Bahasa kera besar
Penelitian terhadap bahasa kera besar selain-manusia telah melibatkan mengajarkan simpanse, bonobo, gorila, dan orangutan untuk berkomunikasi dengan manusia dan dengan sesama mereka menggunakan bahasa isyarat, tanda-tanda fisik, dan leksigram; lihat Yerkish. Beberapa primatologi berargumen bahwa primata menggunakan alat-alat tersebut mengindikasikan kemampuan mereka menggunakan "bahasa", walaupun hal ini tidak konsisten dengan beberapa definisi dari istilah tersebut.
Pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian bahasa hewan
[sunting | sunting sumber]Penelitian bahasa hewan mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
- Permasalahan apa yang dapat hewan selesaikan tanpa bahasa, dan kenapa mereka menyelesaikannya lebih baik setelah mereka menerima latihan bahasa?
- Dapatkah pelajaran yang didapat saat melatih hewan dapat diaplikasikan ke anak manusia?
- Bagaimana, dan berapa banyak, kemampuan hewan untuk belajar bahasa berbeda dari manusia?
- Apakah kemampuan-kemampuan yang mendasari bahasa, umum atau sangat khusus?
- Di manakah batas antara bahasa dan bentuk komunikasi lainnya?
Kera yang memperlihatkan pemahaman
[sunting | sunting sumber]Hewan selain-manusia telah tercatat menghasilkan perilaku-perilaku yang konsisten dengan makna yang selaras dengan produksi kalimat. (produksi adalah suatu aliran leksem dengan kandungan semantik. Sebuah Bahasa adalah tata bahasa dan suatu kumpulan dari leksem-leksem. Sebuah Kalimat, atau pernyataan, adalah suatu aliran dari leksem-leksem yang mengikuti suatu tata-bahasa, dengan suatu awalan dan akhiran). Beberapa hewan dari spesies berikut dapat dikatakan "memahami" (menerima), dan beberapa dapat "menggunakan" (menghasilkan) aliran tata-bahasa yang konsisten, tepat. David Premack dan Jacques Vauclair telah menyebutkan penelitian bahasa bagi hewan-hewan berikut:
Penggunaan bahasa isyarat pada primata
[sunting | sunting sumber]Bahasa isyarat dan papanketik komputer digunakan pada penelitian bahasa primata karena pita suara pada primata selain-manusia tidak dapat tertutup secara penuh. [11] [12] dan mereka memiliki kontrol yang kurang pada lidah dan rahang bawah. [13] Namun, primata memiliki ketangkasan pemakaian yang dibutuhkan untuk operasi papanketik.
Banyak peneliti bahasa hewan telah memberikan hasil penelitian yang dijelaskan di bawah sebagai bukti kemampuan berbahasa pada hewan. Banyak kesimpulan mereka telah diperselisihkan. [14] [15]
Sekarang secara umum diterima bahwa kera dapat belajar untuk berisyarat dan mampu berkomunikasi dengan manusia. Namun, masih diperselisihkan apakah mereka dapat membentuk sintaks untuk memanipulasi isyarat-isyarat tersebut.
Washoe
[sunting | sunting sumber]Washoe, seekor simpanse umum, ditangkap di hutan tahun 1966. Saat dia (betina) berumur sekitar sepuluh bulan, dia diterima oleh tim peneliti suami-dan-istri dari Beatrix T. Gardner dan R. Allen Gardner. [16] Simpanse secara penuh bergantung sampai berumur 2 tahun dan setengah-bergantung sampai umur 4 tahun. Pertumbuhan penuh dewasa dicapai antara umur 12 dan 16 tahun. Jadi keluarga Gardner menerimanya saat umur yang pas untuk penelitian terhadap perkembangan bahasa. Gardner mencoba membuat lingkungan Washoe semirip mungkin dengan bayi manusia dengan orang tua tuli akan alami. Akan selalu ada seorang peneliti atau asisten yang hadir saat jam-jam bangunnya Washoe. Setiap peneliti berkomunikasi dengan Washoe dengan menggunakan Bahasa Isyarat Amerika (BIA, atau American Sign Language - ASL), mengurangi penggunaan perkataan suara. Para peneliti berperan sebagai teman dan sahabat terhadap Washoe, menggunakan berbagai permainan untuk membuat pelajaran semenarik mungkin.
