Gunung berapi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 25 Januari 2021 06.36 oleh NFarras (bicara | kontrib)
Gunung berapi Mahameru atau Semeru di belakang. Latar depan adalah Kaldera Tengger termasuk Bromo, Jawa Timur, Indonesia.

Gunung berapi atau gunung api atau vulkan secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus.[1]

Gunung berapi di Bumi terbentuk dikarenakan keraknya terpecah menjadi 17 lempeng tektonik utama yang kaku yang mengambang di atas lapisan mantel yang lebih panas dan lunak. Oleh karena itu, gunung berapi di Bumi sering ditemukan di batas divergen dan konvergen dari lempeng tektonik. Gunung berapi biasanya tidak terbentuk di wilayah dua lempeng tektonik bergeser satu sama lain.

Bahaya dari debu vulkanik adalah terhadap penerbangan khususnya pesawat jet karena debu tersebut dapat merusak turbin dari mesin jet.[2] Letusan besar dapat mempengaruhi suhu dikarenakan asap dan butiran asam sulfat yang dimuntahkan letusan dapat menghalangi matahari dan mendinginkan bagian bawah atmosfer bumi seperti troposfer, tetapi material tersebut juga dapat menyerap panas yang dipancarkan dari bumi sehingga memanaskan stratosfer.

Lebih lanjut, istilah "gunung api" juga dipakai untuk menamai fenomena pembentukan ice volcano (gunung api es) dan mud volcano (gunung api lumpur). Gunung api es biasa terjadi di daerah garis lintang tinggi yang mempunyai musim dingin bersalju.

Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang paling dikenali adalah gunung berapi yang berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire).[1] Busur Cincin Api Pasifik merupakan garis bergeseknya antara dua lempengan tektonik dan lebih, dimana Lempeng Pasifik saling bergesek dengan lempeng-lempeng tetangganya.

Gunung berapi dapat dijumpai dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya. Gunung berapi yang aktif mungkin berubah fase menjadi separuh aktif, istirahat, sebelum akhirnya menjadi tidak aktif atau mati.[1] Namun gunung berapi mampu istirahat dalam waktu yang sangat lama, lebih dari ribuan tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali.[3]

Letusan gunung berapi terjadi apabila magma naik melintasi kerak bumi dan muncul di atas permukaan. Apabila gunung berapi meletus, magma yang terkandung di dalam kamar magma di bawah gunung berapi meletus keluar sebagai lava, dimana lava ini dapat berubah menjadi lahar setelah mengalir dan bercampur dengan material-material di permukaan bumi. Selain dari aliran lava, kehancuran yang disebabkan oleh letusan gunung berapi.

Ilmu yang mempelajari gunung berapi dinamakan Vulkanologi, dimana ilmu ini mempelajari letusan gunung berapi untuk tujuan memperkirakan kemungkinan letusan yang bisa terjadi dari suatu gunung berapi, sehingga dampak negatif letusan gunung berapi dapat ditekan.

Wilayah pembentukan

Gunung berapi di Bumi terbentuk dari aktivitas lempeng tektonik di kerak yang saling bergesekan dan menekan satu sama lain. Oleh karenanya gunung berapi banyak ditemukan dekat dengan perbatasan lempeng tektonik. Secara geologis, Wilayah dimana gunung berapi terbentuk dibagi tiga, yaitu:

Batas divergen antar lempeng

Apabila kedua lempeng tektonik bergerak saling menjauhi satu sama lain, maka kerak samudra yang baru akan terbentuk dari keluarnya magma ke permukaan dasar laut. Wilayah antara kedua lempeng yang saling menjauh ini dinamakan dengan batas divergen.[4] Aktivitas ini lalu akan memunculkan Punggung tengah samudra yang terbentuk dari pendinginan magma yang muncul ke permukaan. Gunung berapi yang terbentuk dari aktivitas ini berada di bawah laut, yang ditandai dengan fenomena Ventilasi hidrotermal. Apabila punggung tengah samudra ini mencuat sampai ke permukaan laut, maka kepulauan vulkanik akan terbentuk, contohnya adalah Islandia.

