Kerajaan Wengker

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 24 Agustus 2022 11.56 oleh 112.215.237.218 (bicara) (→‎Prasasti Pucangan: Prasasti Pucangan tidak menyebutkan peran Sriwijaya)

Wengker merupakan wilayah yang pernah menjadi bawahan Kerajaan Panjalu dan Kerajaan Majapahit.

Wengker sekarang bernama Kabupaten Ponorogo. Wilayah kekuasaannya berada di bagian barat Gunung Wilis hingga bagian timur Gunung Lawu.[1][2]

Pusat Pemerintahan Wengker diduga berada di daerah Kecamatan Jetis dan Kecamatan Sambit di Kabupaten Ponorogo.[3]

Keberadaan Wengker diketahui karena memiliki situs-situs cagar budaya dan peninggalan arkeologis sampai sekarang.

Asal Usul Nama

Nama Kerajaan Wengker berasal dari keratabasa bahasa Jawa "wêwêngkon kang angkêr" yang berarti wilayah yang menakutkan. Penamaan ini didasari oleh banyaknya bandit di wilayah kekuasaan Kerajaan Wengker, terutama di antara Gunung Wilis dan Gunung Lawu. Selain itu, penguasa Kerajaan Wengker sering memberontak kepada Kerajaan Kahuripan pada masa pemerintahan Airlangga.[4]

Saat menjadi bawahan Panjalu

Prasasti Pucangan

Prasasti Pucangan ditulis oleh Airlangga pada tahun 963 Saka atau November 1041 Masehi. Prasasti ini menceritakan tentang keadaan Kerajaan Wengker sebelum masa kekuasaan Airlangga. Prasasti Pucangan dibagi menjadi dua bagian. Sebagian menggunakan bahasa Sanskerta, sedangkan sebagian lainnya menggunakan bahasa Jawa Kuno. Bagian yang berbahasa Jawa Kuno membahas tentang kerja sama antara Kerajaan Wengker dan Kerajaan Lwaram dalam mengakhiri kekuasaan Dharmawangsa Teguh.[5]

Prasasti Mruwak

Prasasti Mruwak ditemukan di Desa Mruwak. Prasasti ini berangka tahun 1108 Saka (1186 Masehi). Isi prasasti berupa keterangan tentang asal-usul keluarga dari raja Kerajaan Wengker. Dalam prasasti disebutkan bahwa Sri Jayawarsa Digjaya Sastraprabhu, merupakan keturunan keluarga raja Dharmawangsa Teguh. Pembuatan prasasti dimaksudkan untuk memperingati masa pemerintahannya yang berlangsung sejak tahun 1186 hingga 1204 Masehi.[6]

Prasasti Sirah Keting

Prasasti Sirah Keting di keluarkan oleh Sri Jayawarsa pada 8 November 1204 M ditemukan di wilayah Ponorogo yang memuat keterangan Raja Sri Jayawarsa menganugrahkan hak-hak istimewa kepada tokoh yang bernama Marjaya, karena telah menunjukkan kebaktiannya kepada Raja.

Saat menjadi bawahan Majapahit

Wengker menjadi negeri bawahan Majapahit yang paling utama. Raja yang memimpin bergelar Bhre Wengker.[7][8][9][10]

Bhre Wengker yang pernah menjabat ialah :

  1. Wijayarajasa 1328-1388 Par.27:15; 30:19; Nag.4:2[11][12]
  2. Ayahnya Sawitri 1389-1427 Par.30:12,17; 31:25[13]
  3. Girisawardhana 1429-1456 Par.32:15; War.Pitu[14][15]

Warisan Budaya

Kesenian Reog

Kesenian Reog merupakan salah satu hasil perkembangan budaya dari Kerajaan Wengker.[16] Reog digunakan dalam latihan perang yang diiringi dengan gamelan.[17] Salah satu cerita tentang warok berasal dari kisah pertentangan Kerajaan Wengker dan Kerajaan Majapahit. Ki Ageng Kutu menjadi pemimpin bagi Kerajaan Wengker, sedangkan Kerajaan Majapahit dipimpin oleh Bhre Kertabumi, Prabu Brawijaya V.[18]

Warok

Warok adalah gelar yang digunakan oleh raja Kerajaan Wengker yang bernama Prabu Jaka Bagus (Sri Gasakan). Gelar ini mulai digunakan pada tahun 941 Masehi. Selanjutnya gelar ini berubah makna menjadi gelar kehormatan bagi orang yang menguasai ilmu kanuragan.[19] Para warok kemudian bertugas menjadi pelindung di wilayah-wilayah Kerajaan Wengker.[20]

Gemblak

Gemblak merupakan tradisi bagi para pemlik gelar Warok. Tradisi ini berupa menunda pernikahan atau tidak menjalin hubungan dengan wanita sama sekali. Gemblak merupakan salah satu paham dari ilmu kanuragan.[21]

