A-4 Skyhawk dalam TNI Angkatan Udara: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
NaidNdeso (bicara | kontrib)
NaidNdeso (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 16: Baris 16:


{{main|A-4 Skyhawk}}
{{main|A-4 Skyhawk}}
[[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara]] (TNI AU) pernah memiliki dan mengoperasikan tiga puluh empat pesawat jet tempur [[A-4 Skyhawk|A-4E Skyhawk]] sebagai pesawat tempur serbu udara-ke-darat antara tahun 1990 hingga 2004.
[[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara]] (TNI AU) pernah memiliki dan mengoperasikan tiga puluh empat pesawat jet tempur [[A-4 Skyhawk|A-4E Skyhawk]] sebagai pesawat tempur serbu/taktis udara-ke-darat antara tahun 1990 hingga 2004.


Enam belas pesawatnya dibeli dari pesawat bekas pakai [[Angkatan Udara Israel|Angkatan Udara Israel (AU Israel)]] tahun 1979. Empat belas pesawat bertempat duduk tunggal dari tipe A-4E dan diberikan nomor ekor TT-0401 sampai dengan TT-0414. Dua bertempat duduk ganda dari tipe TA-4H, bernomor ekor TL-0415 dan TL-0416. Satu pesawat tipe A-4E dengan nomor ekor TT-0417 merupakan pesawat pengganti (karena masih dalam masa garansi) dari Amerika Serikat, karena pesawat dengan nomor ekor TT-0409 jatuh di Lanud Baucau, Timor Timur pada tahun 1987. Enam belas pesawat tersebut menggenapi satu [[Skadron]], dan ditempatkan di [[Skadron Udara 11]] (SkadUd 11), [[Lanud Iswahyudi]], [[Madiun]], [[Jawa Timur]], [[Indonesia]].
16 pesawatnya dibeli dari pesawat bekas pakai [[Angkatan Udara Israel|Angkatan Udara Israel (AU Israel)]] tahun 1979. Pesawat-pesawat itu terdiri dari 14 pesawat bertempat duduk tunggal dari tipe A-4E dan diberikan nomor seri TT-0401 sampai dengan TT-0414. 2 lagi bertempat duduk ganda dari tipe TA-4H, bernomor seri TL-0415 dan TL-0416. Satu pesawat tipe A-4E dengan nomor ekor TT-0417 merupakan pesawat pengganti (karena masih dalam masa garansi) dari Amerika Serikat, karena pesawat dengan nomor ekor TT-0409 jatuh di Lanud Baucau, Timor Timur pada tahun 1987. Enam belas pesawat tersebut menggenapi satu [[Skadron]], dan awalnya ditempatkan di [[Skadron Udara 11|Skadron Udara 11 (Skadud 11)]], [[Lanud Iswahyudi]], [[Madiun]], [[Jawa Timur]], [[Indonesia]], sebelum akhirnya dipindah ke [[Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin|Lanud Sultan Hasanuddin]], [[Makassar]], [[Sulawesi Selatan]] sampai akhir masa pengoperasiannya tahun 2004.


Tahun 1982, Indonesia membeli kembali enam belas pesawat bekas pakai AU Israel. Pesawat-pesawat itu dari tipe A-4E yang merupakan pesawat kelebihan stok mereka dengan nilai kontrak sebesar US$ 27 juta. Pesawat-pesawat ini diberikan nomor ekor TT-0431 sampai dengan TT-0446, dan ditempatkan di [[Skadron Udara 12]] (SkadUd 12), [[Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin|Lanud Roesmin Nurjadin]], [[Pekanbaru]], [[Riau]], [[Indonesia]].
Tahun 1982, Indonesia membeli kembali enam belas pesawat bekas pakai AU Israel. Pesawat-pesawat itu dari tipe A-4E yang merupakan pesawat kelebihan stok mereka dengan nilai kontrak sebesar US$ 27 juta. Pesawat-pesawat ini diberikan nomor seri TT-0431 sampai dengan TT-0446, dan ditempatkan di [[Skadron Udara 12|Skadron Udara 12 (Skadud 12)]], [[Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin|Lanud Roesmin Nurjadin]], [[Pekanbaru]], [[Riau]], [[Indonesia]]. Pesawat-pesawat itu digabungkan ke Skadud 11 pada tanggal 25 Agustus 1995 hingga tahun 2004.


Dua pesawat tambahan dibeli tahun 1999 dari bekas pakai [[Angkatan Laut Amerika Serikat]] tipe TA-4J. Dua pesawat ini direkondisikan oleh ''Safe Air Engineering'' di Woodbourne, Selandia Baru dan diberikan nomor ekor TT-0418 dan TT-0419.
Dua pesawat tambahan dibeli tahun 1999 dari bekas pakai [[Angkatan Laut Amerika Serikat]] tipe TA-4J. Dua pesawat ini direkondisikan oleh ''Safe Air Engineering'' di Woodbourne, Selandia Baru dan diberikan nomor seri TT-0418 dan TT-0419. Kedua pesawat ini ditempatkan di Skadud 11, Makassar.


Di Indonesia, pesawat ini lebih dikenal dengan sebutan "Si Bongkok" karena adanya "punuk" di bagian punggungnya yang pada versi aslinya berisikan peralatan avionik khusus yang dibuat untuk kepentingan AU Israel. Dan ketika pesawat-pesawat tersebut dikirimkan ke Indonesia, peralatan avionik tersebut dicabut oleh AU Israel.
Di Indonesia, pesawat ini lebih dikenal dengan sebutan "Si Bongkok" karena adanya "punuk" di bagian punggungnya yang pada versi aslinya berisikan peralatan avionik khusus yang dibuat untuk kepentingan AU Israel.


