Lex specialis derogat legi generali: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Fritzter (bicara | kontrib)
Menambahkan nomor terbitan LNRI pada catatan kaki tentang Papua.
Fritzter (bicara | kontrib)
Menambahkan teks penjelas pada paragraf pengantar, sesudah "(lex generalis) dan sebelum "Contoh". Sebelumnya langsung contoh, sehingga tidak jelas konteksnya.
Baris 1: Baris 1:
'''''Lex specialis derogat legi generali''''' adalah asas penafsiran [[hukum]] yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).<ref>International Principle of law [http://www.trans-lex.org/910000 Trans-Lex.org]</ref> Contohnya, dalam pasal 18 UUD 1945, gubernur, bupati, dan wali kota harus dipilih secara demokratis. Aturan ini bersifat umum (''lex generalis'').
'''''Lex specialis derogat legi generali''''' adalah asas penafsiran [[hukum]] yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).<ref>International Principle of law [http://www.trans-lex.org/910000 Trans-Lex.org]</ref> Contohnya, dalam pasal 18 UUD 1945, gubernur, bupati, dan wali kota harus dipilih secara demokratis. Aturan ini bersifat umum (''lex generalis''). Namun, hukum yang bersifat umum tersebut dikesampingkan apabila ada hukum yang mengatur secara khusus.


; Contoh:
; Contoh:

Revisi per 3 Desember 2019 07.27

Lex specialis derogat legi generali adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).[1] Contohnya, dalam pasal 18 UUD 1945, gubernur, bupati, dan wali kota harus dipilih secara demokratis. Aturan ini bersifat umum (lex generalis). Namun, hukum yang bersifat umum tersebut dikesampingkan apabila ada hukum yang mengatur secara khusus.

Contoh
  1. Pasal yang sama juga menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus (lex specialis), sehingga keistimewaan daerah yang gubernurnya tidak dipilih secara demokratis seperti Daerah Istimewa Yogyakarta tetap dipertahankan.[2][3][4]
  2. Di Provinsi DKI Jakarta di mana wali kota dan bupati ditunjuk gubernur sesuai sengan UU Administrasi DKI Jakarta.[5]
  3. Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam di mana hukumnya diberlakukan yaitu hukum syariat dan para calon kepala daerah diwajibkan tes baca dan tulis Al Quran.[6]
  4. Di Provinsi Papua di mana gubernur dan wakilnya adalah orang asli Papua serta terbentuknya Majelis Rakyat Papua yang beranggotakan orang asli Papua yang terdiri atas wakil-wakil adat, wakil-wakil agama, dan wakil-wakil perempuan.[7]

Catatan kaki

  1. ^ International Principle of law Trans-Lex.org
  2. ^ "Monarki Yogya" Inkonstitusional? Kompas 1 Desember 2010
  3. ^ "Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2019-06-15. 
  4. ^ "Pasal 18 ayat 1 huruf (c) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta" (PDF). Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. 03 September 2012. Diakses tanggal 03 Desember 2012. 
  5. ^ "Pasal 19 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia". Lembaran Negara Republik Indonesia. LNRI No. 4744. 30 Juli 2007. Diakses tanggal 03 Desember 2019. 
  6. ^ "Pasal 13 Ayat 1 huruf (c) Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Partai Politik Lokal Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota" (PDF). Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Lembaran Aceh No. 3 Tahun 2008. Diakses tanggal 03 Desember 2019. 
  7. ^ "Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua". Lembaran Negara Republik Indonesia. LNRI No. 4151. Tanggal 21 November 2001. Diakses tanggal 03 Desember 2019.