Lompat ke isi

Hujum

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Upacara pembakaran kerudung di Andijan pada Hari Perempuan Internasional tahun 1927.

Hujum (bahasa Rusia: Худжум; dari bahasa Turki, berarti ‘’penyerangan’’, bahasa Arab: هجوم) adalah serangkaian kebijakan yang diambil oleh Partai Komunis Uni Soviet atas ide Josef Stalin, yang bertujuan untuk menghapus semua bentuk ketidaksetaraan gender, terutama terkait penggunaan cadar dan praktik pengasingan perempuan yang banyak dilakukan di Asia Tengah.[1] Era tersebut sering kali ditandai dengan pembakaran cadar di wilayah berpenduduk mayoritas Muslim di Uni Soviet, meski menanggalkan jilbab bukanlah satu-satunya tujuan kampanye. Partai menyuarakan pesan-pesan tentang revolusi dan mengumbar retorika kebebasan bagi perempuan. Otoritas Uni Soviet percaya bahwa mereka dapat membuka jalan bagi pembangunan sosialisme di kawasan mayoritas Muslim. Tujuan kampanye ini adalah mengubah kehidupan wanita Uzbekistan sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam kehidupan publik, pekerjaan, pendidikan, dan akhirnya menjadi anggota Partai Komunis. Serta juga untuk menegakkan perlindungan hukum kepada perempuan yang terkungkung dalam sistem patriarki dan menjamin kesetaraan gender. Pada kenyataannya, program ini merupakan bagian dari kampanye untuk mengikis kehidupan beragama.

Program ini dimulai pada Hari Perempuan Sedunia tanggal 8 Maret 1927, dan merupakan pengganti kebijakan kebebasan beragama yang diterapkan Bolshevik untuk umat Islam di Asia Tengah.[2] Bertentangan dengan tujuannya, Hujum dipandang oleh banyak Muslim sebagai pemaksaan asimilasi budaya Rusia kepada penduduk asli Tajik, Tatar dan Uzbek. Jilbab sudah lama menjadi bagian dari identitas budaya.[2] Pemakaiannya kerap disalahartikan sebagai tindakan pembangkangan politik, dan tanda dukungan untuk nasionalisme etnis.[2] Sebelum Hujum diterapkan, sudah banyak wanita yang memegang posisi kekuasaan di berbagai soviet (dewan pekerja) di daerah berpenduduk Muslim, dan meskipun tujuan Hujum adalah untuk membebaskan Muslimah yang tertindas, jumlah wanita yang menjabat di pemerintahan menurun tajam setelah pemberlakuan kebijakan Hujum.[2][3]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]