Batas konvergen antar lempeng

Berbeda dengan batas divergen yang tercipta dari pergerakan kedua lempeng tektonik yang saling menjauh, Batas konvergen antar lempeng merupakan wilayah dimana dua lempeng atau lebih bertemu lalu saling menekan dan mengalami subduksi sehingga tepian di satu lempeng menindih tepian yang lain.[4] Penindihan lempeng ini ditandai dengan terbentuknya bentang alam berupa palung di dasar laut. Fenomena ini menimbulkan melelehnya material yang terdapat di mantel bumi, sehingga material tersebut menjadi magma dan naik ke permukaan kerak yang tipis. Gunung berapi di wilayah ini terbentuk dari pertemuan antara kedua lempeng kerak samudra atau antara lempeng kerak samudra dan benua. Pertemuan antara kedua lempeng kerak benua biasanya tidak memicu pembentukan gunung berapi dikarenakan kerak benua memiliki ketebalan yang tidak dapat ditembus oleh magma di bawah permukaan. Contoh dari gunung berapi ini adalah jajaran gunung berapi di Cincin Api Pasifik, atau Gunung Etna di Italia.

Titik panas

Titik panas merupakan suatu wilayah vulkanik dimana magma naik ke permukaan dikarenakan adanya celah di kerak bumi yang memungkinkan pergerakan tersebut. Titik panas dapat ditemukan jauh dari batas antar kedua lempeng tektonik. Pergerakan ini memunculkan gunung berapi yang memiliki ciri letusan efusif yang lemah dimana lava muncul ke permukaan secara halus. Dikarenakan lempeng tektonik terus bergerak secara perlahan, wilayah titik panas dapat membentuk gunung berapi yang berbeda-beda sesuai dengan jalur pergerakan suatu lempeng. Kepulauan Hawaii merupakan kepulauan yang terbentuk dari aktivitas vulkanik di titik panas di Samudra Pasifik.

Jenis gunung berapi berdasarkan bentuknya

Stratovulkan
Tersusun dari batuan hasil letusan dengan tipe letusan berubah-ubah sehingga dapat menghasilkan susunan yang berlapis-lapis dari beberapa jenis batuan, sehingga membentuk suatu kerucut besar (raksasa), kadang-kadang bentuk kerucutnya tidak beraturan, karena letusan terjadi sudah beberapa ratus kali. Gunung Merapi merupakan jenis ini.
Perisai
Tersusun dari batuan aliran lava yang pada saat diendapkan masih cair, sehingga tidak sempat membentuk suatu kerucut yang tinggi (curam), bentuknya akan berlereng landai, dan susunannya terdiri dari batuan yang bersifat basaltik. Contoh bentuk gunung berapi ini terdapat di kepulauan Hawai.
Kerucut bara (Cinder cone)
Merupakan gunung berapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkanik menyebar di sekeliling gunung. Sebagian besar gunung jenis ini membentuk mangkuk di puncaknya. Jarang yang tingginya di atas 500 meter dari tanah di sekitarnya.
Kaldera
Gunung berapi jenis ini terbentuk dari ledakan yang sangat kuat di masa lalu yang melempar bagian atas dan tepi gunung sehingga membentuk cekungan. Gunung Bromo merupakan jenis ini, dimana kaldera tengger yang ada pada saat ini merupakan hasil letusan besar di masa lalu.
Maar
Maar merupakan gunung berapi dengan ketinggian rendah dan diameter kepundan yang lebar, dimana gunung berapi ini terbentuk dari letusan freatomagmatik yang disebabkan oleh tercampurnya magma dengan air di bawah tanah. Saat tidak aktif, maar biasanya terisi oleh air sehingga tampak seperti sebuah danau biasa.

Aktivitas vulkanik

Gunung-gunung berapi memiliki perbedaan pada tingkat aktivitasnya. Beberapa gunung berapi dapat meletus sekali dalam ribuan tahun, tetapi ada pula yang meletus beberapa kali dalam setahun.[5] Gunung berapi dapat diklasifikasikan secara informal sebagai aktif, tidur, atau mati, meskipun batasan dari klasifikasi ini tidak begitu jelas.[6]

Aktif

Tidak ada konsensus yang mampu mendefinisikan kapan gunung berapi dikatakan "aktif".[7] Umur dari sebuah gunung berapi bervariasi, mulai dari beberapa minggu hingga jutaan tahun.[8] Umur yang panjang ini terkadang jauh melampaui umur manusia atau bahkan peradaban di Bumi. Contohnya, sebuah gunung berapi telah meletus puluhan kali dalam beberapa ribu tahun terakhir. Meskipun demikian, gunung tersebut saat ini tidak menunjukkan tanda-tanda akan meletus. Kondisi ini merupakan contoh gunung yang sebenarnya aktif, tetapi tampak mati bagi manusia yang berumur jauh lebih pendek dibandingkan gunung tersebut.

