. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 4 January 2014. Diakses tanggal 19 January 2012.
- ^ a b c d e f Spawls, Stephen; Branch, Bill (1995). Dangerous Snakes of Africa. London, UK: Blandford Press. hlm. 81–82. ISBN 0-7137-2394-7.
- ^ Morgan, Haagner, Dave, Gerald. "Husbandry and Propagation of the Cape cobra (Naja nivea) at the Manyeleti Reptile Centre (pg 1)". The Journal of Herpetological Association of Africa. Diakses tanggal 27 February 2012.
- ^ "Naja nivea: General Details, Taxonomy and Biology, Venom, Clinical Effects, Treatment, First Aid, Antivenoms". Clinical Toxinology Resource. University of Adelaide. Diakses tanggal 25 February 2012.
- ^ Davidson, Terence. "IMMEDIATE FIRST AID For bites by Cape Cobra (Naja nivea)". Snakebite Protocol. University of California, San Diego. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 April 2012. Diakses tanggal 27 February 2012.
Publikasi dan pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Linnaeus, 1758 : Systema naturae per regna tria naturae, secundum classes, ordines, genera, species, cum characteribus, differentiis, synonymis, locis, ed. 10 (lihat teks).