Dalam masa operasinya di Indonesia, pesawat ini pernah dua kali mengalami "''belly landing''", mendarat dengan aman, walaupun tanpa mengeluarkan roda pendaratnya. Kejadian pertama pada 15 Januari 1987 dengan pilot Lettu Pnb Emir Panji dengan nomor ekor TT-0414. Dan kejadian lainnya pada 20 Juli 1987 dengan pilot Lettu Pnb [[Agus Supriatna]] dengan nomor ekor TT-0408. Selain itu ada beberapa kejadian yang berakibat pada gugurnya para penerbang TNI AU.
Dalam masa operasinya di Indonesia, pesawat ini pernah dua kali mengalami "''belly landing''" (mendarat dengan aman, walaupun tanpa mengeluarkan roda pendaratnya). Kejadian pertama pada 15 Januari 1987 dengan pilot Lettu Pnb Emir Panji dengan nomor ekor TT-0414. Dan kejadian lainnya pada 20 Juli 1987 dengan pilot Lettu Pnb [[Agus Supriatna]] dengan nomor ekor TT-0408. Selain itu ada beberapa kejadian yang berakibat pada gugurnya para penerbang TNI AU.


Selama pengabdian di Indonesia, pelbagai operasi militer pernah didukungnya. Salah satu operasi yang didukungnya adalah pada November 1987, A-4 Skyhawk dari [[Skadron Udara 11]] melaksanakan "Operasi Sriti Samber" di [[Timor Timur]]. Ini merupakan operasi jarak jauh pertama yang dilaksanakan oleh A-4 Skyhawk Indonesia karena melibatkan pengisian bahan bakar di udara dari pesawat tanker [[Lockheed C-130 Hercules|KC-130 BT]] dari [[Skadron Udara 32]].
Selama pengabdian di Indonesia, pelbagai operasi militer pernah didukungnya. Operasi-operasi itu adalah Operasi Sriti Samber dan [[Operasi Seroja]] (1980-1999) di [[Timor Timur]], [[Operasi Halau]] (1985) di [[Natuna]], [[Operasi Oscar]] (1991-1992) di [[Sulawesi]] dan [[Operasi Rencong Terbang|Operasi Rencong]] (1991-1993) di [[Aceh]].


Tanggal 5 Agustus 2004, untuk terakhir kalinya pesawat ini mengangkasa di Indonesia dan mengakhiri pengabdiannya. Saat ini banyak [[A-4 Skyhawk]] Indonesia dijadikan monumen di pelbagai kota di Indonesia dan dijadikan koleksi utama di dua museum, [[Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala]], Yogyakarta (TT-0407) dan [[Museum Satria Mandala]], Jakarta (TT-0438).
Tanggal 5 Agustus 2004, untuk terakhir kalinya pesawat ini mengangkasa di Indonesia dan mengakhiri pengabdiannya. Saat ini banyak [[A-4 Skyhawk]] Indonesia dijadikan monumen di pelbagai kota di Indonesia dan dijadikan koleksi utama di dua museum, [[Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala]], Yogyakarta (TT-0407) dan [[Museum Satria Mandala]], Jakarta (TT-0438).
Baris 160: Baris 160:
|1980
|1980
|Tunggal
|Tunggal
|Pada 20 Juli 1987, Skyhawk yang diawaki Lettu Pnb [[Agus Supriatna|Agus "''Dingo''" Supriatna (''Thunder'' 73)]] melakukan ''belly landing'' (pendaratan tanpa menurunkan roda pendaratan), dan berhasil mendarat dengan selamat dengan kerusakan pada drop tank-nya saja.{{Sfn|Saragih|2018|p=20-24}}
|Pada 20 Juli 1987, Skyhawk yang diawaki Lettu Pnb [[Agus Supriatna|Agus "''Dingo''" Supriatna (''Thunder'' 73)]] melakukan ''belly landing'', dan berhasil mendarat dengan selamat dengan kerusakan pada drop tank-nya saja.{{Sfn|Saragih|2018|p=20-24}}
|-
|-
|9.
|9.

Revisi per 7 Januari 2020 05.09

A-4 Skyhawk dalam TNI Angkatan Udara
A-4E Skyhawk TNI AU di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala
TipePesawat serang
PerancangEd Heinemann
Terbang perdana22 Juni 1954
Diperkenalkan1 Oktober 1956
Dipensiunkan2003, AL AS
1998, Marinir AS
2004, TNI AU
StatusDipensiunkan di Indonesia
Pengguna utamaAL AS (sejarahnya)
Marinir AS (sejarahnya)
Jumlah produksi2.960 buah
Harga satuanUS$ 2,8 - 3,8 juta

Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) pernah memiliki dan mengoperasikan tiga puluh empat pesawat jet tempur A-4E Skyhawk sebagai pesawat tempur serbu/taktis udara-ke-darat antara tahun 1990 hingga 2004.

16 pesawatnya dibeli dari pesawat bekas pakai Angkatan Udara Israel (AU Israel) tahun 1979. Pesawat-pesawat itu terdiri dari 14 pesawat bertempat duduk tunggal dari tipe A-4E dan diberikan nomor seri TT-0401 sampai dengan TT-0414. 2 lagi bertempat duduk ganda dari tipe TA-4H, bernomor seri TL-0415 dan TL-0416. Satu pesawat tipe A-4E dengan nomor ekor TT-0417 merupakan pesawat pengganti (karena masih dalam masa garansi) dari Amerika Serikat, karena pesawat dengan nomor ekor TT-0409 jatuh di Lanud Baucau, Timor Timur pada tahun 1987. Enam belas pesawat tersebut menggenapi satu Skadron, dan awalnya ditempatkan di Skadron Udara 11 (Skadud 11), Lanud Iswahyudi, Madiun, Jawa Timur, Indonesia, sebelum akhirnya dipindah ke Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan sampai akhir masa pengoperasiannya tahun 2004.

