Lompat ke isi

Bahasa jurnalistik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa yang berfungsi sebagai pemberi informasi kepada publik, atau dapat diartikan sebagai bahasa komunikasi pengantar pemberitaan yang biasa digunakan media cetak dan elektronik.[1]

Bahasa jurnalistik harus menggunakan bahasa baku, atau dengan kata lain harus sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).[1] Selain itu, bahasa jurnalistik juga harus mudah dipahami oleh pembacanya, karena pembaca tidak punya cukup banyak waktu untuk memahami kata-kata yang sulit.[1]

Bahasa merupakan sarana untuk menyampaikan informasi kepada khalayak atau publik, jelas tidaknya informasi sangat ditentukan oleh benar tidaknya bahasa yang dipakai.[2] Untuk itu, dunia pers atau jurnalistik sebagai pemberi informasi kepada publik harus menggunakan bahasa yang baik dan benar agar khalayak atau publik dapat memahami maksud yang ingin disampikan.[2]

Berbeda dengan bahasa percakapan atau ragam bahasa lainnya yang sering bersifat asosial, akultural, egois, dan elitis, bahasa jurnalistik justru sangat demokratis dan populis, karena dalam bahasa jurnalistik tidak mengenal kasta, tingkat, maupun pangkat.[1] Sebagai contoh, jika dalam bahasa percakapan menyebut “Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono”, sedangkan dalam bahasa jurnalistik hanya ditulis “Susilo Bambang Yudhoyono”.[1] Artinya, semua diperlakukan sama, tidak ada yang diistimewakan atau ditinggikan derajat kelas sosialnya.[1] Sejauh ini bahasa jurnalistik mulai beragam digunakan untuk menulis berita ekonomi, politik ataupun tajuk rencana, disesuaikan dengan angle tulisan, sumber berita, dan keterbatasan media massa (ruang dan waktu).[1]

A.M Dewabrata menegaskan bahwa maksud pernyataan bahasa jurnalistik sebagai ragam Bahasa Indonesia bagi wartawan dalam menulis berita, merujuk kepada pengertian umum yang membedakan dengan ragam lainnya yang dapat dibedakan dalam bentuk kalimat, klausa, frasa, diksi atau kata-kata.[3] Untuk itu, pers berkualitas senantiasa menjaga reputasi dan wibawanya di mata khalayak atau publik, antara lain dengan senantiasa menghindari penggunaan diksi atau kata yang diasumsikan tidak sopan, vulgar, atau mengumbar selera rendah.[4]

Ciri-Ciri Bahasa Jurnalistik

[sunting | sunting sumber]

Bahasa jurnalistik memiliki 16 ciri utama yang berlaku untuk semua bentuk media massa.[1] Yakni singkat, padat, lugas, jelas, jernih, menarik, demokratis, populis, logis, gramatikal, menghindari kata tutur, menghindari kata dan istilah asing, pemilihan diksi atau kata yang tepat, kalimat aktif, menghindari kata-kata teknis, dan sesuai dengan kaidah etika atau Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).[1] Berikut perinciannya:[1]