Ilmuan biasanya menganggap sebuah gunung berapi mengalami erupsi atau akan mengalami erupsi berdasarkan beberapa faktor seperti aktivitas kegempaan, emisi gas dari gunung, dan sebagainya. Sebagian besar ilmuwan menganggap gunung berapi "aktif" apabila gunung tersebut pernah mengalami erupsi dalam kurun waktu 10.000 tahun (masa holosen)—kriteria yang sama juga digunakan oleh Program Global Volcanism Smithsonian. Hingga September 2020, program tersebut mencatat 1420 gunung berapi aktif yang pernah mengalami erupsi pada masa Holosen.[9] Sebagian besar gunung berapi tersebut terletak di Cincin Api Pasifik. Sekitar 500 juta orang tinggal di dekat gunung berapi.[10]

Dasar lain yang digunakan dalam menentukan apakah gunung berapi aktif atau tidak adalah menggunakan catatan sejarah.[11] Dasar ini sebenarnya menimbulkan masalah baru karena catatan sejarah pada setiap daerah di dunia berbeda-beda. Di Tiongkok dan daerah Mediterania, catatan sejarah mencatat peristiwa yang terjadi hingga 3000 tahun yang lalu, tetapi catatan sejarah di barat laut Amerika Serikat dan Kanada hanya mencatat peristiwa yang terjadi kurang dari 300 tahun yang lalu. Sejarah di Hawaii dan Selandia Baru bahkan hanya mencatat peristiwa yang terjadi sekitar 200 tahun yang lalu.[12] Meskipun demikian, Catalogue of the Active Volcanoes of the World yang diterbikan per bagian oleh Asosiasi Vulkanologi Internasional antara tahun 1951 dan 1975 menggunakan dasar ini untuk menyematkan status aktif pada 500 gunung berapi di dunia.[12]

Hingga tahun 2019, berikut adalah lima dari gunung berapi paling aktif di Indonesia:[13]

Tidur

Gunung berapi tidur adalah gunung berapi yang tidak mengalami erupsi dalam beberapa ribu tahun terakhir, tetapi bisa mengalami erupsi lagi di masa mendatang.[14] Gunung berapi dapat tetap bertahan pada status ini dalam waktu yang lama, seperti Yellowstone yang telah berada pada masa istirahat sejak 700.000 tahun yang lalu dan Gunung Toba yang telah beristirahat selama 380.000 tahun.[15] Contoh lainnya adalah Gunung Sinabung yang telah beristirahat setidaknya selama 1200 tahun hingga akhirnya kembali menunjukkan aktivitas vulkanik pada tahun 2010.[16]

Klasifikasi gunung berapi berdasarkan frekuensi letusan di Indonesia

Kalangan vulkanologi Indonesia mengelompokkan gunung berapi ke dalam tiga tipe berdasarkan catatan sejarah letusan/erupsinya.[17]

  • Gunung api Tipe A: tercatat pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun 1600.
  • Gunung api Tipe B: sesudah tahun 1600 belum tercatat lagi mengadakan erupsi magmatik namun masih memperlihatkan gejala kegiatan vulkanik seperti kegiatan solfatara.
  • Gunung api Tipe C: sejarah erupsinya tidak diketahui dalam catatan manusia, tetapi masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara/fumarola pada tingkah lemah.