Tahun 1982, Indonesia membeli kembali enam belas pesawat bekas pakai AU Israel. Pesawat-pesawat itu dari tipe A-4E yang merupakan pesawat kelebihan stok mereka dengan nilai kontrak sebesar US$ 27 juta. Pesawat-pesawat ini diberikan nomor seri TT-0431 sampai dengan TT-0446, dan ditempatkan di Skadron Udara 12 (Skadud 12), Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Riau, Indonesia. Pesawat-pesawat itu digabungkan ke Skadud 11 pada tanggal 25 Agustus 1995 hingga tahun 2004.

Dua pesawat tambahan dibeli tahun 1999 dari bekas pakai Angkatan Laut Amerika Serikat tipe TA-4J. Dua pesawat ini direkondisikan oleh Safe Air Engineering di Woodbourne, Selandia Baru dan diberikan nomor seri TT-0418 dan TT-0419. Kedua pesawat ini ditempatkan di Skadud 11, Makassar.

Di Indonesia, pesawat ini lebih dikenal dengan sebutan "Si Bongkok" karena adanya "punuk" di bagian punggungnya yang pada versi aslinya berisikan peralatan avionik khusus yang dibuat untuk kepentingan AU Israel.

Dalam masa operasinya di Indonesia, pesawat ini pernah dua kali mengalami "belly landing" (mendarat dengan aman, walaupun tanpa mengeluarkan roda pendaratnya). Kejadian pertama pada 15 Januari 1987 dengan pilot Lettu Pnb Emir Panji dengan nomor ekor TT-0414. Dan kejadian lainnya pada 20 Juli 1987 dengan pilot Lettu Pnb Agus Supriatna dengan nomor ekor TT-0408. Selain itu ada beberapa kejadian yang berakibat pada gugurnya para penerbang TNI AU.

Selama pengabdian di Indonesia, pelbagai operasi militer pernah didukungnya. Operasi-operasi itu adalah Operasi Sriti Samber dan Operasi Seroja (1980-1999) di Timor Timur, Operasi Halau (1985) di Natuna, Operasi Oscar (1991-1992) di Sulawesi dan Operasi Rencong (1991-1993) di Aceh.

Tanggal 5 Agustus 2004, untuk terakhir kalinya pesawat ini mengangkasa di Indonesia dan mengakhiri pengabdiannya. Saat ini banyak A-4 Skyhawk Indonesia dijadikan monumen di pelbagai kota di Indonesia dan dijadikan koleksi utama di dua museum, Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, Yogyakarta (TT-0407) dan Museum Satria Mandala, Jakarta (TT-0438).

Latar belakang

Pesawat A-4 Skyhawk, dikenal untuk pertama kali oleh para penerbang TNI AU, ketika mereka latihan bersama Angkatan Udara Selandia Baru (RNZAF - Royal New Zealand Air Force) dengan sandi "Elang Seberang I" pada tahun 1976. Saat itu, para penerbang TNI AU menerbangkan 6 pesawat F-86 Sabre dan pihak RNZAF menggunakan 4 pesawat A-4 Skyhawk. Dalam kesempatan itu, Kadisops (Kepala Dinas Operasi) Kasetsergap (Kepala Satuan Tempur Sergap) Letkol Pnb Isbandi Gondo, berkesempatan mencobanya dengan duduk kokpit belakang A-4 Skyhawk. Dari latihan bersama ini, didapatkan masukan agar TNI AU bisa memiliki dan mengoperasionalkan pesawat A-4 Skyhawk, yang dilengkapi dengan senapan mesin dengan dua kanon berkaliber 20 mm. Setiap kanon bisa memuat hingga 200 butir peluru yang dipasang di pangkal sayap delta pesawat ini.[1]

Di paruh akhir tahun 1970-an, armada pesawat udara TNI AU yang kebanyakan berupa pesawat-pesawat buatan Uni Soviet, Ilyushin Il-28 'Beagle' dan pesawat pembom Tupolev Tu-16 'Badger' sudah tidak dapat dioperasikan lagi, karena ketiadaan suku cadang. Dalam waktu bersamaan, armada pesawat Lockheed T-33 Thunderbird dan F-86 Sabre yang dimiliki TNI AU juga tidak bisa dioperasikan secara maksimal karena usianya sudah uzur. Hal ini mengakibatkan menurunnya kemampuan TNI AU dalam tugasnya menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.[2][3] Pada saat yang bersamaan, Indonesia membutuhkan kekuatan Angkatan Udara yang mumpuni untuk mendukung Operasi Militer TNI di Timor Timur. Pada tahun 1976, telah hadir pesawat OV-10 Bronco sebagai pesawat dukungan serangan udara-ke-darat namun tidak memadai untuk mendukung operasi militer tersebut karena paket pembeliannya tidak disertai persenjataan, sehingga tetap dirasa perlu untuk pengadaan pesawat tempur generasi ke-3. Memasuki akhir tahun 1979, TNI AU akhirnya membeli enam belas pesawat Northrop F-5 Tiger II baru, untuk memperkuat armadanya, dan pesawat-pesawat itu tiba di Indonesia sejak 21 April 1980. Walaupun dengan keberadaan enam belas pesawat tersebut, masih belum memenuhi kekosongan skadron-skadron tempur TNI AU. Didorong oleh keadaan-keadaan di atas, TNI AU mencari alternatif lain dengan mencari pesawat dari negara produsen yang bisa dijual cepat dan siap beroperasi dalam waktu singkat. Pada bulan Mei 1978, Wakil Presiden Amerika Serikat, Walter Mondale berkunjung ke Indonesia dan salah satunya membawa informasi ketersediaan A-4 Skyhawk bekas pakai AU Israel yang bisa dibeli dan dioperasikan dalam waktu singkat. Tawaran ini diterima oleh Indonesia dan didukung oleh Kepala Badan Intelijen Strategis ABRI saat itu yang dijabat Benny Moerdani. Kendalanya, Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, sehingga diputuskan untuk diadakan Operasi Intelijen bersandikan "Operasi Alpha" yang dimulai sejak pertengahan tahun 1979.[4][5][2]