Gardner menggunakan banyak metode latihan yang berbeda:
- Imitasi: Setelah Washoe mempelajari beberapa kata, dia mulai, seperti yang simpanse biasa lakukan, meniru secara alami. Sebagai contohnya, saat dia memasuki kamar mandi Gardner, dia secara spontan membuat isyarat untuk "gundar gigi", hanya karena dia melihatnya.
- Mengoceh: Dalam kasus ini, "mengoceh" bukan berarti mengocehkan suara. Tapi, Washoe menggunakan isyarat-isyarat yang tidak diajarkan untuk mengekspresikan suatu keinginan. Dia menggunakan gestur meminta, yang tidak berbeda dengan isyarat "beri saya" pada BIA dan "mari". (Bayi manusia yang mempelajari bahasa isyarat terkadang mengoceh dengan tangannya).
- Pengkondisian instrumen: Para peneliti menggunakan strategi pengkondisian instrumen dengan Washoe. Contohnya, mereka mengajarkan kata "lagi" dengan menggunakan gelitikan sebagai suatu upah. Teknik ini kemudian digunakan pada berbagai situasi yang relevan.
Hasil dari usaha Gardner adalah sebagai berikut:
- Kosakata: Saat suatu isyarat dilaporkan oleh tiga orang pengamat, ia kemudian ditambahkan ke dalam suatu daftar. Isyarat harus terjadi dalam konteks yang sesuai dan tanpa dorongan. Daftar tersebut digunakan untuk mencatat frekuensi suatu isyarat. Sebuah isyarat harus digunakan paling tidak satu kali sehari untuk 15 hari berturut-turut sebelum ia dianggap telah diakusisi. Alternatifnya, suatu isyarat harus telah digunakan paling tidak 15 hari dari 30 hari berturut-turut. Pada akhir bulan ke-22 dari proyek, 32 isyarat telah dipelajari.
- Diferensiasi: Washoe menggunakan isyarat "lagi" pada berbagai situasi berbeda sampai isyarat yang lebih spesifik telah dipelajari. Pada suatu saat, dia menggunakan isyarat untuk "bunga" untuk mengekspresikan ide tentang "bau". Setelah latihan tambahan, Washoe akhirnya mampu membedakan antara "bau" dan "bunga".
- Perpindahan: Walaupun objek yang sama diperlihatkan pada setiap percobaan latihan (topi tertentu, sebagai contohnya), Washoe mampu menggunakan isyarat tersebut untuk objek yang mirip (yaitu, topi lainnya).
- Kombinasi: Washoe mampu menggabungkan dua atau tiga isyarat dengan cara orisinil. Contohnya, "buka makanan minuman" berarti "buka kulkas" dan "tolong buka cepat" berarti "tolong buka itu secepatnya".
Washoe juga mengajarkan simpanse lainnya beberapa BIA tanpa bantuan dari manusia.
Nim Chimpsky
[sunting | sunting sumber]Para kritikus bahasa menantang pelatih hewan untuk mendemonstrasikan bahwa Washoe benar-benar menggunakan bahasa dan bukan simbol. Hipotesis nol adalah bahwa Gardner menggunakan pengkondisian untuk mengajarkan simpanse untuk menggunakan formasi tangan pada beberapa konteks untuk membuat hasil yang memuaskan, dan mereka tidak mempelajari aturan linguistik yang sama yang manusia pelajari secara lahiriah.
