Malari: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Gunkarta (bicara | kontrib)
Menolak perubahan teks terakhir (oleh 180.253.101.41) dan mengembalikan revisi 6741243 oleh Addbot
L.commander (bicara | kontrib)
 
(30 revisi perantara oleh 23 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{More citations needed|date=Januari 2022}}
[[Berkas:Peristiwa Malari.jpg|right|thumb|280px|Peristiwa Malari di [[Senen]]]]
{{Use dmy dates|date=April 2020}}
Peristiwa '''Malari''' ('''Malapetaka Limabelas Januari''') adalah peristiwa demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan sosial yang terjadi pada [[15 Januari]] [[1974]].
{{Infobox Civil Conflict
| title = Peristiwa Malari
| partof =
| image =[[File:MalariRiotsJakarta1.jpg|300px]]
| caption =
| date = 15 – 16 Januari 1974
| place = [[Jakarta]], Indonesia
| coordinates =
| causes = Korupsi<br />Persaingan dari investasi asing<br />Perebutan kekuasaan militer
| status =
| goals =
| result = Lihat [[#Akibat|Akibat]]
| methods = [[Unjuk rasa|Demonstrasi]], [[kerusuhan]], [[pogrom]]
| side1 = Mahasiswa Indonesia dan masyarakat miskin perkotaan
| side2 = Pemerintah [[Orde Baru]]
| side3 =
| leadfigures1 =
| leadfigures2 =
| leadfigures3 =
| howmany1 =
| howmany2 =
| howmany3 =
| casualties1 = 11 tewas, 137 luka-luka
| casualties2 = Tidak ada yang dilaporkan
| casualties3 =
| casualties_label =
| notes =
}}
[[Berkas:Peristiwa Malari.jpg|ka|jmpl|280px|Peristiwa Malari di [[Senen, Jakarta Pusat|Senen]].]]
'''Peristiwa''' '''Malari''' ('''Malapetaka Limabelas Januari''') adalah demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan yang terjadi pada tanggal 15–16 Januari 1974.<ref>{{Cite news|date=15 January 2018|title=Malari 1974: Protes Mahasiswa yang Ditunggangi Para Jenderal|url=https://tirto.id/malari-1974-protes-mahasiswa-yang-ditunggangi-para-jenderal-cDe9|work=Tirto.id|access-date=19 January 2022}}</ref> Sebagai reaksi atas kunjungan kenegaraan [[Perdana Menteri Jepang]], [[Kakuei Tanaka]], para mahasiswa melakukan demonstrasi memprotes korupsi, harga-harga yang tinggi, dan ketidaksetaraan investasi asing. Setelah provokasi oleh [[agent provocateur]] yang dicurigai, demonstrasi tersebut menjadi kerusuhan, yang akhirnya berubah menjadi [[pogrom]]. Pada akhir kejadian, sebelas pengunjuk rasa terbunuh dan ratusan mobil dan bangunan hancur.


Kerusuhan tersebut menyebabkan banyak perubahan. Pemerintah [[Orde Baru]] [[Soeharto]] memberlakukan serangkaian reformasi ekonomi yang dimaksudkan untuk meningkatkan representasi [[Pribumi-Nusantara|penduduk asli Indonesia]] dalam kemitraan dengan investor asing, Jenderal [[Soemitro]] (yang saat itu menjabat sebagai Wakil Kepala Angkatan Bersenjata), dipaksa pensiun, dan berbagai tindakan represif dilakukan oleh pemerintah.
Peristiwa itu terjadi saat Perdana Menteri (PM) Jepang [[Tanaka Kakuei]] sedang berkunjung ke [[Jakarta]] ([[14 Januari|14]]-[[17 Januari]] [[1974]]). Mahasiswa merencanakan menyambut kedatangannya dengan berdemonstrasi di [[Bandar Udara Halim Perdanakusuma|Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma]]. Karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil menerobos masuk pangkalan udara. Tanggal [[17 Januari]] [[1974]] pukul 08.00, PM Jepang itu berangkat dari Istana tidak dengan mobil, tetapi diantar Presiden [[Soeharto]] dengan helikopter dari [[Bina Graha]] ke pangkalan udara.