Pengadaan

Kedatangan A-4 Skyhawk TNI AU di pelabuhan laut Tanjung Priok

Operasi Alpha merupakan operasi rahasia terbesar yang pernah dilakukan oleh TNI AU dalam pengadaan tiga puluh dua pesawat A-4 Skyhawk bekas pakai AU Israel. Penamaan Operasi Alpha, karena mengambil huruf pertama dari A-4 Skyhawk.[6] Operasi ini dimulai dengan mengirimkan para teknisi ke Israel. Enam angkatan pertama yang dikirimkan adalah para teknisi yang nantinya akan merawat pesawat ini. Setiap angkatan ini terdiri atas sepuluh orang. Keberangkatan mereka ke sana sangat dirahasiakan sehingga mereka menempuh rute yang berbeda-beda dan pesawat yang berbeda. Selesai menyelesaikan pendidikan, mereka tidak langsung pulang ke Indonesia, namun mereka diterbangkan dulu ke Amerika Serikat dan banyak mengambil gambar disana untuk memberikan kesan bahwa kegiatan pelatihan di adakan di Amerika dan bukan di Israel. Angkatan terakhir terdiri atas 10 penerbang TNI AU yang dikirimkan pada awal tahun 1980-an untuk mengikuti pelatihan mengoperasikan pesawat A-4 Skyhawk selama 4,5 bulan di Skadron 141, salah satu pangkalan tempur besar yang terletak di wilayah Barat dari kota Eilat, Israel.[2] Pangkalan ini menyimpan beberapa pesawat, seperti Mirage III, F-4 Phantom, A-4 Skyhawk, Kfir C-2 dan beberapa pesawat transport. Di Israel, pangkalan seringkali tidak memiliki nama pasti, dan berupa angka serta bisa berubah setiap saat sesuai dengan kebutuhan intelijen. Karena misi ini adalah misi rahasia, maka sesuai kesepakatan, para penerbang TNI AU sepakat menyebutnya sebagai Arizona di Amerika Serikat. [6]

Para penerbang yang dikirimkan, pelopor penerbang A-4 Skyhawk, adalah penerbang pesawat T-33 Thunderbird yang terdiri dari Kapten Pnb P. Royke Lumintang (Thunder 17 - Rascal), Mayor Pnb Suyamto (Thunder 22 - Stingray), Mayor Pnb Donan Sunanto (Thunder 25 - Beagle), Mayor Pnb Irawan Saleh (Thunder 26 - Tiger), Kapten Pnb F. Djoko Poerwoko (Thunder 36 - Beager), Kapten Pnb Suminar Hadi (Thunder 37 - Buzzard), Kapten Pnb Dwie Harmono (Thunder 39 - Seagull), Kapten Pnb Teddy Sumarno (Thunder 41 - Squirrel), Kapten Pnb R. Suprijanto (Thunder 44 - Kiwi) dan Lettu Pnb Edy Harjoko (Thunder 45 - Fox Bat).[7] Pelatihan yang diberikan meliputi general flying (menerbangkan A-4 secara umum), terbang solo (sendiri) serta mengoperasikan Skyhawk sebagai pesawat tempur sesuai kegunaannya, sebagai jet tempur serang udara-ke-darat. Setelah general flying, semua penerbang TNI AU sudah boleh terbang solo. Pelajaran disana diberikan dengan efektif, misalnya untuk latihan terbang formasi dilakukan bersamaan dengan latihan lain sewaktu melaksanakan terbang navigasi atau air-to-air. Sehingga dengan 20 jam/20 sorti, semua penerbang TNI AU sudah mampu mengoperasikan A-4 sebagai alat utama sistim persenjataan.[6]

Salah seorang penerbang TNI AU, Pak Poerwoko menyatakan bahwa selama di Israel, ia dilatih oleh penerbang muda bernama Denny, yang bukan anggota militer Israel, namun seorang ahli komputer sipil yang memiliki lisensi sebagai instruktur pesawat A-4 Skyhawk. Hal ini umum terjadi disana, dimana banyak warga masyarakat sipil mempunyai spesialisasi militer.[6] Tanggal 20 Mei 1980, kesepuluh penerbang tersebut menyelesaikan pendidikannya dan berhak menyandang brevet/wing penerbang A-4 Skyhawk. Wing tersebut tidak bisa dibawa pulang ke Indonesia, karena kegiatan pelatihannya bersifat rahasia. Semua hal yang bisa menandakan bahwa mereka pernah ke Israel, harus dimusnahkan sebelum mereka tiba di tanah air, dan hanya foto-foto di Disneyland, Washington, D.C. dan New York saja yang bisa dibawa pulang. Sedangkan untuk ijasahnya, mereka hanya bisa membawa pulang ijasah yang diterbitkan oleh Korps Marinir Amerika Serikat, Yuma Air Statioin.[5]

