Lex specialis derogat legi generali
Lex specialis derogat legi generali adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).[1] Contohnya, dalam pasal 18 UUD 1945, gubernur, bupati, dan wali kota harus dipilih secara demokratis. Aturan ini bersifat umum (lex generalis).
- Contoh
- Pasal yang sama juga menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus (lex specialis), sehingga keistimewaan daerah yang gubernurnya tidak dipilih secara demokratis seperti Daerah Istimewa Yogyakarta tetap dipertahankan.[2][3][4]
- Di wilayah DKI Jakarta di mana wali kota dan bupati ditunjuk gubernur sesuai sengan UU Administrasi DKI Jakarta.
- Di wilayah Aceh di mana hukumnya diberlakukan yaitu hukum syariat dan para calon kepala daerah diwajibkan tes baca dan tulis Al Quran.
- Di wilayah Papua di mana gubernur dan wakilnya adalah orang asli Papua serta terbentuknya Majelis Rakyat Papua yang beranggotakan orang asli Papua yang terdiri atas wakil-wakil adat, wakil-wakil agama, dan wakil-wakil perempuan.[5]
Catatan kaki
- ^ International Principle of law Trans-Lex.org
- ^ "Monarki Yogya" Inkonstitusional? Kompas 1 Desember 2010
- ^ "Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2019-06-15.
- ^ "Pasal 18 ayat 1 huruf (c) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta" (PDF). Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. 03 September 2012. Diakses tanggal 03 Desember 2012.
- ^ "Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua". Lembaran Negara Republik Indonesia. Tanggal 21 November 2001. Diakses tanggal 03 Desember 2019.