Sumber primer

  1. Kitab Negarakretagama karya Mpu Prapanca
  2. Serat Pararaton
  3. Prasasti Pucangan 1041 M
  4. Prasasti Mruwak 1186 M
  5. Prasasti Sirah Keting 1204 M
  6. Prasasti Waringin Pitu 1447 M
  7. Prasasti Renek 1457 M, dikeluarkan oleh Girishawardhana yang menyebut sebagai Bhatara ring Wengker menganugerahkan sima (tanah perdikan) kepada warga di Desa Renek.[22][23]
  8. Candi Surawana, dibangun pada abad ke-14 Masehi. Candi ini terletak di Desa Canggu, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. Tujuan pembangunannya adalah untuk memuliakan penguasa daerah Wengker yang disebut juga Bhre Wengker. Ia wafat pada tahun 1388 Masehi.[24]

Kutipan

  1. ^ Sugianto 2016, hlm. 45.
  2. ^ Nurdianto 2018, hlm. 3–4.
  3. ^ Sugianto 2016, hlm. 47.
  4. ^ Nurdianto 2018, hlm. 3.
  5. ^ Hidayati 2014, hlm. 168–169.
  6. ^ Hidayati 2014, hlm. 173.
  7. ^ Nurdianto 2018, hlm. 4.
  8. ^ "Silsilah Lengkap Pararaja Majapahit Versi Siwi Sang". siwisang.wordpress.com. Diakses tanggal 17 Juli 2022. 
  9. ^ "Tokoh Majapahit Paling Berpengaruh dalam Prasasti Waringin Pitu 1447 M". kompasiana.com. Diakses tanggal 17 Juli 2022. 
  10. ^ "Kitab Pararaton (terjemahan)". majapahitprana.blogspot.com. Diakses tanggal 19 Desember 2021. 
  11. ^ "Terjemahan Lengkap Naskah Manuskrip Nagarakretagama". historynote.wordpress.com. hlm. Pupuh 68. Diakses tanggal 19 Desember 2021. 
  12. ^ "Kitab Pararaton (terjemahan)". majapahitprana.blogspot.com. Diakses tanggal 19 Desember 2021. 
  13. ^ "Kitab Pararaton (terjemahan)". majapahitprana.blogspot.com. Diakses tanggal 19 Desember 2021. 
  14. ^ "Tokoh Majapahit Paling Berpengaruh dalam Prasasti Waringin Pitu 1447 M". kompasiana.com. Diakses tanggal 17 Juli 2022. 
  15. ^ "Kitab Pararaton (terjemahan)". majapahitprana.blogspot.com. Diakses tanggal 19 Desember 2021. 
  16. ^ Achmadi 2014, hlm. 22.
  17. ^ Achmadi 2014, hlm. 12.
  18. ^ Sugianto 2016, hlm. 49.
  19. ^ Krismawati 2018, hlm. 118.
  20. ^ Sugianto 2016, hlm. 46.
  21. ^ Krismawati 2018, hlm. 120.
  22. ^ Suhadi, dkk 1986, hlm. 53-61.
  23. ^ Achmad 2021, hlm. 22.
  24. ^ Mulyadi 2018, hlm. 18–19.

Referensi

Buku

  • Mulyadi, Lalu (2018). Makna Motif Relief dan Arca Candi Surowono dan Candi Tegowangi Situs Kerajaan Kediri. Malang: CV. Dream Litera Buana. ISBN 978-602-5518-36-2. 
  • Achmad, Sri Wintala (2021). Pesona & Sisi Kelam Majapahit. Yogyakarta: Araska Publisher. ISBN 978-623-7910-39-8. 

Jurnal

  • Achmadi, Asmoro (2014). "Aksiologi Reog Ponorogo: Relevansinya dengan Pembangunan Karakter Bangsa". Teologia. 25 (1): 3–27. 
  • Krismawati, Nia Ulfia (2018). "Eksistensi Warok Dan Gemblak di tengah Masyarakat Muslim Ponorogo Tahun 1960-1980". Religió: Jurnal Studi Agama-agama. 8 (1): 116–138. ISSN 2503-3778. 
  • Nurdianto, Saifuddin Alif (2018). "Ponorogo: Menggali Jati Diri Untuk Membangun Harmoni". Jantra. 13 (1): 1–9. ISSN 1907-9605. 
  • Sugianto, Alip (2016). "Kebudayaan Masyarakat Jawa etnik Panaragan". Aristo. 4 (1). 
  • Suhadi, Machi; Soekarto, M.M. (1986). "Berita Penelitian Arkeologi No. 37". Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. ISSN 0126-2599. 

Prosiding

  • Hidayati, Nuril (2014). Kontestasi Politik Budaya antara Wengker dan Kadiri: Fragmentasi Genealogi Kesenian Jaranan. Dalam Prosiding Filsafat Islam: Historisitas dan Aktualisasi (Peran dan Kontribusi Filsafat Islam bagi Bangsa). Yogyakarta: FA Press. hlm. 162–193. ISBN 978-602-70288-5-2. 

Lihat Pula