Lompat ke isi

Kudeta Thailand 2006

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kudeta Thailand 2006 terjadi pada 20 September 2006, ketika anggota-anggota Angkatan Darat Kerajaan Thailand melancarkan sebuah kudeta terhadap pemerintahan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra. Kudeta ini, yang pertama di Thailand dalam 15 tahun terakhir, terjadi setelah suatu krisis politik yang panjang yang melibatkan Thaksin dan lawan-lawan politiknya, terjadi kurang dari sebulan sebelum pemilu yang direncanakan akan dilangsungkan pada 15 Oktober.[1] Junta militer membatalkan pemilu yang akan datang, membatalkan Konstitusi, membubarkan Parlemen, melarang unjuk rasa, mengumumkan undang-undang keadaan darurat, menangkap para anggota Kabinet, dan memberlakukan sensor terhadap semua siaran berita lokal maupun internasional di Thailand. Tak ada korban jiwa yang jatuh. Pengunjuk rasa, termasuk seorang yang mogok makan, telah ditangkap.

Hari pertama

[sunting | sunting sumber]
Seorang tentara Angkatan Darat Kerajaan Thailand bersenjata senapan M-16 berdiri di jalan kota Bangkok sesaat setelah kudeta terjadi. Tentara ini mengenakan pita kuning (sebagian tersembunyi oleh senapannya), sebagai tanda kesetiaannya kepada Raja Bhumibol.

Pada malam hari 19 September 2006, militer dan polisi Thailand menggulingkan pemerintahan terpilih PM Thaksin Shinawatra. Pada saat itu, Thaksin sedang berada di Kota New York untuk menghadiri Sidang Umum PBB. Pukul 18:30, Satuan-satuan Khusus Angkatan Darat Kerajaan Thailand bergerak dari provinsi Lopburi ke Bangkok. Pada saat yang sama, Prem Tinsulanonda, Presiden Dewan Penasihat Khusus, melakukan audiensi dengan Raja Bhumibol Adulyadej, mengenai sebuah upacara penghormatan untuk Bua Kitiyakara. Pukul 21.00, satuan-satuan Pasukan Khusus tiba di Bangkok. Pukul 21.30, televisi milik militer Saluran 5 berhenti menyiarkan acara yang sudah dijadwalkan dan mengudarakan lagu-lagu yang dikarang oleh Raja Bhumibol. Saat ini, menyebar desas-desus bahwa militer telah menangkap Wakil PM Chitchai Wannasathit dan Menteri Pertahanan Thammarak Isaragura na Ayuthaya, dan bahwa anak lelaki Thaksin telah meninggalkan negara. Pukul 21.40, pasukan khusus polisi tiba di tempat kediaman Thaksin. Tank-tank Angkatan Darat segera mengambil posisi di seluruh Bangkok. [10] Diarsipkan 2007-01-08 di Wayback Machine.

Pukul 22.20, Thaksin mengumumkan keadaan darurat lewat telepon dari New York. Ia memindahkan Letjen Sonthi Boonyaratglin dari posnya sebagai Panglima AD ke posisi di kantor PM dan mengangkat Panglima Tertinggi Jenderal Ruangroj Mahasaranon untuk mengendalikan krisis. Tak lama kemudian pernyataannya ini, yang disiarkan lewat televisi, segera diputus.[2]

Pukul 23.00, sebuah junta militer yang menyebut dirinya Dewan Pembaruan Administrasi (ARC) mengumumkan lewat televisi bahwa satuan-satuan militer dan polisi telah mengepung Bangkok dan daerah-daerah sekitarnya. Mereka mencatat bahwa:

Panglima Angkatan Bersenjata dan Panglima Kepoilsian telah berhasil mengambil alih Bangkok dan daerah sekitarnya untuk mempertahankan keamanan dan ketertiban. Tidak ada pertempuran. Kami meminta kerja sama masyarakat dan meminta maaf kepada anda sekalian atas gangguan yang mungkin telah terjadi.[3]

Pada pukul 23.50, ARC mengeluarkan sebuah pernyataan kedua yang menjelaskan alasan-alasan untuk kudeta tersebut; di situ dikatakan bahwa pimpinan junta "ingin menegaskan kembali bahwa mereka tidak berniat untuk menjadi penguasa negara ini." Dewan berjanji untuk mempertahankan raja sebagai kepala negara dan akan mengembalikan kekuasaan kepada rakyat Thai "sesegera mungkin."[4] Pada pukul 00.39 sebuah pernyataan ketiga dikeluarkan, yang isinya membatalkan Konstitusi dan membubarkan Kabinet, kedua kamar dari Parlemen, dan Pengadilan Konstitusional.

