Lompat ke isi

Citak Mitak, Mappi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Citak Mitak
Negara Indonesia
ProvinsiPapua Selatan
KabupatenMappi
Pemerintahan
 • Kepala distrik- Herman Nahinde S.Sos
Populasi
 • Total- jiwa
Kode Kemendagri93.03.03 Edit nilai pada Wikidata
Kode BPS9414060 Edit nilai pada Wikidata
Luas- km²
Kepadatan- jiwa/km²
Kampung/kelurahan-

Citak Mitak adalah sebuah distrik di Kabupaten Mappi, Papua Selatan, Indonesia.

Distrik Citak-Mitak merupakan sebuah wilayah yang terdapat di provinsi Papua Selatan yaitu sebuah wilayah yang terletak paling ujung timur Indonesia yang sering disebut dengan pulau Cendrawasih.

Masyarakat Papua memiliki kurang lebih 250 suku-suku besar yang di dalam suku besar tersebut terdapat sub-sub suku kecil dengan bahasa, budaya, adat istiadat, karakter hidup yang sangat beragam. Semua ini disebabkan oleh kondisi georafis yang sangat unik dan berbeda-beda antara satu wilayah dengan wilayah yang lainnya, dimana Alam Papua memiliki banyak sungai, kali, telaga, rawa-rawa sagu, hutan mangrove, gunung-gunung, bukit dan lembah serta lautan yang luas yang kesemuanya ini menjadi pemicu terjadinya perbedaan mendasar bagi masyarakat Papua.

Batas wilayah

[sunting | sunting sumber]

Secara administrasi Distrik Citak-Mitak terletak di antara lima kabupaten yakni,

  • Bagian utara berbatasan dengan kabupaten Yahukimo dengan ibu kota kabupaten Dekay
  • Bagian selatan berbatasan dengan kabupaten merauke dengan ibu kota kabupaten Merauke
  • Bagian barat berbatasan dengan kabupaten asmat dengan ibu kota kabupaten Agats
  • Bagian timur berbatasan dengan kabupaten boven digoel dan kabupaten pegunungan bintang dengan ibu kota kabupaten Oksibil

Distrik Citak-Mitak memiliki 26 Desa dan kampung dengan luas wilayah 7.026 KM. Jumlah penduduk di Distrik Citak-Mitak adalah kurang lebih 23944 jiwa, (data terakhir LMA 11 November 2006.)

Hidrologi

[sunting | sunting sumber]

Wilayah Distrik Citak-Mitak terdapat sungai besar dan beberapa anak sungai, rawa-rawa, kali dan telaga yang berskala besar maupun kecil di antaranya dua sungai besar yang dapat dilayari oleh kapal laut, kapal motor yang berfungsi sebagai alat transportasi. Pada musim hujan aliran sungai relatif lebih besar di bandingkan dengan keadaan musim kemarau. Kedua sungai ini tidak dipengaruhi oleh air laut karena letaknya berada jauh dari air laut, kedua sungai tersebut adalah sungai Daeram dan sungai Wildeman. Keduan sungai tersebut sekaligus menjadi pembatas antara suku Citak dan Mitak. Suku Citak menempati sepanjang aliran sungai Daeram sedangkan suku Mitak, yakni suku Awyu, menempati sepanjang aliran sungai wildeman.

Sebagian besar wilayah Citak-Mitak merupakan daerah dataran rendah yang berawa-rawa, dimana sifat rawa tersebut adalah besifat musiman artinya kalau musim hujan menjadi rawa dan kalau musim kemarau menjadi kering, tetapi demikian ada rawa yang sepanjang tahun tidak pernah kering antara lain rawa Bitnew dan rawa Vomu. Rawa-rawa yang bisa di sebutkan adalah rawa Bitnew, rawa epem, sunudam, rawa komasma rawa busiri, rawa keta dan rawa wonggi. Semua rawa-rawa ini memberikan potensi yang bagus bagi pertanian dan perikanan serta pariwisata namun sampai saat ini potensi tersebut belum digali dan diolah karena sumber daya alam tersebut belum mendapat perhatian yang serius dari pemerintah daerah khususnya pemerintahan Distrik Citak-Mitak.