Operasi Alpha 1

Kedatangan pesawat ini di Indonesia terbagi atas beberapa gelombang. Gelombang pertama tahap awal, tiba dengan mempergunakan kapal laut di pelabuhan laut Tanjung Priok, Jakarta pada 4 Mei 1980. Pesawat yang tiba ini berjumlah empat pesawat yang terdiri dari dua pesawat bertempat duduk ganda dan dua lainnya bertempat duduk tunggal. Pengiriman berikutnya tiba berselang lima minggu hingga lengkap berjumlah enam belas pesawat pada September 1980 dan memenuhi kebutuhan satu skadron. Pada saat kedatangannya, dan karena bersifat rahasia, pesawat-pesawat itu disimpan di Tanjung Priok dengan label F-5 E/F Tiger II "Macan" sehingga masyarakat umum mengira itu adalah pesawat-pesawat F-5 Tiger II yang juga baru dipesan dari Amerika Serikat. Setelah tiba di Tanjung Priok, kemudian pesawat itu dirakit kembali oleh para teknisi TNI AU dan pabrik pembuatnya di Lanud Halim Perdanakusuma. Pesawat yang tiba pada gelombang pertama ini adalah tipe A-4E bertempat duduk tunggal sebanyak empat belas buah dan tipe TA-4H bertempat duduk ganda sebanyak dua pesawat. Armada A-4 Skyhawk gelombang pertama ini kemudian diberikan nomor ekor TT-0401 sampai dengan TT-0414 (TT - Tempur Taktis). Sedangkan dua lainnya bernomor ekor TL-0415 dan TL-0416 (TL - Tempur Latih). Setelah semua dirakit dan lulus uji terbang, maka enam belas pesawat tersebut ditempatkan secara resmi di Skadron Udara 11 yang saat itu berlokasi di Lanud Iswahyudi, Madiun, Jawa Timur. Dan armada ini ditampilkan untuk pertama kalinya ke khalayak umum pada peristiwa HUT ABRI ke-35 tanggal 5 Oktober 1980 di Jakarta. Dalam kesempatan ini Indonesia mendapatkan tambahan satu A-4E Skyhawk,TT-0417, karena pesawat dengan nomor ekor TT-0409 jatuh ketika masih dalam masa garansi. Semua pesawat, TT-0401 sampai dengan TT-0417 berwarna kamuflase biru.[7][2][1][8]

Operasi Alpha 2

Tahun 1982, otoritas pemerintah Indonesia membeli lagi enam belas pesawat bekas pakai AU Israel, dan semuanya dari tipe A-4E. Keenam belas pesawat ini sebelum dikirimkan ke Indonesia, diperbaiki dan direkondisikan terlebih dahulu dengan nilai kontrak yang tercatat sebesar US$ 27 juta. Pesawat-pesawat ini mendapatkan nomor ekor TT-0431 sampai dengan TT-0446, Semua pesawat ini, berwarna kamuflase hijau ketika baru dibeli.[8][9]

Gelombang III

Pada 15 April 1993, satu pesawat TA-4H, nomor ekor TT-0415, jatuh di Laut Sulawesi, sehingga hanya menyisakan satu pesawat bertempat duduk ganda yang bisa dipergunakan untuk pendidikan penerbang baru ataupun penerbang konversi (membiasakan penggunaan pesawat dengan moda tempur lainnya). Pada paruh akhir tahun 1990-an, otoritas pemerintahan Indonesia berminat untuk membeli A-4 Skyhawk tipe TA-4PTM milik AU Malaysia. Namun rencana itu dibatalkan mengingat kondisinya yang jelek, dan mesin yang berbeda dengan yang sudah dimiliki oleh TNI AU selama ini. Pemerintah Indonesia akhirnya membeli dua pesawat A-4 Skyhawk tipe TA-4J bekas pakai Angkatan Laut Amerika Serikat. Sebelum dikirimkan ke Indonesia, keduanya direkondisikan dan diperbaiki dulu oleh perusahaan "Air Limited Bleinheim" di Woodbourne, Selandia Baru, berdasarkan kontrak No. 002/KE/I/90/AU tanggal 20 Januari 1998.[8] Dalam kontrak pembelian ini terjadi kontroversi, dikarenakan adanya kondisi politik yang memanas terkait Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Timor Timur. Di lain pihak, otoritas pemerintahan Selandia Baru memiliki pandangan politik berbeda dengan Indonesia terkait PEPERA tersebut. Walau bagaimanapun, akhirnya kedua pesawat itu, setelah dilakukan uji terbang, akhirnya dikirimkan ke Indonesia pada tahun 1999.[9]

Masa operasi

Skadron A-4 Skyhawk TNI AU

Sebelum A-4 Skyhawk dipertunjukan secara resmi pada 5 Oktober 1980, maka pesawat yang sudah tiba di Tanjung Priok pada 4 Mei 1980 dibawa dulu ke Lanud Halim Perdanakusuma untuk dirakit. Proses perakitan dilakukan oleh para teknisi di hanggar Skadron Udara 17. Setelah selesai dirakit, pesawat itu dites oleh pilot tes F. Djoko Poerwoko dan dinyatakan laik terbang.[10]

Thunder adalah nama yang diberikan oleh TNI AU kepada pesawat A-4 Skyhawk. Setelah Thunder, biasanya diikuti dengan suatu nomor. Nomor ini menandakan nomor urut pilot yang didapatkan penerbang setelah berjasa menjadi instruktur pesawat tertentu di kesatuan itu. Thunder 73, artinya orang tersebut tercatat sebagai pilot yang menerbangkan pesawat A-4 urutan ke-73 sejak skadron itu berdiri.[11]