Saluran-saluran berita asing, seperti misalnya BBC World, CNN, CNBC dan Bloomberg Television, dilaporkan dilarang mengadakan siaran,[5] meskipun siaran-siaran asing masih dapat dengan bebas melakukan siaran dari ibu kota Thailand. Jaringan-jaringan telekomunikasi juga dibiarkan tidak tersentuh, sehingga berita-berita dapat dengan bebas keluar masuk negara itu lewat telepon dan internet. Semua stasiun setempat kemudian menyiarkan sebuah pidato dari kalangan militer yang menyatakan bahwa segala-galanya akan segera berakhir.[6]

Berkas:BKK21090604.jpg
Beberapa anggota Angkatan Darat Kerajaan Thailand di jalan-jalan kota Bangkok pada hari setelah kudeta (dekat Stasiun Kereta Api Hualamphong)

Angkatan Darat mengumumkan diberlakukannya undang-undang keadaan darurat di seluruh negeri. Mereka juga memerintahkan semua tentara melaporkan diri ke barak-barak mereka, dan melarang gerakan-gerakan pasukan tanpa izin dari para pemimpin kudeta.[1] Berita televisi memperlihatkan pasukan-pasukan yang bersenjata berat dalam kendaraan angkutan lapis baja M113 dan kendaraan-kendaraan M998 HMMWV di jalan-jalan ibu kota. Banyak tentara dan kendaraan militer mengenakan strip kain kuning sebagai tanda kesetiaan kepada Raja, yang warna lambang kerajaannya adalah kuning.

Komandan junta Sonthi Boonyaratglin menegaskan bahwa Wakil PM Chitchai Wannasathit dan Menteri Pertahanan Thammarak Isaragura na Ayuthaya telah ditahan.[7] Para pegawai negeri berpangkat tinggi diperintahkan untuk melaporkan diri kepada Dewan sementara kantor-kantor pemerintah dan bank-bank akan tutup pada 20 September.[8]

Beberapa jam kemudian setelah berita tentang kudeta ini menyebar, BBC News melaporkan bahwa pemimpin kudeta akan mengadakan pertemuan dengan Raja hari itu, meskpun tidak jelas pada saat itu apa posisi Raja Bhumibol tentang kudeta tersebut.

Mantan perdana menteri Chuan Leekpai mengomentari kejadian itu, "Sebagai politikus, kami tidak mendukung kudeta apapun juga, tetapi selama lima tahun terakhir, pemerintahan Thaksin telah menciptakan sejumlah kondisi yang memaksa militer untuk melakukan kudeta. Thaksin telah menyebabkan krisis di negara ini."

Hari kedua

[sunting | sunting sumber]
Berkas:BP200906-2.jpg
Halaman depan surat kabar Bangkok Post, 20 Sept. 2006

Pukul 20.30 UTC pada 19 September (pk. 03.30 20 September di Bangkok) diumumkan bahwa Perdana Menteri telah membatalkan pidatonya di PBB.[9] Perdana menteri mengamati kejatuhannya lewat televisi dari sebuah hotel di New York setelah pidatonya dibatalkan. Tom Kruesopon, penasihat Thaksin dan seorang anggota partainya yang berkuasa, mengatakan bahwa perdana menteri "belum menyerahkan kekuasaannya. Ia tidak mencari asilum."[10]

Jend. Sonthi Boonyaratglin muncul di televisi pada pukul 09.20 hari Rabu pagi dan mengklaim bahwa militer terpaksa merebut kekuasaan untuk mempersatukan bangsa setelah berbulan-bulan dilanda gejolak politik:

Kami telah merebut kekuasaan. Konstitusi, Senat, Dewan Perwakilan, Kabinet dan Pengadilan Konstitusional semuanya telah dibatalkan. Kami sepakat bahwa perdana menteri sementara telah menyebabkan perpecahan yang tidak pernah terjadi sebelumnya di masyarakat, korupsi yang meluas, nepotisme, dan ikut campur dalam lembaga-lembaga independent, melumpuhkannya sehingga mereka tidak dapat berfungsi. Bila pemerintahan sementara dibiarkan memerintah, hal itu akan merugikan negara. Mereka juga telah berulang kali menghina Raja. Karena itu dewan perlu merebut kekuasaan untuk mengendalikan situasi, memulihkan keadaan yang normal dan menciptakan kesatuan sesegera mungkin.

Tak lama setelah ia dikudeta, televisi Thailand melanjutkan program-programnya, sementara tv kabel hanya melanjutkan sebagian saja. Namun, saluran-saluran berita asing yang utama (CNN, BBC, CNBC, NHK dan Bloomberg) tetap dilarang melakukan siaran.

Pukul 12.14, para pemimpin kudeta menuntut "kerja sama" media massa – Departemen Teknologi Informasi diberikan wewenang untuk memeriksa, menyensor informasi yang memengaruhi pekerjaan Dewan. (Sumber: Bangkok Post).