Demografi

[sunting | sunting sumber]

Masyarakat Citak-Mitak juga memiliki beragam ciri khas, seperti pola hidup, budaya dan adat istiadat yang berlainan. Dengan kondisi geografis yang demikian, telah membagi wilayah Papua menjadi empat karakter/pola hidup masyarakat Papua secara umum yakni:

  • Wilayah pegunungan dengan karakter hidup mereka suka bertani/ bercocok tanam dan berburu.
  • Wilayah pantai atau masyarakat yang hidup di pinggir pantai bagian utara Papua, dan pulau-pulau, kehidupan keseharian mereka adalah mencari ikan (nelayan)
  • Wilayah pesisir pantai selatan Papua, kehidupan keseharian mereka suka mencari ikan, meramu (menokok sagu) dan berburu
  • Wilayah pedalaman atau masyarakat Papua yang hidup di daerah rawa-rawa dan sungai serta danau, mereka suka mencari ikan, nelayan, meramu(menokok sagu) dan bercocok tanam.

Masyarakat Distrik Citak-Mitak dengan kondisi geografisnya berada di wilayah Kabupaten Mappi, Provinsi Papua Selatan. Masyarakat yang bermukim disini merupakan kumpulan beberapa suku-suku dari seluruh suku bangsa di Papua. Dari sekian banyak suku/ etnis dan ras yang tinggal dan menetap di wilayah Citak-Mitak yang merupakan suku-suku asli Citak-Mitak adalah: Suku Asmat Darat, Suku Citak, Suku Kombay, Suku Koroway, Suku Korfa dan Suku Korfey. Mereka menetap di daerah Citak, sepanjang sungai Daeram Kabur dan Daeram jernih hingga sungai Digul. Sedangkan suku-suku lain yang berada di daerah Mitak penduduknya bermukim sepanjang Sungai Wildeman adalah Suku Awyu dan Suku Yakai.

Masyarakat di wilayah Citak-Mitak merupakan keturunan ras melanesia dengan ciri-ciri seperti masyarakat Pulau Papua pada umumnya, berambut keriting, kulit warna gelap dan postur tubuh yang tinggi dan tegap. Dari beberapa suku-suku yang merupakan penduduk asli wilayah Citak-Mitak terdapat kesamaan dan perbedaan dari segi budaya dan adat istiadat, ini dikarenakan suku-suku ini diperkirakan berasal dari satu garis keturunan pada mulanya. Seperti Suku Citak, Asmat Darat dan Awyu. Ketiga suku ini merupakan satu keluarga besar, tetapi pengaruh perang dan wilayah mengakibatkan mereka berpisah dan membentuk suku-suku baru di wilayah mereka masing-masing. Demikian pula dengan suku-suku Kombay, Koroway, Korfey dan Korfa.

Nama "Citak" merupakan pemberian nama orang Belanda karena peneliti Belanda memasuki daerah ini dari Merauke melalui wilayah suku Awyu yang menyebut suku yang tinggal di daerah ini dengan nama Citak.[1] Pandangan beberapa kalangan seperti tokoh-tokoh adat dan para tua-tua adat, mengatakan bahwa pemberian nama citak kepada wilayah daeram kabur dan jernih merupakan satu pelecehan dan pemghinaan. Orang Belanda menggunakan kata "Citak" karena masyarakat di wilayah tersebut pada waktu itu suka memakan daging manusia, manusia berekor, manusia komodo, manusia cicak.[butuh rujukan]

Setelah mengetahui arti dari nama Citak maka masyarakat citak tidak menyukai dan mengatakan bahwa sebelum orang belanda memberikan nama citak kepada masyarakat wilayah tersebut,[butuh rujukan] mereka telah mempunyai nama sesuai pemberian dari nenek moyang adalah "Kau". Kau merupakan penyebutan nama terhadap suku-suku yang tersebar di wilayah Citak[1], sedang nama asli suku Asmat darat adalah "Sirap" yang artinya manusia.[butuh rujukan]

Dengan banyaknya penyebaran suku-suku di wilayah Citak-Mitak ternyata berpengaruh pada bahasa yang digunakan sehari-hari. Dari sisi ini dapat ditemukan pula beberapa bahasa yang memiki kesamaan dan ada pula yang berbeda sama sekali.