A-4 Skyhawk Skadron Udara 11

Berdasarkan Surat Keputusan KASAU Nomor : KEP/01A/II/1983 tanggal 11 Februari 1983, tentang Pengesahan dan Penempatan pesawat A-4 Skyhawk sebagai alat utama sistem senjata TNI AU. Pesawat ini ditempatkan pada jajaran Skadron Udara 11, Wing Operasional 300, Kohanudnas di Lanud Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur. Pesawat-pesawat itu adalah pesawat dengan nomor ekor TT-0401 sampai dengan TT-0414. TT sendiri adalah kependekan dari Tempur Taktis.[12] Dan angka 04 di awal nomor ekornya sendiri menandakan A-4. Skadron ini juga dilengkapi dengan 2 A-4H dengan nomor ekor TL-0415 dan TL-0416.TL sendiri kependekan dari Tempur Latih.[13]

Bulan Desember 1980 5 pesawat A-4E dari SkadUd 11 menjalankan operasi militer dengan bergerak ke Mokmer, dan lalu ke Biak. Pada bulan Maret 1981, 5 pesawat tersebut bergeser ke Lanud Baucau, Timor Timur untuk mengikuti Latihan Gabungan ABRI. Pada 31 Maret 1981, Skyhawk TT-0409 yang diawaki Kapten Pnb Suminar "Buzzard" (Thunder 37) Hadi jatuh. Dalam peristiwa ini, penerbangnya berhasil eject dengan selamat. Dari 16 pesawat, maka kekuatan Skadron A-4 menjadi tinggal 15 pesawat saja.[14] Indonesia kemudian mendapatkan gantinya berupa A-4E dengan nomor ekor TT-0417 secara gratis karena masih dalam masa garansi. Dengan datangnya pesawat ini maka kekuatan A-4 TNI AU menjadi genap 16 pesawat lagi. Baru pada tahun 1999, Skadron ini diperkuat lagi dengan dua TA-4J dengan nomor ekor TL-0418 dan TL-0419.[15]

Bulan November 1983, Skadron A-4 Skyhawk dipergunakan untuk memerangi gerakan separatis Fretilin di Timor Timur. Selain itu skadron ini juga dipergunakan untuk memerangi gerakan pemberontak Organisasi Papua Merdeka (OPM).[15]

A-4 Skyhawk Skadron Udara 12

16 pesawat A-4E Skyhawk, yang ditempatkan pada Skadron Udara 12 merupakan pembelian gelombang II dari Operasi Alpha. Pesawat A-4E yang dibeli dari Israel itu mengalami beberapa modifikasi oleh AU Israel. Beberapa modifikasinya antara lain adalah lubang pembuangan yang lebih panjang, alat pengereman yang biasanya dipasang di kapal induk, kanon 30 mm DEFA, dan radar yang khusus untuk AU Israel. Radar ini, ketika tiba di Indonesia, dilepaskan dari punuk yang ada di punggung pesawat. Sedangkan untuk radio komunikasi, yang terpasang adalah UHF. Radio komunikasi yang dipasang oleh TNI AU adalah ADF dan ARC-182. Pesawat-pesawat yang ditempatkan di Skadron ini adalah A-4E Skyhawk dengan nomor ekor TT-0431 sampai dengan TT- 0446.[15]

Data pesawat

A-4 Skyhawk TNI AU dengan tempat duduk ganda dalam sebuah patroli

Pesawat nomor 1 (TT-0401) sampai dengan nomor 17 (TT-0417), merupakan 16 pesawat yang dibeli dari pesawat bekas pakai AU Israel dalam Operasi Alpha I. Enam belas pesawat itu diberikan warna kamuflase biru. Sedangkan pesawat nomor 20 (TT-0431) sampai dengan nomor 35 (TT-0446), merupakan 16 pesawat yang dibeli dari pesawat bekas pakai AU Israel dalam Operasi Alpha II. Enam belas pesawat ini diberikan warna kamuflase hijau. Ke tiga puluh dua pesawat tersebut pernah memperkuat Skadron Udara 11 dan Skadron Udara 12 hingga armada Skyhawk dipensiunkan.[8]

Dari tiga puluh 32 pesawat yang dibeli dari Operasi Alpha, di tahun 1992, pesawat yang bisa dioperasikan secara penuh hanyalah dua puluh delapan pesawat. Di tahun 1996, kekuatan armada A-4 Skyhawk menjadi hanya dua puluh tujuh, dan berkurang terus menjadi sembilan belas pesawat di tahun 1999, termasuk dua pesawat yang baru dibeli berkursi ganda dari Amerika Serikat. Di tahun 2002, armada A-4 Skyhawk TNI AU yang siap beroperasi hanyalah tinggal empat belas saja.Terjadi musibah di tahun 2003 sehingga Marsma Pnb Edy Harjoko menyatakan bahwa A-4 Skyhawk TNI AU tidak dalam kondisi terbaik. Dan hanya tersedia empat atau lima yang bisa dioperasikan secara penuh karena ketiadaan suku cadang. Bersamaan dengan itu, pada pertengahan tahun 2003, armada Sukhoi Su-27, maka pada 5 Agustus 2004, dihentikan penggunaan A-4 Skyhawk sebagai kekuatan udara TNI AU secara resmi.[16]