Seorang perwira tentara senior mengatakan, pada 20 September, bahwa para pemimpin di Thailand telah menutup perbatasan utara negara itu dengan Laos dan Myanmar, setelah perebutan kekuasaan oleh militer di Bangkok semalam sebelumnya.[11]

Thaksin Shinawatra meninggalkan New York dengan sebuah pesawat carter Rusia bersama Wakil PM Surakiart Sathirathai, juru bicara Surapong Suebwonglee, dan asisten pribadinya Padung Limcharoenrat. Dalam sebuah wawancara sebelum meninggalkan New York, ia berkata,

Saya tidak menduga bahwa hal ini akan terjadi. Saya datang ke sini sebagai Perdana Menteri tetapi berangkat sebagai seorang pengangguran. Tidak apa-apabila saya tidak diberikan pekerjaan. Saya menyediakan diri untuk bekerja tetapi mereka tidak ingin memberikan saya pekerjaan, jadi tidak apa-apa.[12]

Ia berangkat ke London karena di sana ia mempunyai rumah dan diharapkan akan bersatu kembali dengan keluarganya yang telah meninggalkan Thailand ke Britania Raya.[13]

Pukul 15.35, pemimpin junta Sonthi Boonyaratglin mengumumkan bahwa militer tidak mempunyai rencana untuk menyewa aset pribadi PM Thaksin Shinawatra dan ataupun rencana untuk menyita saham-saham Shin Corporation kembali dari Temasek Holdings. Sebelumnya pada 2006, Thaksin menjual saham keluarganya di Shin Corporation kepada Temasek.[14]

Jend. Sonthi berkata dalam sebuah pernyataan televisi bahwa pada pukul 20.17, Raja Bhumibol Adulyadej telah memberikan dukungannya kepadanya sebagai pemimpin Dewan Pemerintahan sementara. Ia juga mengklaim akan memulihkan demokrasi dalam tempo setahun.[15]

Belakangan pada hari Rabu malam, seorang jurubicara Dewan Pembaruan Administrasi mengumumkan bahwa Yang Mulia Raja telah mengeluarkan sebuah perintah kerajaan untuk menunjuk Jen. Sonthi Boonyaratglin sebagai presiden ARC.[16]

Bertentangan dengan pengumuman sebelumnya, ARC mengeluarkan pernyataan yang ke-13 yang menegaskan status Komisi Pemilihan yang baru dipilih dan menambahkan bahwa komisi Komisi Pemilihan ACT akan melakukan pemilihan pemerintah-pemerintah dan dewan-dewan lokal.[17]

Dewan Pembaruan Administrasi kemudian mengeluarkan perintah yang ke-7 yang membagi tanggung jawab ke dalam empat bagian sebagai suatu pembagian tanggung jawab. Keempat bagian itu adalah ARC, sekretariat, bagian penasihat dan bagian urusan khusus.[18]

Situasi politik Thailand

[sunting | sunting sumber]

Pemerintahan Thailand yang terguling

[sunting | sunting sumber]

Thaksin Shinawatra saat itu sedang menghadiri Sidang Umum PBB. Ia terbang dari New York City ke London dalam apa yang disebut suatu kunjungan pribadi. Keluarga dekatnya juga ada di London.

Menteri Keuangan Thanong Bidaya tetap tinggal di Singapura karena saat itu ia sedang menghadiri pertemuan tahunan Bank Dunia/IMF. Menteri Perdagangan Somkid Jatusripitak tetap di Paris.[19] Menteri Luar Negeri Kantathi Supamongkhon terbang dari Paris; di sana ia sedang menghadiri Pameran Kebudayaan Thai-Prancis yang dikepalai oleh Yang Mulia Putri Sirindhorn, ke London.[20]

Kol. Pol. Priewphan Damapong, Wakil Komisaris Jendersl Polisi dan ipar dari Thaksin Shinawatra, melaporkan diri kepada Kepala Kepolisian Nasional sesuai dengan perintah junta.[21]

Wakil Perdana Menteri Chitchai Wannasathit dan Menteri Pertahanan Thammarak Isaragura na Ayuthaya, yang sedang berada di Thailand ketika kudeta berlangsung, ditahan oleh junta.

Menteri Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Yongyuth Tiyapairat dan Wakil Menteri Pertanian Newin Chidchop diperintahkan untuk melapor kepada junta paling lambat hari Kamis tengah hari. Junta tidak menyebutkan secara spesifik hukuman apa yang akan mereka terima bila mereka tidak melapor. Ada spekulasi bahwa Yongyuth dan Newin berada di London.[22]

Junta militer menegaskan hari Rabu bahwa sejalan dengan penghapusan Konstitusi, Pengadilan Konstitusi dan organisasi-organisasi independent lainnya yang dibentuk di bawahnya otomatis juga dihapuskan. Namun,, status Oditur Jeneral Jaruvan Maintaka dipertahankan atas perintah junta. Perintah yang sama membubarkan Komisi Audit Negara. Ia muncul ketika dipanggil menghadap bersama-sama dengan pejabat-pejabat senior pemerintahan oleh junta.[23]