Suku Asmat Darat dan Suku Citak mempunyai beberapa kesamaan bahasa, sehingga dalam berkomunikasi mereka dapat saling mengerti. Walaupun Suku Awyu mempunyai kemiripan bahasa dengan kedua suku di atas namun dalam beberapa kata tetapi ada perbedaan arti. Suku-suku lainnya seperti Suku Koroway, Kombay, Korfey dan Korfa memiliki kesamaan bahasa dan juga beberapa kemiripan dengan suku Awyu di daerah Mitak. Karena itu keempat bahasa ini dan Awyu termasuk satu rumpun (Awyu Besar atau Greater Awyu) dan berbeda dari rumpun bahasa Asmat-Kamoro.

Pola kehidupan

[sunting | sunting sumber]

Pada zaman seperti sekarang yang di kenal dengan zaman modern yang serba canggih karena diisi dengan era teknologi ternyata tidak dapat di rasakan oleh masyarakat yang berada di wilayah Citak-Mitak. kehidupan mereka sampai saat ini masih dikategorikan sebagai manusia primitif alias manusia yang masih hidup pada zaman Batu. Hal ini dapat di katakan karena pola hidup mereka tidak pernah berubah, mereka masih memegang atau menganut sistem yang diwariskan turun temurun. Daerah korfa, kombay, koroway dan korfey merupakan daerah di wilayah Citak-Mitak yang masih sangat terisolir. Meraka adalah masyarakat yan selalu di jadikan objek pariwisata oleh pemerintah karena mereka memiliki bentuk tubuh yang unik, yakni manusia berekor dan memiliki rumah tinggal yang sangat tinggi di atas pohon. Kebiasaan hidup yang tidak berubah ini ternyata mendatangkan pengaruh yang tidak baik, selain merekan di ekspost untuk kepentingan tertentu kehidupan mereka tidak pernah di rubah oleh pemerintah. Mereka masih menggantungkan hidupnya pada alam, dan berpindah-pindah.

Mata pencaharian

[sunting | sunting sumber]

Kebiasaan bertahan hidup dan mencari makan antara suku yang satu dengan suku yang lainnya di wilayah Distrik Citak-Mitak ternyata hampir sama. Suku Asmat darat, suku citak dan suku mitak mempunyai kebiasaan sehari-hari dalam mencari nafkah adalah berburu binatang hutan seperti, ular, kasuari, burung, babi hutan, komodo dll. Mereka juga selalu meramuh/menokok sagu sebagai makan pokok, dan nelayan yakni mencari ikan dan udang untuk dimakan. Kehidupan dari ketiga suku ini ternyata telah berubah, ketiga suku ini dalam pembanguna ternyata lebih maju di bandingkan dengan keempat suku seperti koroway, korfey, kombay dan korfa. Ketiga suku tadi ternyata telah menetap dan telah mengadopsi budaya luar seperti berkebun. Mereka tidak lagi mengantungkan hidup pada alam seperti dulu. Sementara keempat suku yang lainnya mengalami hal yang sebaliknya. Mereka dalam kehidupannya masih menggantungkan hidupnya pada alam. Kehidupan mereka masih berpindah-pindah dari lahan yang satu ke lahan yang lain, mereka ini merupakan kelompok yang sama sekali belum tersentuh oleh pembangunan.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Antoni, Alexander de (2010). ""Call Us Kau, Not Citak." Constitutive Factors for the Ethnic Consciousness of an Asmat Subgroup". Anthropos. Nomos Verlag. 105 (2): 411–422. doi:10.5771/0257-9774-2010-2-411. ISSN 0257-9774.