Menanggapi tantangan tersebut, simpanse Nim Chimpsky diajarkan untuk berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat dalam penelitian yang dipimpin oleh Herbert S. Terrace. Dalam waktu 44 bulan, Nim Chimpsky mempelajari 125 isyarat. [17] Namun, analis linguistik dari komunikasi Nim mendemonstrasikan bahwa penggunaan isyarat pada Nim adalah simbolik, dan tidak memiliki tata-bahasa, atau aturan, yang seperti manusia gunakan dalam komunikasi lewat bahasa. Hal ini menggambarkan seekor simpanse mempelajari kosakata secara kasarnya 0.1 kata per hari. Laju ini tidak berimbang dengan rata-rata manusia berbahasa-Inggris pada saat jenjang-kuliah yang mempelajari sekitar 14 kata per hari antara umur 2 sampai 22 tahun. [18]
Bahasa isyarat di alam bebas
[sunting | sunting sumber]Dalam penelitian jangka panjang pertama tentang komunikasi gestur di alam bebas, para peneliti dari University of St Andrews, yang bekerja di Budongo Conservation Field Station di Uganda, menemukan sejumlah besar perbendaharaan sekitar 66 gestur berbeda (termasuk pergerakan badan), yang terdiri dari hampir semua tipe gestur yang dilaporkan dalam penelitian dari situs simpanse lain baik dari penangkaran maupun alam bebas. Hal ini membuat mereka berargumen bahwa perbendaharaan dari tipe gestur yang ada yang dapat digunakan pada komunikasi gestur alami simpanse adalah tipikal-spesies. [19] [20] Pada penelitian lain di situs yang sama, para peneliti dari Stirling menemukan 30 tipe manual gestur berbeda pada simpanse dewasa; banyak diantaranya hampir mirip dengan gestur manual manusia seperti isyarat lengan, menunjuk, tepuk tangan dan memukul. [21]
Token plastik
[sunting | sunting sumber]Sarah dan dua simpanse lainnya, Elizabeth dan Peony, dalam program penelitian dari David Premack, memperlihatkan kemampuan untuk menghasilkan aliran tata-bahasa dari pilihan token. Pilihan token di dapat dari beberapa lusin token plastik kosakata; ia membutuhkan setiap simpanse ratusan percobaan untuk secara andal menghubungkan suatu token dengan rujukannya, seperti apel atau pisang. Token-token tersebut dipilih benar-benar berbeda secara tampilan dari rujukannya. Setelah mempelajari protokol tersebut, Sarah kemudian dapat menghubungkan token lain dengan perilaku yang konsisten, seperti negasi, penamaan, dan jika-maka. Token plastik ditaruh di papan tulis bermagnet, sejajar dalam suatu bingkai kotak. Token harus dipilih dan ditaruh dengan urutan yang konsisten (suatu tata bahasa) supaya para pelatih dapat memberikan upah kepada simpanse.
Salah satu simpanse lainnya, Gussie, dilatih bersama dengan Sarah tetapi gagal mempelajari hanya satu kata. Simpanse lain pada proyek tersebut tidak dilatih dalam penggunaan token. Kesembilan simpanse dapat memahami gestur, seperti permohonan saat meminta makanan; hal yang sama, semua simpanse dapat menunjuk untuk mengindikasikan beberapa objek, suatu gestur yang tidak terlihat di alam liar. Permohonan dapat terlihat di alam liar, sebagai suatu bentuk komunikasi dengan simpanse lain. [22]
Orangutan Sumatra remaja Aazk (dinamai dari American Association of Zookeepers) yang hidup di Roeding Park Zoo (Fresno, California) diajarkan oleh Gary L. Shapiro dari tahun 1973 sampai 1975 cara "membaca dan menulis" dengan huruf-huruf plastik mainan anak-anak, mengikuti teknik latihan dari David Premack. Teknik diskriminasi kondisional digunakan supaya orangutan pada akhirnya dapat membedakan huruf plastik (simbol) sebagai representasi dari rujukan (misalnya, objek, aksi) dan "membaca" urutan simbol yang bertambah panjang untuk mendapatkan suatu rujukan (misalnya, buah-buahan) atau "menulis" urutan simbol yang bertambah panjang untuk meminta atau menjelaskan suatu rujukan. Walaupun tidak ada klaim linguistik yang diajukan, performansi Aazk memperlihatkan fitur rancangan dari bahasa, banyak hal yang mirip dari hal tersebut juga diperlihatkan oleh simpansenya Premack, Sarah.