Jend. Sonthi Boonyaratglin berkata hari Rabu bahwa Perdana Menteri Thaksin Shinawatra yang digulingkan dapat kembali ke negaranya, tetapi ia juga memperingatkan bahwa ia dapat menghadapi tuduhan-tuduhan kriminal. "Tuntutan apapun akan dilakukan di bawah hukum, dan akan tergantung pada bukti-buktinya," Sonthi berkata.[24]

Komposisi rezim militer

[sunting | sunting sumber]

Pengumuman resmi ke-11 dari rezim militer menguraikan kepemimpinannya. Junta ini secara resmi meneybut dirinya Dewan Pembaruan Administrasi dan terdiri atas para pemimpin angkatan bersenjata dan polisi Thailand.[25]

  • Panglima Angkatan Darat Jend. Sonthi Boonyaratglin, diangkat sebagai Ketua Dewan Pembaruan Administrasi
  • Panglima Angkatan Laut Admiral Sathiraphan Keyanon, diangkat sebagai Wakil Ketua I ARC
  • Panglima Angkatan Udara ACM Chalit Pookpasuk, diangkat sebagai Wakil Ketua II ARC.
  • Komisaris Jenderal Polisi Letjen Pol. Kowit Wattana, diangkat sebagai Wakil Ketua III ARC.
  • Sekretaris Jenderal Dewan Keamanan Nasional Jend. Winai Phatthiyakul, diangkat sebagai Sekjen ARC
  • Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Jend. Ruangroj Mahasaranon, diangkat sebagai Penasihat Utama ARC

Pukul 15:35 pada 20 September 2006 (waktu Bangkok), junta menyangkal bahwa ia telah mengangkat Perdana Menteri, dan mencatat bahwa Jend. Sonthi Boonyaratglin mempunyai kekuasaan seorang perdana menteri.[14]

Pemerintahan masa depan Thailand

[sunting | sunting sumber]

Jend. Sonthi Boonyaratglin, pemimpin Dewan Pembaruan Administrasi berkata kepada para diplomat asing bahwa suatu pemerintahan sipil dan Perdana Menteri akan ditunjuk dalam waktu dua minggu untuk menjalankan pemerintahan.[26] Konstitusi akan diamendemen untuk segera memulihkan demokrasi melalui suatu pemilu nasional dalam waktu setahun.[11] Ini berarti bahwa pemilu Oktober 2006 tidak akan dilangsungkan seperti yang telah direncanakan.

Sonthi menegaskan pernyataan sebelumnya bahwa Thaksin dan anggota-anggota kabinetnya tidak melakukan kesalahan apapun dan dapat kembali ke Thailand. Sonthi berkata Thailand masih tetap merupakan sebuah negara demokrasi dan bahwa wisatawan dapat tetap datang ke negara itu secara normal. Departemen Luar Negeri AS belum mengeluarkan peringatan perjalanan untuk Thailand.

Pembatasan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi

[sunting | sunting sumber]

Pagi hari Rabu, 20 September, situs koran-koran terkemuka Bangkok Bangkok Post, The Nation dan Thai Rath berfungsi secara normal dan melaporkan kudeta tersebut. (Baik Bangkok Post maupun The Nation merupakan kritik-kritik keras terhadap pemerintahan Thaksin.) Situs Daily News memuat laporan foto yang luas tentang operasi militer ini.

Para pemimpin kudeta menuntut kerja sama media massa Thailand dan memberlakukan sensor terhadap berita-berita media yang mungkin bernada negatif tentang militer. Militer juga melarang pertemuan apapun yang dihadiri oleh lima orang atau lebih untuk tujuan -tujuan politik, dan mengancam pelanggarnya dengan enam bulan penjara. Belakangan hari itu, militer membubarkan para pengunjuk rasa dan menangkap seorang aktivis Chalard Worachat bersama-sama dengan pelaku mogok makan dan bekas anggota parlemen Thawee Kraikup di Monumen Demokrasi sementara mereka melakukan protes terhadap kudeta tersebut. Kedua orang ini dan lain-lainnya memasang spanduk yang berbunyi "Mogok Makan sebagai Protes Terhadap Para Penghancur Demokrasi".[27].

Aliansi Rakyat untuk Demokrasi yang anti Thaksin secara resmi membatalkan rencana demonstrasinya pada 20 September 2006.[28]

Pada pukul 15:35, saluran-saluran berita asing CNN, BBC, CNBC, NHK dan Bloomberg tetap dibungkam oleh operator kabel satu-satunya, UBC. Semua program berita Thai juga dibatalkan.[14]

Pada pukul 14.50 tanggal 20 September, Konstitusi 1997 Kerajaan Thailand (yang disebut "Konstitusi Rakyat") dihapuskan dari situs Dewan Nasional Thailand.[29]

Pembatasan semakin ketat

[sunting | sunting sumber]

Pada hari ketiga setelah kudeta, penguasa militer Thailand semakin memperkuat genggaman mereka dengan membatasi kegiatan-kegiatan politik, mengambil alih kekuasaan legislatif dan menahan sejumlah orang yang dekat dengan Thaksin.