Data Pesawat A-4 Skyhwak TNI AU[17][14]
No. Nomor Pabrik Nomor Konstruksi Tipe Nomor Ekor Tahun Kedatangan Jumlah Tempat Duduk Keterangan
1. 149978 A-4E TT-0401 1980 Tunggal
2. 149979 A-4E TT-0402 1980 Tunggal
3. 149986 A-4E TT-0403 1980 Tunggal
4. 149987 A-4E TT-0404 1980 Tunggal Saat melaksanakan latihan menembak, mesinnya mati sehingga pesawatnya jatuh pada 26 Juli 1985. Penerbangnya, Lettu Pnb Tri Budi "Wild Eel" Satriyo (Thunder 81) berhasil "eject" dengan selamat.[14]
5. 149998 A-4E TT-0405 1980 Tunggal Pada 22 Juni 2000, pesawatnya mengalami stall dan masuk ke kondisi spiral dive (terbang berputar tak terkendali) dan jatuh di Laut Sulawesi, penerbangnya Albert L. Mare (Thunder 128) gugur dalam tugas.[14][18]
150010 A-4E TT-0406 1980 Tunggal Pada 22 Januari 1998, dalam tugas penerbangan ferry (penerbangan jarak jauh), pesawatnya masuk awan kumulonimbus dan jatuh di Laut Banda. Penerbangnya, S. Hirsan "Wild Crow" Habib (Thunder 79), tidak ditemukan jenasahnya dan dinyatakan gugur dalam tugas.[14]
7. 150025 A-4E TT-0407 1980 Tunggal Pada 6 Agustus 1987, A-4 mengalami kondisi "Throttle stuck open, power" (kondisi dimana daya dorong tidak bisa diubah pada kondisi maksimum, sehingga Skyhawk tidak bisa dikendalikan), mengakibatkan pesawatnya jatuh di ujung landasan Lanud Iswahyudi. Penerbangnya, S. Hirsan "Wild Crow" Habib (Thunder 79), berhasil eject (melontarkan dirinya dari pesawat) dengan selamat.[14]
8. 150042 A-4E TT-0408 1980 Tunggal Pada 20 Juli 1987, Skyhawk yang diawaki Lettu Pnb Agus "Dingo" Supriatna (Thunder 73) melakukan belly landing, dan berhasil mendarat dengan selamat dengan kerusakan pada drop tank-nya saja.[14]
9. 150066 A-4E TT-0409 1980 Tunggal Pada 31 Maret 1981, Skyhawk yang diawaki Kapten Pnb Suminar "Buzzard" (Thunder 37) Hadi ketika sedang melaksanakan terbang formasi di acara Latihan Gabungan ABRI jatuh di Lanud Baucau, Timor Timur. Dalam peristiwa ini, penerbangnya berhasil eject dengan selamat.[14]
10. 150120 A-4E TT-0410 1980 Tunggal
11. 150125 A-4E TT-0411 1980 Tunggal
12. 152007 A-4E TT-0412 1980 Tunggal
13. 152017 A-4E TT-0413 1980 Tunggal Pada 10 November 1986, Skyhawk yang diawaki Letda Pnb Rachmat "Cougar" Hidayat (Thunder 85) jatuh karena mesin pesawatnya mati, ketika selesai melaksanakan latihan menembak di AWR Pulung, Ponorogo. Dalam peristiwa ini, penerbangnya berhasil eject dengan selamat.[14]
14. 152089 A-4E TT-0414 1980 Tunggal Pada 15 Desember 1993, pesawat yang dipiloti Lettu Pnb Edi "Black Bird" Komari (Thunder 97) jatuh di Laut China Selatan, pada Latihan Gabungan dengan TNI AL. Namun dalam peristiwa ini, penerbangnya berhasil eject dengan selamat.[14]
15. 157429 14078 TA-4H TL-0415 1980 Ganda Pada 15 April 1993, A-4 jatuh di Laut Sulawesi. Ketika itu, pesawatnya sedang melaksanakan manuver vertikal, canopynya terlepas dan mengenai elevator. Letkol Pnb Junianto "Griffin" S. Yogasara (Thunder 53), berhasil eject dengan selamat. Dalam peristiwa ini Lettu Pnb R. Krisna Hertat (Thunder 120) juga eject namun gugur karena faktor lainnya.[14]
16. 157430 14079 TA-4H TL-0416 1980 Ganda Saat melaksanakan latihan rutin di Lanud Hasanuddin, pesawat ini jatuh. Kedua pilotnya, Lettu Pnb Fadjar "Bobcat" Prasetyo (Thunder 107) dan Lettu Pnb Asril "Phoenix" Samani (Thunder 117) berhasil "eject" dengan selamat.[14]
17. 152013 A-43 TT-0417 1981 Tunggal Pengganti TT-0409 karena masih dalam masa garansi. Pada 15 Desember 1993, pesawatnya jatuh Laut China Selatan, pada Latihan Gabungan dengan TNI AL. Dan dalam peristiwa ini, pilotnya, Lettu Pnb A. Joko "Viper" Takaryanto (Thunder 102), berhasil "eject' dengan selamat.[14]
18. 154315 AMARC 3A0708 TA-4J TL-0418 1999 Ganda
19. 158454 AMARC 3A0754 TA-4J TL-0419 1999 Ganda Terjadi musibah di tahun 2003 sehingga Marsma Pnb Edy Harjoko menyatakan bahwa A-4 Skyhawk TNI AU tidak dalam kondisi terbaik. Dan hanya tersedia empat atau lima yang bisa dioperasikan secara penuh karena ketiadaan suku cadang.
20. 149664 A-4E TT-0431 1982 Tunggal
21. 150003 A-4E TT-0432 1982 Tunggal
22. 150015 A-4E TT-0433 1982 Tunggal
23. 150087 A-4E TT-0434 1982 Tunggal Pada 3 Januari 1992, A-4 jatuh karena mesinnya mati. Kejadian ini terjadi ketika pesawat itu sedang melaksanakan latihan rutin di Lanud Pekanbaru. Dalam peristiwa ini, pilotnya, Mayor Pnb Jeffrey "Sparrow" Zainal Abidien (Thunder 18), berhasil "eject" dengan selamat.[14]
24. 150027 A-4E TT-0435 1982 Tunggal
25. 151028 A-4E TT-0436 1982 Tunggal
26. 151072 A-4E TT-0437 1982 Tunggal
27. 151079 A-4E TT-0438 1982 Tunggal Pada 9 Januari 1989, pesawatnya jatuh karena mesinnya mati. Namun dalam kejadian ini, penerbangnya berhasil "eject" dengan selamat.[14]
28. 151098 A-4E TT-0439 1982 Tunggal
29. 151110 A-4E TT-0440 1982 Tunggal
30. 151189 A-4E TT-0441 1982 Tunggal
31. 151989 A-4E TT-0442 1982 Tunggal
32. 152037 A-4E TT-0443 1982 Tunggal Pada 7 September 1988, pesawatnya jatuh dan masuk ke rawa-rawa dekat area Lanud Pekanbaru. Penerbangnya, Bambang "Kangaroo" Triyono (Thunder 68), diduga mengalami "lost orientation" (kehilangan kemampuan membedakan batas langit dan bumi), dan gugur dalam tugas.[14]
33. 152062 A-4E TT-0444 1982 Tunggal Pada 14 Mei 1985, pesawatnya mengalami "stall" ketika sedang menanjak, dan jatuh. Kala itu A-4 sedang melaksanakan latihan rutin di Lanud Hasanuddin. Dalam kejadian ini, pilotnya, Letda Pnb Johny "White Lion" Sumaryana (Thunder 124), berhasil "eject" dengan selamat.[14]
34. 152064 A-4E TT-0445 1982 Tunggal
35. 152097 A-4E TT-0446 1982 Tunggal Pada 25 Pebruari 1983, pesawatnya mengalami "undershoot" (tidak berhasil terbang kembali setelah melaksanakan penembakan udara-ke-darat) dan jatuh tepat di dekat area target penembakan. Peristiwa ini terjadi dalam Latihan Maleo Jaya I/83 di Banjarmasin. Penerbangnya, Dwi "Seagull" Harmono (Thunder 39) gugur dalam tugas.[19]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b Saragih 2018, hlm. 14.
  2. ^ a b c d Winchester 2004, hlm. 409-410.
  3. ^ Saragih 2018, hlm. 10-11.
  4. ^ Saragih 2018, hlm. 11-12.
  5. ^ a b Asril, Sabrina (23 Maret 2017). "A-4 Skyhawk dan Sejarah Pertahanan". KOMPAS.com. Diakses tanggal 04 Desember 2019. 
  6. ^ a b c d Poerwoko 2006, hlm. 110-116.
  7. ^ a b Saragih 2018, hlm. 13-15.
  8. ^ a b c d Poerwoko 2001, hlm. 153-172.
  9. ^ a b Winchester 2004, hlm. 411-412.
  10. ^ Poerwoko 2006, hlm. 129.
  11. ^ Setiawan 2016, hlm. 108-109.
  12. ^ Poerwoko 2006, hlm. 241.
  13. ^ Dispenau 2008, hlm. 79.
  14. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Saragih 2018, hlm. 20-24.
  15. ^ a b c "Indonesia SkU-11 | Skyhawk Association". www.skyhawk.org. Diakses tanggal 25 Desember 2019. 
  16. ^ Winchester 2004, hlm. 415.
  17. ^ Pennings, Marco (25 Oktober 2016). "Indonesia Air Force Skyhawks". Skyhawk Association. Diakses tanggal 15 Desember 2019. 
  18. ^ Winchester 2004, hlm. 409.
  19. ^ Adrian, Beny (24 Mei 2019). "Tragedi Jatuhnya Pesawat A-4 Skyhawk TT-0446 TNI AU, Marsda (Pur) F. Djoko Poerwoko: Temanku Gugur!". Angkasa News. Diakses tanggal 05 Desember 2019. 