Kanzi
[sunting | sunting sumber]Kanzi, seekor Bonobo, dipercaya memahami bahasa manusia lebih dari hewan selain-manusia lainnya di dunia. Kanzi kelihatannya belajar dengan melihat pada pelajaran papanketik yang diberikan Sue Savage-Rumbaugh kepada ibu angkatnya. Kanzi belajar berkomunikasi dengan sebuah papan Leksigram, menekan simbol-simbol yang mengartikan kata-kata. Papan tersebut tersambung ke sebuah komputer, sehingga kata tersebut kemudian disuarakan dengan keras oleh komputer. Hal ini membantu Kanzi mengembangkan kosa-katanya dan membuatnya mampu berkomunikasi dengan para peneliti.
Pada suatu hari, Rumbaugh menggunakan komputer untuk berbicara dengan Kanzi, "Dapatkah kamu membuat anjing menggigit ular?" Dipercaya bahwa Kanzi belum pernah mendengar kalimat ini sebelumnya. Dalam menjawab pertanyaan tersebut, Kanzi mencari di antara objek-objek yang ada sampai dia menemukan mainan anjing dan ular, menaruh ular di mulut anjing, dan menggunakan jempol dan jarinya untuk menutup mulut anjing dengan ular di dalamnya. Pada tahun 2001, Alexander Fiske-Harrison, menulis di Financial Times, mengamati bahwa Kanzi "ditanya oleh seorang pemeriksa yang tidak terlihat lewat headphone (untuk menghindari pengisyaratan) untuk mengidentifikasi 35 item berbeda dalam 180 percobaan. Laju keberhasilannya adalah 93 persen". [23] Dalam penelitian lebih lanjut, dimulai dari dia berumur 7,5 tahun, Kanzi ditanyai 416 pertanyaan kompleks, menjawab secara benar lebih dari 74% secara keseluruhan. Kanzi telah diamati mengucapkan sebuah kata benda berarti kepada saudara perempuannya. [24]
Batas kemampuan bahasa kera
[sunting | sunting sumber]Meskipun dengan pencapaian impresif mereka (walaupun terkadang masih dibantah), Kanzi dan kera lainnya, yang berpartisipasi dalam percobaan yang sama, gagal mengeluarkan pertanyaan dari diri mereka sendiri. Joseph Jordania menyatakan bahwa kemampuan bertanya adalah mungkin elemen sentral kognitif yang membedakan kemampuan kognitif manusia dan hewan. [25] Kera yang dikulturasikan, yang melakukan program pelatihan bahasa secara ekstensif, secara sukses belajar untuk menjawab pertanyaan dan permintaan yang sedikit kompleks (termasuk kata-kata tanya "siapa", "apa", "di mana"), walaupun sejauh ini mereka gagal untuk belajar bagaimana cara bertanya sendiri. Sebagai contohnya, David dan Anne Premack menulis: "Walau dia [Sarah] memahami pertanyaan, dia sendiri tidak pernah bertanya -- tidak seperti anak kecil yang bertanya terus-menerus, seperti Apa itu? Siapa yang ribut? Kapan ayah pulang? Saya pergi ke rumah nenek? Di mana anak anjing? Sarah tidak pernah menunda kepergian pelatihnya setelah latihan-latihannya dengan menanyakan kemana pelatih pergi, kapan dia kembali, atau hal lainnya". [26] Kemampuan bertanya terkadang dinilai berelasi dengan komprehensi dari struktur sintaksis. Jordania menyatakan bahwa pendekatan ini tidak beralasan, karena (1) bertanya adalah sebuah kemampuan kognitif utama, dan (2) pertanyaan dapat dilakukan tanpa menggunakan struktur sintaktis (dengan hanya menggunakan intonasi tertentu). Secara luas diterima, bahwa pertanyaan pertama dilakukan oleh manusia selama awal masa pertumbuhan, saat pra-sintaktis, tahap pertama dari perkembangan bahasa, dengan menggunakan intonasi pertanyaan. [27]
Kritik terhadap penelitan bahasa primata
[sunting | sunting sumber]Beberapa ilmuwan, termasuk ahli lingustik dari MIT Noam Chomsky dan ilmuwan kognitif Steven Pinker, bersikap skeptis tentang klaim yang datang dari penelitian bahasa kera besar. [28][29] Di antara alasan untuk skeptisisme adalah perbedaan dalam kemudahan untuk manusia dan kera dapat mempelajari bahasa; mereka juga mempertanyakan apakah ada awal dan akhir yang jelas dari gestur isyarat dan apakah kera benar-benar memahami bahasa atau hanya melakukan trik cerdik untuk mendapatkan upah.