Militer mengumumkan lewat semua saluran televisi nasional bahwa segala bentuk pertemuan oleh partai politik dilarang; demikian pula pembentukan partai politik baru juga tidak diiziinkan. Anggota-anggota militer ditempatkan di stasiun-stasiun televisi dan radio, sementara Kementerian Penerangan diperintahan untuk menghentikan penyebaran informasi yang "dianggap berbahaya" bagi agendanya.

Tindakan-tindakan ini diduga akan semakin meningkatkan kecaman dari negara-negara barat serta kelompok-kelompok pengamat hak-hak asasi manusia, yang menganggap kudeta ini sebagai kemunduran dalam proses demokrasi Thailand.[30]

Reaksi nasional

[sunting | sunting sumber]

Perhatikan bahwa sensor telah diberlakukan oleh militer, dan pada saat ini pandangan masyarakat atau raja tidak benar-benar diketahui.

Dalam sebuah editorial, koran berbahasa Inggris terbesar Bangkok, The Nation, memberikan dukungan bersyarat kepada kudeta ini. Koran ini melukiskan Thaksin sebagai "seorang politikus yang serakah yang mengejar kepentingan pribadi dengan mengorbankan kemaslahatan umum." Idealnya, kata koran ini, "orang-orang seperti Thaksin harus ditolak dari kotak suara atau melalui tekanan publik dalam bentuk protes-protes damai." Namun, dalam keadaan-keadaan tertentu, kata koran ini, kudeta "mungkin sesuatu yang buruk tetapi perlu." Namun,, editorial juga mengatakan bahwa "perebutan kekuasaan, meskipun dilakukan tanpa ada yang meninggal, tetap merupakan suatu bentuk kekerasan politik yang tidak cocok dengan aspirasi-aspirasi rakyat Thailand." Demokrasi harus segera dipulihkan, katanya.[31]

Thanaphol Eiwsakul, editor majalah Fah Diew Kan (yang disensor oleh pemerintahan Thaksin), menganjurkan publik untuk mengutuk dan melawan pengambilan kekuasaan oleh militer dengan mewujudkan hak mereka untuk memprotes kudeta itu sebagaimana dijamin oleh Pasal 67 Konstitusi 1997. Ia bersumpah untuk melakukan protes pada Kamis, 21 September 2006.[32]

Protes masyarakat terhadap kudeta

[sunting | sunting sumber]
Pelaku mogok makan Thawee Kraikup

Perlawanan setempat yang terorganisir terhadap kudeta ini dibungkamkan, karena militer memberlakukan larangan terhadap protes. Protes-protes internasional terhadap kudeta ini terjadi di beberapa tempat, dengan sebuah kelompok pengunjuk rasa memprotes di depan Konsulat Thailand di New York City.[33]

Sebuah kelompok mahasiswa, "Pusat Berita untuk Aktivitas Mahasiswa" juga menerbitkan sebuah pernyataan yang mengutuk kudeta ini, dan mengatakan bahwa hal ini "anti demokrasi dan benar-benar diktatorial". Kelompok ini menyerukan rakyat Thailand agar mengenakan pakaian hitam untuk meratapi kematian demokrasi Thailand dan menolak bekerja sama dengan "junta militer".[34]

Wakil Presiden Perhimpunan Mahasiswa Universitas Thammasat menyatakan pada 20 September bahwa ia mengadakan pertemuan dengan wakil-wakil perhimpunan mahasiswa dari universitas-universitas lainnya untuk mempersiapkan sebuah tanggapan. Kelompok Satire Politik Universitas Thammasat memasang sebuah tulisan besar di Pusat Rangsit yang memprotes kudeta.[35]

Kelompok-kelompok hak-hak asasi manusia

[sunting | sunting sumber]

Komisi Hak-hak asasi Manusia Asia yang berbasis di Bangkok bersikap kritis terhadap kudeta ini. "Komisi hak-hak asasi manusia Asia merasa sangat terganggu oleh perebutan kekuasaan ini. Praktik ini tidak mempunyai tempat di Thailand pada masa ketika demokrasi parlementer, meskipun dengan berbagai kesulitan, sedang menjadi dewasa dan mulai berakar." Komisi menyerukan kepada militer agar dengan segera menunjuk seorang penjabat pemerintahan sipil dan meminta kepada Sidang Umum PBB agar mengutuk kudeta ini. Human Rights Watch (Pengamat Hak-hak asasi Manusia Asia) yang berbasis di New York juga mengeluarkan pernyataan kritis terhadap kudeta ini. "Pemerintahan Thaksin telah mengikis penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia di Thailand, tetapi membatalkan hak-hak asasi di bawah Konstitusi bukanlah jawabannya," kata Brad Adams, direktur Asia dari Human Rights Watch. "Thailand perlu memecahkan masalah-masalahnya melalui penegakan hukum dan rakyat yang melaksanakan hak-haknya untuk memilih para pemimpin mereka sendiri."[36]

