Aji Muhammad Alimuddin
Sultan Adji Muhammad Alimuddin Marhum Adil adalah Putra Pertama Sri Paduka Sultan Adji Muhammad Sulaiman dan KDYMM Seri Paduka Baginda Ratu Mahtur Adji Ratu Bunga Seroja / Rubia gelar Adji Ratu Agung. Terlahir dengan nama Adji Muhammad Misbah /Aji Dabok gelar Adji Pangeran Adipati Prabu Anum Surya Adiningrat. ( Sultan AM. Alimuddin )
Biografi
[sunting | sunting sumber]Seri Paduka Baginda Sultan Aji Muhammad Alimuddin, atau gelar Anumertanya Marhum Adil, adalah sultan dari Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura yang ke-18,[1] yang memerintah dari tahun 1899 sampai 1910.[2] Ia adalah putra pertama dari Sri Paduka Sultan Aji Muhammad Sulaiman dan Yang Mulia Adji Ratu Rubiah gelar Adji Ratu Agung.
Keluarga
[sunting | sunting sumber]KDYMM Ratu Permaisuri
- Adji Hasanah Atau Adji Ratu Limah Gelar Adji Ratu Rebaya Agung II Binti Adji Aminuddin Gelar Adji Pangeran Mangkunegara Bin Sultan Adji Muhammad Sulaiman
KDYMM Ratu Mahadewi
- Adji Putri Anum Adiningrat Binti Adji Indra gelar Adji Pangeran Ratu I Bin Sultan Adji Muhammad Salehuddin I
KDYMM Ratu Leko
- Adji Gibek Binti Adji Sampai Bin Adji Soeka Bin Adji Nenut Bin Adji Pangeran Rawan Bin Adji Pangeran Dikota Bin Adji Pangeran Dipati Tua
KDYMM Ratu Mahtoer
- Ratu Kekew gelar Ratu Prabu Ningsih
YM Selir Sang Nata
- Dayang Betje
- Dayang Ebek Binti Aw. Kumbeng
YM Gundik Aji
- Dayang Redaj
- Dayang Tjekki
- Dayang Sangko
- Dayang Rekiyah
- Dayang Minot
- Selir Kota Bangun
Anak
- Adji Muhammad Ilyasin / Adji Ipe gelar Adji Pangeran Soemantri I anak laki laki tertua Sultan AM.Alimuddin
- Adji Mahmoed gelar Adji Pangeran Sosro Negoro II
- Adji Meleng gelar Adji Pangeran Kesuma Adiningrat
- Adji Muhammad Parikesit / Adji Kaget / Adji Geger / Sultan Adji Muhammad Parikesit
- Adji Addin / Haji Adji gelar Adji Pangeran Tumenggung Pranoto adalah Gubenur Pertama Provinsi Kalimantan Timur
- Adji Uddin gelar Adji Pangeran Kartanegara
- Adji Pungge
- Adji Sunggo gelar Adji Raden Ratna Wati
- Adji Lobak Sarbiah gelar Adji Raden Lesminingpuri
- Adji Ndoro gelar Adji Raden Siti Sendoro
- Adji Dudje gelar Adji Raden Siti Sundari
- Adji Mudjenah
- Adji Saidah gelar Adji Raden Djuwito Utomo Putro
- Adji Mariam
- Adji Mesiah gelar Adji Raden Sinto Putro
- Adji Beduj Atau Adji Baduyah gelar Adji Raden Anggorosari
Masa pemerintahan
[sunting | sunting sumber]Aji Muhammad Alimuddin melakukan konsolidasi kekuasaan kesultanan pada masa pemerintahannya.[3] Langkahnya diawali sejak tahun 1900, berupa penarikan kembali semua tanah dinas (hak apanase), yang berdasarkan hukum tanah Kutai keseluruhannya adalah milik sultan.[3] Dengan demikian, potensi tambang batu bara dan minyak bumi berada dalam kontrol penguasaan kesultanan.[4]
Kesultanan Kutai Kartanegara berhasil mendapatkan hak kedaulatan pemerintahan sendiri pada masa pemerintahan Adji Muhammad Alimuddin ini, yaitu pada tahun 1902.[5] Ia juga pada tahun 1905 membagi daerah administratif kesultanan menjadi dua distrik; yaitu Ulu Mahakam dengan ibu kotanya di Long Iram, dan Muara Mahakam dengan ibu kotanya di Samarinda.[3][6] Di setiap ibu kota distrik ditetapkan hakim untuk mengurus persoalan pengadilan.[7]