Walau kosa-kata dari American Sign Language digunakan untuk melatih kera, pengguna asli dari ASL mencatat bahwa pengetahuan kosakata ASL saja tidak sama dengan ASL, tetapi lebih dekat merefleksikan Isyarat Inggris Pidgin yang bukan merupakan bahasa yang sepenuhnya baku. Dalam penelitian yang mengikutkan Washoe, semua peneliti mengembalikan daftar isyarat yang digunakan Washoe, dengan pengecualian dari pengguna asli ASL tuli yang melaporkan tidak ada isyarat hanya bermacam gestur-gestur. Pengguna asli dari ASL membuat perbedaan jelas tentang apa itu bentuk-tangan, orientasi telapak tangan, dan tempat artikulasi dari isyarat harus membentuk aktivitas linguistik. Isyarat juga harus digunakan secara kombinasi dan dalam urutan tata-bahasa yang benar. Maka, kera dilihat mencoba untuk mendekati aturan-aturan kompleks tersebut tetapi dianggap gagal karena kelainan dalam memproduksi isyarat ASL. Prekondisi untuk percobaan yang sukses dengan mengajarkan bahasa isyarat sebenarnya kepada primata seharusnya [butuh rujukan] memastikan bahwa orang-orang yang berhubungan langsung adalah penutur asli dari bahasa isyarat [butuh rujukan], seperti halnya analogi untuk mencoba membesarkan anak manusia sebagai penutur dari suatu bahasa dengan bermodalkan sebuah kamus—dengan kesalahan ucapan dan hal terburuk dari kesemuanya adalah hanya memberikan suatu model pidgin.
Lihat juga
[sunting | sunting sumber]Para peneliti
[sunting | sunting sumber]Hewan-hewan
[sunting | sunting sumber]- Ai (simpanse)
- Chantek (orangutan)
- Kanzi (Bonobo)
- Lana (simpanse)
- Koko (gorila)
- Lucy Temerlin (simpanse)
- Nim Chimpsky (simpanse)
- Panzee and Panbanisha (simpanse dan bonobo)
- Sarah (simpanse)
- Washoe (simpanse)
- Rinnie (orangutan)
- Viki (simpanse)
Catatan
[sunting | sunting sumber]- ^ Plooij, F.X. (1978) "Some basic traits of language in wild chimpanzees?" in A. Lock (ed.) Action, Gesture and Symbol New York: Academic Press.
- ^ Nishida, T. (1968) "The social group of wild chimpanzees in the Mahali Mountains". Primates 9, 167-224
- ^ Premack, D. (1985) "'Gavagai!' or the future of the animal language controversy". Cognition 19, 207-296
- ^ Gardner, R.A. and Gardner, B.T. (1969), "Teaching Sign Language to a Chimpanzee", Science 165, 664-672.
- ^ Gardner, R.A., Gardner, B.T., and Van Cantfort, T.E. (1989), Teaching Sign Language to Chimpanzees, Albany: SUNY Press.
- ^ Terrace, H.S. (1979). Nim: A chimpanzee who learned Sign Language New York: Knopf.
- ^ a b Savage-Rumbaugh, E.S, Rumbaugh, D.M., McDonald, K. (1985). "Language learning in two species of apes". Neuroscience and Biobehavioral Reviews 9, 653-665.