Asosiasi untuk Hak-hak Rakyat juga kritis terhadap kudeta ini. Dalam sebuah pernyataan resminya, Asosiasi ini mencatat bahwa kudeta bersifat merusak terhadap sistem demokrasi dan akan menghasilkan pelanggaran yang serius terhadap hak-hak asasi manusia. Perhimpunan ini juga menuntut agar junta menghormati hak-hak asasi manusia, melibatkan partisipasi masyarakat dalam penyusunan rancangan Konstitusi yang melindungi hak-hak asasi manusia serta Konstitusi 1997 yang dibatalkan, dan segera menyelenggarakan pemilu.[37]

Reaksi dunia internasional

[sunting | sunting sumber]

Benua Amerika

[sunting | sunting sumber]
  • Kanada - Dalam sebuah siaran pers, Menteri Luar Negeri Peter MacKay berkata, "Kanada sangat prihatin dengan perkembangan-perkembangan ini. Kami mendesak agar krisis ini dipecahkan secara damai, sesuai dengan Konstitusi negara. Thailand telah menghasilkan kemajuan-kemajuan besar dalam segi hak-hak asasi manusia dan penegakan hukum, dan Kanada mendesak semua pihak agar terus menjunjung tinggi nilai-nilai ini."[38]
  • Amerika Serikat - Departemen Luar Negeri mengumumkan bahwa AS "memantau situasinya dengan rasa prihatin."[39] Seorang jurubicara berkata, "Kami mengharapkan rakyat Thailand memecahkan perbedaan-perbedaan politik mereka secara damai dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan penegakan hukum."[40] Dubes AS untuk PBB John R. Bolton mencatat bahwa "Kami mendapatkan laporan-laporan pers dan saya piker untuk saat ini yang penting ialah bagaimana berusaha mempertahankan proses konstitusional di Thailand."[41]
  • Kosta Rika - Guillermo Zuniga Chaves, Menteri Keuangan Kosta Rika, menyesali bahwa rakyat menganggap bahwa "cara-cara seperti ini [kudeta] dapat memecahkan masalah."[42]
  • Malaysia - Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi dari Malaysia mengungkapkan rasa terkejutnya atas kudeta itu. Ia berkata bahwa ia mengharapkan Thailand akan segera dipimpin oleh pemerintahan yang dipilih secara demokratis.[43]
  • Filipina – Sejumlah anggota parlemen dan Presiden Gloria Macapagal Arroyo mengatakan bahwa mereka prihatin tentang kudeta di Thailand. Selain itu, mereka juga percaya bahwa anggota-anggota Angkatan Bersenjata Filipina tidak akan meniru rekan-rekan mereka di Thailand, karena mereka percaya bahwa tentara yang memberontak tidak akan terlibat dalam tembak-menembak dengan pasukan-pasukan yang setia. Presiden Arroyo terus memantau situasinya dari markas besar PBB di New York.[44]
  • Singapura – Departemen Luar Negeri, "Singapura berharap bahwa semua pihak akan berusaha untuk memperoleh hasil yang positif." Departemen juga "berharap bahwa situasi di sana akan kembali normal sesegera mungkin."[45]
  • Hong Kong - Menteri Keamanan Ambrose Lee berkata pada 20 September bahwa para penduduk Hong Kong di Thailand harus menjaga diri mereka masing-masing, harta benda mereka serta keamanan mereka sendiri. Biro Keamanan mengingatkan warga Hong Kong yang pergi ke Thailand agar mereka terus mengikuti perkembangan-perkembangan yang terakhir di sana dan terus memperhatikan keamanan pribadi mereka dan bahwa pemerintah akan terus memantau situasinya.[46][47]
  • Indonesia - Pemerintah Indonesia mengharapkan agar "prinsip-prinsip demokrasi yang merupakan elemen penting dari Komunitas ASEAN yang telah disepakati bersama, dapat tetap ditegakkan" serta menggunakan langkah demokratis untuk mengatasi kris tersebut.[48]
  • India - New Delhi mengeluarkan sebuah pernyataan yang mendesak agar semua warga India di Thailand menghubungi kedutaan besar mereka di Bangkok. Departemen Luar Negeri mengutuk setiap tindakan yang menghalangi demokrasi dan juga berharap agar terjadi peralihan kekuasaan yang lancar dari militer kepada wakil-wakil dari pemilu yang terakhir meskipun mereka juga terjebak dalam kontroversi.
  • Jepang - Menteri Luar Negeri Jepang berkata bahwa kudeta militer di Thailand patut disesali dan mendesak agar dilakukan usaha-usaha untuk dengan segera memulihkan demokrasi.[49]
  • Korea Selatan – Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri berkata, "Kami berharap Thailand akan memulihkan perdamaian sesuai dengan prosedur-prosedur hukum."[38]
  • Uni Eropa - Seorang juru bicara untuk Presiden Dewan Eropa dan Perdana Menteri Finlandia, Matti Vanhanen, mencatat "keprihatinannya yang sangat mendalam" dan menambahkan, "Sungguh sangat disesali bahwa lembaga-lembaga demokratis tampaknya telah diambil alih oleh kekuatan militer. Perdana Menteri Vanhanen menekankan perlunya tatanan demokrasi dikembalikan dengan tidak menunda-nunda."[50]
  • Belanda - Herman van Gelderen, juru bicara untuk Menteri Luar Negeri Belanda, mengatakan bahwa menteri "sangat khawatir" namun tidak dapat memberikan komentar lebih lanjut karena kurangnya informasi.[51]

