Lompat ke isi

Karaeng Galesong

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Karaeng Galesong, yang bernama lengkap I Maninrori I Kare Tojeng Karaeng Galesong (lahir pada 29 Maret 1655 di Bontomajannang Pabbineang, Bontolebang Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan dan wafat di Ngantang, Malang, Jawa Timur 21 November 1679) adalah seorang laksamana angkatan laut Kesultanan Gowa yang terus melakukan peperangan di laut melawan VOC bahkan setelah Perjanjian Bongaya 1667 ditandatangani.

Pertempuran Dekat Sungai Porong

[sunting | sunting sumber]

Karaeng Galesong pernah mendirikan Benteng pertahanan di desa Keper ,Kec.Krembung Sidoarjo yang dulu masuk Area wilayah porong dekat tepian sungai Porong (kali Brantas).

Dipercaya bahwa Karaeng Galesong adalah pangeran putra dari Sultan Hasanuddin itu sendiri dari permaisurinya yang ke 4.

Peperangan di laut

[sunting | sunting sumber]

Setelah kekalahan Kesultanan Gowa dari VOC yang bersekutu dengan Kesultanan Bone, Setelah perjanjian Bongaya, dalam dokumen lontara Karaeng Galesong berpendapat,"Yang menyerah hanya Raja Gowa, itu tidak berarti peperangan harus berakhir". Jadi Karaeng Galesong bersama rekannya Karaeng Bontomarannu masih terus berperang dilaut terutama sekitar perairan Pulau Jawa dengan membantu perlawanan Trunojoyo dan Sultan Ageng Tirtayasa.

Sejarah singkat

[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1600 (kalender Jawa) atau 1677 M, Adipati Trunojoyo dibantu Karaeng Galesong melakukan pemberontakan melawan Kesultanan Mataram yang beribu kota di Plered. Sunan Amangkurat I melarikan diri bersama keluarganya. Setelah pasukan Trunojoyo memenangkan pertempuran, mereka segera meninggalkan Plered dan membangun kekuatan baru di Kabupaten Kediri. Adipati Trunojoyo memproklamasikan diri sebagai raja yang berkuasa atas seluruh tanah Jawa.

Sementara itu, Sunan Amangkurat I beserta keluarga dan para pengikutnya sudah berada di desa Ajibarang, Kabupaten Banyumas. Dalam kondisi yang serba sulit, Sunan Amangkurat I jatuh sakit hingga akhirnya dia wafat. Sesuai permintaannya sebelum meninggal, jenazah Sunan Amangkurat I dimakamkan di desa Tegalarum, Kabupaten Tegal.

Pangeran Adipati Anom (putra Sunan Amangkurat I) menyatakan diri sebagai raja baru menggantikan ayahandanya dan bergelar Susuhunan Amangkurat II. Seluruh kekuatan yang masih setia segera dikumpulkan dan dipusatkan di kota Tegal, mereka bersepakat merebut kembali kekuasaan tanah Jawa yang sekarang berada dalam genggaman Adipati Trunojoyo. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Sunan Amangkurat II meminta bantuan kekuatan militer VOC di Batavia (Jakarta).

Pada 1601(J) Sunan Amamangkurat II mengerahkan pasukan tempur yang sangat besar untuk menyerang Adipati Trunojoyo di Kabupaten Kediri. Pasukan Kediri kewalahan menghadapi prajurit Mataram yang dibantu serdadu kompeni dengan persenjaataan modern. Setelah melalui pertempuran dahsyat, Adipati Trunojoyo tertangkap dan dijatuhi hukuman mati. Kekuasaan Mataram berhasil ditegakkan kembali oleh Amangkurat II.

Usai menumpas pemberontakan Trunojoyo, Amangkurat II menarik pasukannya menuju Kabupaten Semarang, kemudian dia memberi perintah kepada Pangeran Nrangkusumo agar membuka hutan Wanakerta dan diganti dengan nama Kartasura.

Karaeng Galesong meninggal karena sakit pada 21 November 1679, sebelum Trunojoyo menyerah. Ia dimakamkan di Ngantang (Malang), Jawa Timur.

Pada bulan Maret 2013, Mantan Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla menziarahi makamnya.[1]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  • Perlawanan Karaeng Galesong dan Trunajaya di Malang.

http://www.ngalam.id/read/1231/perlawanan-karaeng-galesong-dan-trunajaya-di-malang

  1. ^ Aqsa Riyandi, Pananrang (17 Maret 2013). "Kalla Ziarah ke Makam Karaeng Galesong". Tribunnews. Diakses tanggal 21 Januari 2023.