Doktrin hukum
Doktrin hukum adalah suatu pernyataan yang dituangkan ke dalam bahasa oleh semua ahli hukum dan hasil pernyataannya pun disepakati oleh seluruh pihak.
Menurut Arief Sidharta
[sunting | sunting sumber]Menurut Bernard Arief Sidharta, istilah lain doktrin adalah ajaran. Ajaran itu juga dapat disamakan dengan doktrin, doktrin ini merupakan tampungan dari norma sehingga dokrin menjadi sumber hukum. Jika kita mengutip pendapat Apeldoorn, maka doktrin hanya bertugas membantu dalam pembentukan norma doktrin itu harus dipindahkan lebih dahulu ke dalam norma yang langsung misalnya putusan hakim atau peraturan perundang-undangan, sehingga doktrin itu menjadi sumber tidak langsung dalam penerapan hukum. Menurutnya, ajaran berbeda dengan teori. Suatu ajaran membahas pada satu hal tertentu atau satu pasal tertentu yang lebih kecil dan belum berlaku secara umum. Ketika ajaran tersebut diobjektifkan dan berlaku secara umum maka akan berubah menjadi teori.d[1]
Apa yang dikemukakan oleh Bernards Arief Sidharta tentang pemaknaan doktrin, hampir sama seperti yang dikemukakan oleh Agell (2002). Dia mengatakan bahwa doktrin dalam ilmu hukum diartikan sebagai “analytical study of law atau “doctrinal study of law” yang bersifat science. “Legal doctrine” adakalanya disebut juga dengan “legal dogmatics”. Kedua istilah ini lazim ditemukan dalam civil law sementara itu di dalam anglo-american istilah legal doctrine maupun legal dogmatics tidak begitu dikenal.[1]
Kedua Terminologi Berbeda
[sunting | sunting sumber]Berikut adalah pemaknaan atas kedua terminologi tersebut:
“Istilah ajaran di Indonesia penggunaannya bermacam-macam, ada ajaran hukum alam, ajaran positivisme, ajaran hukum murni, ajaran hukum progresif, padahal itu semua adalah teori juga. ‘Ajaran’ digunakan untuk menjelaskan isi dari teori tersebut. Karena itu, Kelsen juga menyebutkan reine Rechlehre yang diterjemahkan ajaran hukum murni. Lehre (Jerman), leer(Belanda) diterjemahkan sebagai ajaran. Dalam bahasa asing terminologi ini akan lebih jelas, misalnya algemene rechlehre/general jurisprudence. Prancis sendiri memakai istilah theorie general du Droit, yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi ajaran hukum umum. Rechtsleer diterjemahkan sebagai ajaran hukum, Wetenschapsleer diterjemahkan menjadi ajaran ilmu dari hukum. Ditemukan juga istilah ajaran hukum doktrinal. Yang membuat semakin bingung, semua hal itu disebut dengan istilah recht maupun wet (Belanda), atau droit dan lois (Prancis). Di Prancis ada Sociologie du Droit dan Sociologie Juridique, yang diartikan sebagai Sosiologi Hukum.”[1]
Terkait dengan masalah ajaran ini, Johnny Ibrahim (2007) mengatakan bahwa pada masa lalu teori hukum sering juga dinamakan “ajaran hukum” (rechtsleer) yang tugasnya antara lain menerangkan berbagai pengertian dan istilah-istilah dalam hukum, menyibukkan diri dengan hubungan antara hukum dan logika dan menyibukkan diri dengan metodologi. Pada satu sisi teori hukum mengandung filsafat ilmu dari ilmu hukum sedangkan pada sisi lain teori hukum merupakan ajaran metode untuk praktik hukum. Sementara itu, Gijssels-Hoecke yang dikutip oleh Bernard Arief Sidharta (1996), mengemukakan bahwa teori hukum dapat dibagi dalam tiga cabang (bidang) yakni ajaran hukum, hubungan hukum dan logika, serta metodologi. Ajaran hukum merupakan kelanjutan dari allgemeine rechtslehre, mencakup analisis pengertian hukum, analisis pengertian-pengertian dalam hukum atau konsep-konsep dalam hukum (misalnya: perbuatan hukum, kontrak, perikatan, perkawinan).[2]
Menurut J.J.H Bruggink
[sunting | sunting sumber]Teori hukum menurut J.J.H Bruggink dibedakan menjadi dua yaitu yaitu teori hukum dalam arti luas dan teori hukum dalam arti sempit. Teori hukum dalam arti luas yaitu seluruh rangkaian atau kajian atas ilmu hukum itu sendiri termasuk juga aliran-aliran atau pemikiran dalam ilmu hukum seperti teori hukum alam, teori hukum positivisme, teori hukum murni, teori utilitarianisme, teori realisme hukum, teori antropologi hukum, dan teori hukum kritis. Teori hukum dalam arti sempit merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan dan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum. Teori berbicara secara spesifik mengenai hal-hal yang berkaitan dengan konsepsi-konsepsi hukum, prinsip-prinsip hukum, doktrin-doktrin, dan kaidah-kaidah hukum.[2]
Menurut Fred N. Kerlienger
[sunting | sunting sumber]teori menurut Fred N. Kerlienger sebagaimana dikutip oleh John W. Creswell merupakan seperangkat konstruk (variabel-variabel), definisi-definisi dan proposisi-proposisi yang saling berhubungan yang mencerminkan pandangan sistematik atas suatu fenomena dengan cara memerinci hubungan antar variabel yang ditujukan untuk menjelaskan fenomena alamiah.[3] Suatu teori dalam penelitian bisa saja berfungsi sebagai argumentasi, pembahasan atau alasan. Teori biasanya membantu menjelaskan (atau memprediksi) fenomena yang muncul di dunia. Labovitz dan Hagedorn (2010) menambahkan bahwa teori juga sebagai usaha untuk mengetahui bagaimana dan mengapa variabel-variabel dan pernyataan-pernyataan relasional saling berhubungan satu sama lain. Teori juga menyediakan penjelasan atas ekspektasi atau prediksi atas keterhubungan berbagai variabel tersebut.[2]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c [ http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-doktrin-dan-contohnya/], Pengertian Menurut Para Ahli, 13 Desember 2017
- ^ a b c [ http://business-law.binus.ac.id/2016/05/30/makna-doktrin-dan-teori-dalam-ilmu-hukum/], Law Binus, 13 Desember 2017
- ^ [ http://www.ensikloblogia.com/2016/08/pengertian-doktrin-sebagai-sumber-hukum.html], Ensikloblogia, 13 Desember 2017