Peringkat kredit

[sunting | sunting sumber]

Standard & Poor's Ratings Services mengatakan bahwa lembaga ini akan menempatkan peringkat kredit yang berdaulat untuk mata uang asing jangka panjang pada peringkat 'BBB+', 'A' untuk jangka panjang lokal, 'A2' untuk jangka pendek asing, dan 'A1' untuk jangka pendek lokal untuk Thailand CreditWatch, yang mencerminkan kemungkinan terjadinya kemerosotan yang tetap dalam kelayakan kredit nasional. Seorang analis S&P mencatat bahwa "Pemulihan pemerintahan sipil yang cukup cepat sesuai dengan konstitusi negara dan pembaruan kestabilan ekonomi makro serta pembaruan yang dibutuhkan kemungkinan akan menyebabkan peringat yang ada sekarang dikuatkan."

Fitch Ratings menempatkan peringkat kredit Thailand pada tingkat Pengamatan Negatif, namun mencatat bahwa kudeta ini mungkin menimbulkan dampak yang positif bila menghasilkan pemecahan atas krisis politik negara itu yang berkepanjangan.

Moody's Investors Service mengatakan bahwa kudeta ini adalah suatu perkembangan politik, dan bukan perkembangan finansial. Peringkat kredit Thailand akan tergantung pada kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintahan yang baru.[52]

Desas-desus kudeta sebelumnya

[sunting | sunting sumber]
Judul berita dari koran Thailand The Nation Diarsipkan 2007-08-26 di Wayback Machine., 20 Mei 2006