- ^ Savage-Rumbaugh, E.S., McDonald, K, Sevcik, R.A., Hopkins, W.D., and Rupert E. (1986). "Spontaneous symbol acquisition and communicative use by pygmy chimpanzees (Pan paniscus)". Journal of Experimental Psychology:General 115, 211-235.
- ^ Patterson, F.G. and Linden E. (1981), The education of Koko, New York: Holt, Rinehart and Winston
- ^ Miles, H.L. (1990) "The cognitive foundations for reference in a signing orangutan" in S.T. Parker and K.R. Gibson (eds.) "Language" and intelligence in monkeys and apes: Comparative Developmental Perspectives. Cambridge Univ. Press. pp.511-539.
- ^ Beard, Robert. "Can Chimpanzees Talk?". Dr. Goodword's Office. AlphaDictionary.com.
- ^ Falk, Dean (July 1975). "Comparative Anatomy of the Larynx in Man and the Chimpanzee: Implications for Language in Neanderthal". American Journal of Physical Anthropology. 43: 123–132.
- ^ Bolles, Edmund Blair (October 1, 2006). "The Human FOXP2 Gene". Babel's Dawn.
- ^ "Animal Communication". Department of Linguistics, The Ohio State University. 1994. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-02-07. Diakses tanggal 2008-02-21.
- ^ Wallman, Joel (1992). Aping Language. Cambridge University Press. ISBN 0-521-40666-8.
- ^ "Meet the Family – Washoe's Biography". Friends of Washoe. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-05-09. Diakses tanggal 2008-02-21.
- ^ Terrace, H. S. (1979). Nim. New York: Knopf.
- ^ ed. Dale Purves (ed.). Neuroscience (edisi ke-2nd Edition). hlm. 591.
- ^ Hobaiter & Byrne, 2011, The gestural repertoire of the wild chimpanzee. Animal Cognition 14:745-767
- ^ BBC News
- ^ [1]
- ^ Premack and Premack, The mind of an ape.
- ^ Fiske-Harrison, Alexander 'Talking With Apes', Financial Times, Weekend, 24–25 November 2001
- ^ Sue Savage-Rumbaugh, Smithsonian magazine, November 2006
- ^ Jordania, Joseph (2006). Who Asked the First Question? The Origins of Human Choral Singing, Intelligence, Language and Speech. Tbilisi: Logos. ISBN 99940-31-81-3.
- ^ Premack, David; Premack, Ann J. (1983). The mind of an ape. New York, London: W. W. Norton & Company. hlm. 29.
- ^ Crystal, David (1987). The Cambridge Encyclopedia of Language. Cambridge. Pg. 241, 143: Cambridge University.
- ^ "On the Myth of Ape Language". 2007/2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-09-30. Diakses tanggal 2011-03-24.
- ^ Pinker, Steven (2004). "The Language Instinct" (PDF). Diakses tanggal 2011-03-24.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- David Premack. Intelligence in Ape and Men.
- Hillix, W.A. and Duane Rumbaugh. Animal Bodies, Human Minds.
- Jacques Vauclair, Animal Cognition:an introduction to Modern Comparative Psychology. ISBN 0-674-03703-0
- R. Allen Gardner, Beatrix T. Gardner, & Thomas E. Van Cantfort (Eds.) Teaching Sign Language to Chimpanzees. Albany, NY: State University of New York Press. ISBN 0-88706-966-5
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- (Inggris) GaTech.edu Diarsipkan 2008-02-07 di Wayback Machine. – "Animal Communication" (dari buku Language Files, Sixth Edition), editor: Stefanie Jannedy, Robert Poletto, Tracey L. Weldon, Department of Linguistics Ohio State University (1994)
- (Inggris) Great Ape Trust Diarsipkan 2010-10-24 di Wayback Machine. - "Use of Human Languages by Captive Great Apes" dari buku World Atlas of Great Apes and Their Conservation oleh Duane Rumbaugh, Sue Savage-Rumbaugh dan William Fields (2005)
- (Inggris) Kera pohon Thailand tree menggunakan nyanyian sebagai peringatan
- (Inggris) Orangutan berpantomim untuk menyampaikan pesan