  1. Sederhana: selalu memilih kata atau kalimat yang mudah dimengerti oleh sebagian besar khalayak atau pembaca
  2. Singkat: langsung menuju kepada pokok masalah atau pembahasan. Bahasa jurnalistik dilarang bertele-tele, tidak berputar-putar, dan tidak menyulitkan pembaca dalam memahami maksud yang ingin disampaikan.
  3. Padat: Bahasa Jurnalistik harus sarat informasi, artinya setiap kalimat dan paragraf memuat banyak informasi penting dan menarik, serta layak untuk disajikan kepada pembaca
  4. Lugas: tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufemisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan pembaca dalam memahami maksud yang ingin disampikan dalam sebuah berita
  5. Jelas: mudah dipahami atau ditangkap maksudnya, tidak baur, atau dengan kata lain jelas susunan kalimat sesuai dengan kaidah subjek-predikat-objek-keterangan (SPOK)
  6. Jernih: tidak menyembunyikan sesuatu yang bersifat negatif seperti fitnah atau prasangka
  7. Menarik: mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca, atau membuat pembaca penasaran sehingga timbul rasa ingin terus membaca
  8. Demokratis: bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau dapat diartikan penyamarataan status sosial. Bahasa jurnalistik memperlakukan siapa pun secara sama rata, baik itu presiden, buruh, petani, bahkan pemulung, semua diperlakukan sama dalam hal teknis penyajian informasi
  9. Populis:setiap diksi atau kata, istilah, atau kalimat apa pun bentuknya harus akrab di telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak, pendengar, pemirsa, atau pembaca
  10. Logis: apa pun yang ada dalam kata, istilah, kalimat, atau paragraf dalam karya jurnalistik harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat (common sense)
  11. Gramatikal: kata, istilah, atau kalimat apapun yang dipakai dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku
  12. Menghindari kata tutur: menghindari bahasa sehari-hari secara informal, misalnya kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan di warung kopi, terminal, bus kota, atau di pasar
  13. Menghidari kata dan istilah asing: tidak terlalu banyak menggunakan istilah asing. Selain tidak informatif dan komunikatif juga membingungkan pembaca
  14. Pilih kata (diksi) yang tepat:Setiap kalimat yang disusun tidak hanya harus produktif tapi juga tidak boleh keluar dari asa efektivitas, artinya pemilihan setiap kata yang digunakan untuk sebuah berita harus tepat
  15. Mengutamakan kalimat aktif: Kalimat aktif lebih disukai oleh pembaca ketimbang kalimat pasif, maka disarankan menggunakan kalimat aktif dalam bahasa jurnalistik
  16. Menghindari kata atau istilah teknis: sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca, tidak membuat kening berkerut, Sebagai contoh, berbagai istilah teknis dalam dunia kedokteran, Kalaupun tak terhindarkan, maka istilah teknis tersebut harus disertai dengan penjelasan dan ditempatkan dalam tanda kurung
  17. Tunduk kepada akidah etika: bahasa pers harus baku, benar, dan baik. Dalam etika berbahasa, pers tidak boleh menuliskan kata-kata yang tidak sopan, vulgar, sumpah serapah, hujatan dan makian yang sangat jauh dari norma sosial budaya agama. Pers juga tidak boleh menggunakan kata-kata porno dan berselera rendah lainnya dengan maksud untuk membangkitkan asosiasi serta fantasi seksual khalayak pembaca.

Contoh Kata dan Kalimat dalam Bahasa Jurnalistik

[sunting | sunting sumber]

Merujuk pada prinsip bahasa jurnalistik yaitu singkat, padat, lugas, sederhana, lancar, jelas, dan menarik, untuk itu dibuat ketentuan dalam bahasa jurnalistik, antara lain:[2]

1. Penggunaan kata harus ekonomis, Contohnya:[2]

- Melakukan pencurian = mencuri

- Mengajukan saran = menyarankan

- Melakukan pemerasan = memeras

2. Disarankan menggunakan kalimat aktif, contohnya:[2]

- Pemerintah mengatakan, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik (Kalimat Aktif)

- Harga Bahan Bakar Minyak akan dinaikkan pemerintah (Kalimat Pasif)

Dengan bahasa jurnalistik diharapkan sebuah informasi dapat mudah dimengerti oleh mereka dengan ukuran intelektual yang minimal, sehingga sebagian besar masyarakat yang melek huruf dapat menikmati isinya.[5] Walaupun demikian, pada intinya bahasa jurnalistik yang baik haruslah sesuai norma-norma tata bahasa yang antara lain terdiri atas susunan kalimat yang benar dan pemilihan kata yang tepat.[5]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f g h i j Suhaemi dan Nasrullah. Ruli. 2009. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
  2. ^ a b c d e Tebba. Sudirman. 2005. Jurnalistik Baru. Jakarta: Kalam Indonesia.
  3. ^ Dewabrata. A.M. 2004. Kalimat Jurnalistik. Jakarta: Kompas.
  4. ^ Sumadiria. AS Haris. 2005. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
  5. ^ a b Anwar.Rosihan. 1991. Bahasa Jurnalistik dan komposisi. Jakarta: Pradnya Paramita.