Daftar Pustaka

  • Dispenau, Subdisjarah (2008). Sejarah TNI Angkatan Udara Jilid V (1980 - 1989). Jakarta: Dinas Penerangan TNI AU. 
  • M. Tarigan, Lisa (2015). Monumen Angkatan Udara (Revisi I). Jakarta: Subdisjarah Dispenau. 
  • Poerwoko, Faustinus Djoko (2006). Fit via vi : Otobiografi Anak Kampung yang Menjadi Penerbang Tempur. Jakarta: AK, Group. ISBN 978-979-365529-1. 
  • Poerwoko, Faustinus Djoko (2001). My Home My Base : Perjalanan Sejarah Pangkalan Udara Iswahjudi "1939 - 2000". AK Group. 
  • Saragih, Maylina (2018). 18 Pesawat Warnai Muspusdirla Yogyakarta. Jakarta: Dinas Penerangan TNI AU. 
  • Setiawan, Bambang; Sidik Arifianto, Budiawan (2016). DINGO: Menembus Limit Angkasa:Biografi KASAU Marsekal TNI Agus Supriatna. Jakarta: Kompas Media Nusantara. ISBN 978-602-412-004-7. 
  • Winchester, Jim (2004). Douglas A-4 Skyhawk: Attack & Close-Support Fighter Bomber. Pen and Sword. ISBN 9781844150854. 

Baca juga

Pranala luar