Skema peringatan gunung berapi di Indonesia

Tingkatan status gunung berapi di Indonesia menurut Badan Geologi Kementerian ESDM
Status Makna Tindakan
AWAS
  • Menandakan gunung berapi yang segera atau sedang meletus atau ada keadaan kritis yang menimbulkan bencana
  • Letusan pembukaan dimulai dengan abu dan asap
  • Letusan berpeluang terjadi dalam waktu 24 jam
  • Wilayah yang terancam bahaya direkomendasikan untuk dikosongkan
  • Koordinasi dilakukan secara harian
  • Piket penuh
SIAGA
  • Menandakan gunung berapi yang sedang bergerak ke arah letusan atau menimbulkan bencana
  • Peningkatan intensif kegiatan seismik
  • Semua data menunjukkan bahwa aktivitas dapat segera berlanjut ke letusan atau menuju pada keadaan yang dapat menimbulkan bencana
  • Jika tren peningkatan berlanjut, letusan dapat terjadi dalam waktu 2 minggu
  • Sosialisasi di wilayah terancam
  • Penyiapan sarana darurat
  • Koordinasi harian
  • Piket penuh
WASPADA
  • Ada aktivitas apa pun bentuknya
  • Terdapat kenaikan aktivitas di atas level normal
  • Peningkatan aktivitas seismik dan kejadian vulkanis lainnya
  • Sedikit perubahan aktivitas yang diakibatkan oleh aktivitas magma, tektonik dan hidrotermal
  • Penyuluhan/sosialisasi
  • Penilaian bahaya
  • Pengecekan sarana
  • Pelaksanaan piket terbatas
NORMAL
  • Tidak ada gejala aktivitas tekanan magma
  • Level aktivitas dasar
  • Pengamatan rutin
  • Survei dan penyelidikan

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c Nuswantoro, Irwan (2011). Top 10 Di Dunia. Jakarta: Penebar Swadaya Grup. hlm. 15. ISBN 9789797882648. 
  2. ^ Budiyati, Dewi Septiana (2020). IPA untuk SMK/ MAK Kelas X. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. hlm. 32. ISBN 9786020503196. 
  3. ^ Bersahabat Dengan Ancaman. 2007: Grasindo. 2007. hlm. 18. ISBN 9789790250468. 
  4. ^ a b Samadi, Samadi (2007). Geografi SMA Kelas X. Bandung: Yudhistira. hlm. 76. ISBN 9789797468361. 
  5. ^ Martí Molist, Joan (6 September 2017). "Assessing Volcanic Hazard". 1. doi:10.1093/oxfordhb/9780190699420.013.32. 
  6. ^ Pariona, Amber. "Difference Between an Active, Dormant, and Extinct Volcano". WorldAtlas.com. Diakses tanggal 27 November 2020. 
  7. ^ Williams, Matt (19 September 2016). "What is the difference between active and dormant volcanoes?". phys.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-25. 
  8. ^ Cas, R.; Wright, J. (2012-12-06). Volcanic Successions Modern and Ancient: A geological approach to processes, products and successions (dalam bahasa Inggris). Springer Science & Business Media. hlm. 294. ISBN 978-94-009-3167-1. 
  9. ^ Venzke, E., ed. (2013). "Holocene Volcano List". Global Volcanism Program Volcanoes of the World (version 4.9.1). Smithsonian Institution. Diakses tanggal 18 November 2020. 
  10. ^ "Volcanoes". European Space Agency. 2009. Diakses tanggal August 16, 2012. 
  11. ^ Tilling, Robert I. (1997). "Volcano environments". Volcanoes. Denver, Colorado: U.S. Department of the Interior, U.S. Geological Survey. Diakses tanggal August 16, 2012. There are more than 500 active volcanoes (those that have erupted at least once within recorded history) in the world 
  12. ^ a b Decker, Robert Wayne; Decker, Barbara (1991). Mountains of Fire: The Nature of Volcanoes. Cambridge University Press. hlm. 7. ISBN 978-0-521-31290-5. 
  13. ^ Kahfi, Kharishar (12 Februari 2019). "Mountains rumbling: Five most active volcanoes in the archipelago". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-25. 
  14. ^ Nelson, Stephen A. (4 October 2016). "Volcanic Hazards & Prediction of Volcanic Eruptions". Tulane University. Diakses tanggal 5 September 2018. 
  15. ^ Chesner, C.A.; Rose, J.A.; Deino, W.I.; Drake, R.; Westgate, A. (March 1991). "Eruptive History of Earth's Largest Quaternary caldera (Toba, Indonesia) Clarified" (PDF). Geology. 19 (3): 200–203. Bibcode:1991Geo....19..200C. doi:10.1130/0091-7613(1991)019<0200:EHOESL>2.3.CO;2. Diakses tanggal January 20, 2010. 
  16. ^ "Character of community response to volcanic crises at Sinabung and Kelud volcanoes". Journal of Volcanology and Geothermal Research (dalam bahasa Inggris). 382: 301–303. 2019-09-15. doi:10.1016/j.jvolgeores.2017.01.022. ISSN 0377-0273. 
  17. ^ Suryana, Dayat (2012). Bali: Bali dan Sekitarnya. CreateSpace Independent Publishing Platform. hlm. 133. ISBN 9781480078611.