Daerah Ulu Mahakam kemudian disewakan kepada Belanda pada tahun 1908, dan kesultanan mendapatkan kompensasi royalti sebesar 12.990 gulden per tahun.[4] Kehadiran pemerintahan dan pos militer Belanda di Long Iram mengundang datangnya para pedagang dari berbagai tempat untuk berbisnis di daerah pedalaman hulu Sungai Mahakam, antara lain orang-orang Banjar dan Bakumpai dari Kalimantan Selatan, serta orang-orang Kutai, Bugis, dan Tionghoa dari Samarinda.[8]
Di masa pemerintahannya pula, yaitu pada tahun 1907, misi Gereja Katolik pertama dengan pusat gerakannya (stasi) di Laham, Kutai Barat, mulai dikembangkan.[4][8] Selanjutnya misi tersebut juga membuka sekolah di sana pada tahun 1911.[8]
Wafat dan penerus
[sunting | sunting sumber]Sultan Adji Muhammad Alimuddin wafat pada Rabu, 23 Maret 1910 Masehi atau 11 Rabi'ul Awal 1328 Hijriah dimakamkan di Kompleks Makam Kerajaan Kelambu Kuning.[9]
Anaknya Aji Muhammad Parikesit (atau Adji Kaget) diangkat menjadi penggantinya, namun karena masih di bawah umur, maka berada dalam Dewan Perwalian yang dipimpin oleh pamannya sebagai ketua, yaitu Adji Pangeran Mangkunegoro.[5][6] Pemerintahan kesultanan selama sepuluh tahun kemudian dipegang oleh Adji Pangeran Mangkunegoro, sehingga Adji Parikesit dinobatkan tahun 1920.[4]
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Umberan, Musni (1995). Sejarah Kebudayaan Kalimantan. Departeman [i.e. Departemen] Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
- ^ Waluyo, Dwitri (2004). Indonesia, the land of 1000 kings (dalam bahasa Inggris). Foresight.
- ^ a b c Pola penguasaan, pemilikan, dan penggunaan tanah secara tradisional daerah Kalimantan Timur. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kanwil Depdikbud Propinsi Kalimantan Barat, Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Kalimantan Barat. 1990.
- ^ a b c d "Pembukaan Tambang Batu bara Pertama". www.kutaikartanegaranews.com. Diakses tanggal 2017-08-25.
- ^ a b Indonesia Magazine (dalam bahasa Inggris). Yayasan Harapan Kita. 1988.
- ^ a b Voice of Nature (dalam bahasa Inggris). Yayasan Indonesia Hijau. 1989.
- ^ Sejarah daerah ...: Kalimantan Timur. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah. 1978.
- ^ a b c Maula, Amiruddin; (Indonesia), Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya (1991). Kearifan tradisional masyarakat pedesaan dalam pemeliharaan lingkungan hidup di Kalimantan Timur. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya.
- ^ Pertemuan Ilmiah Arkeologi III (PIA III), Ciloto, 23-28 Mei 1983. Proyek Penelitian Purbakala Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1985.
Didahului oleh: Aji Muhammad Sulaiman |
Sultan Kutai Kartanegara 1899–1910 |
Diteruskan oleh: Aji Muhammad Parikesit |