Kudeta ini terjadi setelah berbulan-bulan beredar desas-desus tentang kegelisahan di kalangan militer dan kemungkinan adanya komplotan kudeta. Pada Mei 2006, Jend. Sonthi Boonyaratkalin mengeluarkan jaminan bahwa militer tidak akan ikut campur setelah desas-desus mulai beredar tentang kemungkinan kudeta militer. Pada 20 Juli 2006, sekitar seratus perwira menengah militer yang disebut sebagai pendukung-pendukung Thaksin dipindahkan oleh panglima AD, hingga muncul desas-desus bahwa militer terpecah antara pendukung dan lawan-lawan PM. Pada Agustus 2006, muncul laporan-laporan tentang gerakan-gerakan tank dekat Bangkok, tapi militer menyebutkan semua itu sebagai bagian dari latihan.[53] Awal September, polisi Thai menangkap lima orang perwira militer, semuanya anggota dari komando anti pemberontakan Thailand, setelah diberitakan bahwa seorang di antaranya tertangkap membawa bom dekat kediaman PM.[54]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Hariraksapitak, Pracha (19 September 2006). "Thai army declares nationwide martial law". Reuters. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-10-25. Diakses tanggal 2006-09-20. 
  2. ^ The Nation, Coup as it unfolds Diarsipkan 2007-09-29 di Wayback Machine., 20 September 2006
  3. ^ Thailand's Military Ousts Prime Minister, Associated Press, 2006-09-19, 15:03 EDT
  4. ^ Text: Thai coup-leaders' statements, BBC News, 19 Sept. 2006, 21:38 GMT
  5. ^ Thai PM 'overthrown in army coup', BBC
  6. ^ Coup Diarsipkan 2006-10-08 di Wayback Machine., Metroblogging Bangkok, 19 Sept. 2006
  7. ^ One night in Bangkok Diarsipkan 2006-10-08 di Wayback Machine., 19 September 2006
  8. ^ Associated Press (2006). Thai military moves to overthrow prime minister. 19 September 2006.
  9. ^ Thai Military Launches Coup, Takes Power From Prime Minister Thaksin, FoxNews.com, 19 Sept. 2006
  10. ^ Ousted Thai leader Thaksin gets ready to leave US Diarsipkan 2007-09-30 di Wayback Machine., channelnewsasia.com, 20 Sept. 2006
  11. ^ Thai coup leaders seal northern border Diarsipkan 2007-10-01 di Wayback Machine., channelnewsasia.com, 20 Sept. 2006
  12. ^ The Nation, Thaksin says coup unexpected Diarsipkan 2007-09-29 di Wayback Machine., 20 September 2006
  13. ^ The Nation, [1] Diarsipkan 2007-09-29 di Wayback Machine., 20 September 2006
  14. ^ a b c The Bangkok Post, Developments in the military coup d'état today[pranala nonaktif permanen], 20 September 2006
  15. ^ The Bangkok Post, Developments in the military coup d'etat, 20 September 2006
  16. ^ The Nation, [2] Diarsipkan 2007-09-29 di Wayback Machine. Royal command issued to appoint Sonthi as ARC president
  17. ^ The Nation, [3] Diarsipkan 2007-09-29 di Wayback Machine., ARC issues statement to maintain EC status
  18. ^ The Nation, [4] Diarsipkan 2007-09-29 di Wayback Machine., ARC issues order to divide responsibilities
  19. ^ The Nation, Thanong Bidaya stays in Singapore Diarsipkan 2007-09-29 di Wayback Machine., 20 September 2006
  20. ^ The Nation, Ousted FM joins Thaksin in London, 20 September 2006
  21. ^ The Nation, Priewphan reports to police chief Diarsipkan 2007-09-29 di Wayback Machine., 20 September 2006
  22. ^ The Nation, Yongyuth and Newin ordered to report themselves to ARC Diarsipkan 2007-09-29 di Wayback Machine., 20 September 2006
  23. ^ The Nation, ARC issues order to maintain Jaruvan's status Diarsipkan 2007-09-29 di Wayback Machine., 20 September 2006
  24. ^ ChannelNewAsia.com, Thaksin can return, but may face charges: army chief Diarsipkan 2007-09-30 di Wayback Machine., 20 September 2006
  25. ^ The Bangkok Post, Top generals all in, 20 September 2006
  26. ^ The Nation, [5] Diarsipkan 2007-03-11 di Wayback Machine., Civilian govt in 2 wks
  27. ^ The Nation [6] Diarsipkan 2007-01-13 di Wayback Machine., Activists, former MP arrested after staging protest
  28. ^ The Bangkok Post, Coup leaders authorise press censorship, 20 September 2006
  29. ^ [7]
  30. ^ Thai coup leaders tighten controls
  31. ^ "Nation editorial". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-10-11. Diakses tanggal 2006-09-20. 
  32. ^ The Nation, Activists, former MP arrested after staging protest Diarsipkan 2007-01-13 di Wayback Machine., 20 September 2006)
  33. ^ New York City Network for the Defense of the People's Constitution of Thailand website[pranala nonaktif permanen]
  34. ^ The Nation, Ibid.
  35. ^ A website in Thai detailing events of 20 September 2006
  36. ^ The Bangkok Post, Human rights groups weigh in against coup, 20 September 2006
  37. ^ Formal statement from the Association for People's Rights (สมาคมสิทธิเสรีภาพของประชาชน)
  38. ^ a b Khaleej Times Online (2006). Annan, world leaders urge return to democracy in Thailand Diarsipkan 2012-01-18 di Wayback Machine.. Diakses 20 September 2006.
  39. ^ International Herald Tribune, U.S. concerned about Thailand coup but not rushing to judgment, 19 September 2006
  40. ^ Bloomberg.com (2006). Thai Military, Police Say They Have Seized Bangkok (Correct). Diakses 20 September 2006.
  41. ^ The Nation, Foreign countries express concerns on military takeover Diarsipkan 2007-03-12 di Wayback Machine., 20 September 2006
  42. ^ The Nation, IMF closely watching Thailand, 20 September 2006
  43. ^ The Bangkok Post, Foreign reaction criticises coup Diarsipkan 2007-10-10 di Wayback Machine., 20 September 2006
  44. ^ Philippine Daily Inquirer, Arroyo in ‘firm control’ of gov’t, military - Palace Diarsipkan 2019-06-09 di Wayback Machine., 20 September 2006
  45. ^ ChannelNewsAsia.com (2006). Singapore watching developments in post-coup Thailand with concern (Correct) Diarsipkan 2007-09-30 di Wayback Machine.. Diakses 20 September 2006.
  46. ^ [8]
  47. ^ [9]
  48. ^ KOMPAS, "Militer Bentuk Pemerintah Baru" Diarsipkan 2007-09-29 di Wayback Machine., 21 September 2006
  49. ^ Mainichi Daily News, Thai coup leader says it was necessary to end rifts in society[pranala nonaktif permanen], 20 September 2006
  50. ^ The Bangkok Post, Europe criticises military takeover Diarsipkan 2008-12-05 di Wayback Machine., 20 September 2006
  51. ^ The Bangkok Post, Europe criticizes military takeover Diarsipkan 2008-12-05 di Wayback Machine., 20 September 2006
  52. ^ The Nation, Rating Agencies are monitoring situations in Thailand Diarsipkan 2007-09-29 di Wayback Machine., 20 September 2006
  53. ^ Timeline: From contested elections to military coup, Financial Times, 19 Sept. 2006
  54. ^ Thai arrests over Thaksin 'plot', BBC News, 7 Sept. 2006

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]