== Akibat ==
Kedatangan Ketua ''[[Kelompok Antarpemerintah bagi Indonesia|Inter-Governmental Group on Indonesia]]'' (IGGI), [[Jan P. Pronk]] dijadikan momentum untuk demonstrasi antimodal asing. Klimaksnya, kedatangan PM Jepang, Januari 1974, disertai demonstrasi dan kerusuhan.
Jenderal [[Soemitro]], Wakil Panglima Angkatan Bersenjata, dituduh menghasut para perusuh dan dipaksa mengundurkan diri. Para pendukungnya dicopot dari posisi komando, diangkat menjadi duta besar atau menerima jabatan sebagai staf.<ref>{{harvnb|Schwarz|2000|pp=34–35}}</ref> Langkah ini didukung oleh "Dokumen Ramadi" yang diserahkan kepada Presiden Soeharto oleh Jenderal [[Ali Moertopo]], saingan Sumitro. Dokumen tersebut mengisyaratkan bahwa seorang jenderal berinisial S akan melakukan kudeta antara bulan April dan Juni 1974.<ref name="se1027">{{harvnb|Setiono|2008|p=1027}}</ref>


Setelah peristiwa Malari, Orde Baru menjadi lebih represif dan lebih cepat bertindak ketika warga negara mengekspresikan perbedaan pendapat, termasuk melalui demonstrasi<ref name="se1028">{{harvnb|Setiono|2008|p=1028}}</ref> dan media, meninggalkan "kemitraan" rapuh yang pernah mereka miliki. Dua belas surat kabar dan majalah dicabut izin terbitnya, termasuk ''[[Harian Indonesia Raya|Indonesia Raya]]''. Wartawan, seperti [[Mochtar Lubis]], ditahan tanpa proses pengadilan. Wartawan yang melanggar mulai dimasukkan ke dalam [[daftar hitam]], kehilangan hampir semua kesempatan kerja.<ref>{{harvnb|Hill|1994|pp=37–38}}</ref>
Usai terjadi demonstrasi yang disertai kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan, Jakarta berasap. Soeharto memberhentikan [[Soemitro]] sebagai [[Panglima]] [[Komando pemulihan keamanan dan ketertiban|Kopkamtib]], langsung mengambil alih jabatan itu. Jabatan [[Asisten Pribadi Presiden]] dibubarkan. Kepala [[Badan Intelijen Negara|Bakin]], [[Sutopo Juwono]] digantikan oleh [[Yoga Soegomo]].


Dalam waktu seminggu setelah peristiwa Malari, Orde Baru mengajukan paket peraturan yang dimaksudkan untuk mempromosikan kepentingan ekonomi [[Pribumi-Nusantara|orang Indonesia asli]]. Rencana tersebut, yang mengamanatkan kemitraan antara investor asing dan penduduk asli Indonesia serta penggunaan [[Bursa Efek Indonesia]] yang direncanakan, dan mengharuskan calon investor untuk menyerahkan rencana kepemilikan mayoritas penduduk asli Indonesia di masa depan, diterima dengan baik oleh masyarakat dan membungkam para pengkritik.<ref>{{harvnb|Winters|1996|pp=109–110}}</ref> Namun, pada praktiknya, hal ini tidak dilaksanakan secara ketat.<ref>{{harvnb|Winters|1996|p=111}}</ref>
== Ali Moertopo dan Peristiwa Malari ==

Dalam peristiwa Malari [[Jenderal]] [[Ali Moertopo]] menuduh eks [[Sarekat Islam#Partai Sarekat Islam Indonesia|PSII]] dan eks [[Majelis Syuro Muslimin Indonesia|Masyumi]] atau ekstrem kanan adalah dalang peristiwa tersebut. Tetapi setelah para tokoh peristiwa Malari seperti [[Syahrir (ekonom)|Syahrir]] dan [[Hariman Siregar]] diadili, tidak bisa dibuktikan bahwa ada sedikitpun fakta dan ada seorangpun tokoh eks Masyumi yang terlibat di situ. Belakangan ini barulah ada pernyataan dari Jenderal [[Soemitro]] (almarhum) dalam buku [[Heru Cahyono]], Pangkopkamtib Jendral Soemitro dan Peristiwa Malari bahwa ada kemungkinan kalau justru malahan Ali Moertopo sendiri dengan [[Centre for Strategic and International Studies (Indonesia)|CSIS]]-nya yang mendalangi peristiwa Malari <ref>Pernyataan ini diliput di situs web Swaramuslim [http://swaramuslim.net/more.php?id=A459_0_1_0_M]</ref>.
''Aspri'' secara resmi dibubarkan. Namun, mantan ''Aspri'' Ali Moertopo kemudian dipromosikan menjadi Kepala [[Badan Intelijen Negara Republik Indonesia|Badan Intelijen Negara]]<ref name="l103">{{harvnb|Leifer|1995|p=103}}</ref> dan mereka semua tetap bertahan sebagai penasihat.<ref name="se10282">{{harvnb|Setiono|2008|p=1028}}</ref>


== Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist}}
{{reflist}}{{Soeharto}}{{Lembaran hitam Indonesia}}
{{Bencana di Indonesia tahun 1970an}}

{{Lembaran hitam Indonesia}}
{{indo-sejarah-stub}}


[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[Kategori:Gerakan mahasiswa]]
[[Kategori:Gerakan mahasiswa]]
[[Kategori:Lembaran hitam dalam sejarah Indonesia]]
[[Kategori:Kerusuhan]]
[[Kategori:Kerusuhan]]
[[Kategori:Unjuk rasa]]
[[Kategori:Unjuk rasa]]
[[Kategori:Orde Baru]]
[[Kategori:Orde Baru]]
[[Kategori:Hubungan Indonesia dengan Jepang]]
[[Kategori:Indonesia dalam tahun 1974]]
[[Kategori:Indonesia dalam tahun 1974]]


{{indo-sejarah-stub}}

Revisi terkini sejak 16 Januari 2024 06.32

Peristiwa Malari
Tanggal15 – 16 Januari 1974
LokasiJakarta, Indonesia
SebabKorupsi
Persaingan dari investasi asing
Perebutan kekuasaan militer
MetodeDemonstrasi, kerusuhan, pogrom
HasilLihat Akibat
Pihak terlibat
Mahasiswa Indonesia dan masyarakat miskin perkotaan
Pemerintah Orde Baru
Jumlah korban
11 tewas, 137 luka-luka
Tidak ada yang dilaporkan
Peristiwa Malari di Senen.

Peristiwa Malari (Malapetaka Limabelas Januari) adalah demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan yang terjadi pada tanggal 15–16 Januari 1974.[1] Sebagai reaksi atas kunjungan kenegaraan Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka, para mahasiswa melakukan demonstrasi memprotes korupsi, harga-harga yang tinggi, dan ketidaksetaraan investasi asing. Setelah provokasi oleh agent provocateur yang dicurigai, demonstrasi tersebut menjadi kerusuhan, yang akhirnya berubah menjadi pogrom. Pada akhir kejadian, sebelas pengunjuk rasa terbunuh dan ratusan mobil dan bangunan hancur.

Kerusuhan tersebut menyebabkan banyak perubahan. Pemerintah Orde Baru Soeharto memberlakukan serangkaian reformasi ekonomi yang dimaksudkan untuk meningkatkan representasi penduduk asli Indonesia dalam kemitraan dengan investor asing, Jenderal Soemitro (yang saat itu menjabat sebagai Wakil Kepala Angkatan Bersenjata), dipaksa pensiun, dan berbagai tindakan represif dilakukan oleh pemerintah.

Akibat[sunting | sunting sumber]

Jenderal Soemitro, Wakil Panglima Angkatan Bersenjata, dituduh menghasut para perusuh dan dipaksa mengundurkan diri. Para pendukungnya dicopot dari posisi komando, diangkat menjadi duta besar atau menerima jabatan sebagai staf.[2] Langkah ini didukung oleh "Dokumen Ramadi" yang diserahkan kepada Presiden Soeharto oleh Jenderal Ali Moertopo, saingan Sumitro. Dokumen tersebut mengisyaratkan bahwa seorang jenderal berinisial S akan melakukan kudeta antara bulan April dan Juni 1974.[3]

Setelah peristiwa Malari, Orde Baru menjadi lebih represif dan lebih cepat bertindak ketika warga negara mengekspresikan perbedaan pendapat, termasuk melalui demonstrasi[4] dan media, meninggalkan "kemitraan" rapuh yang pernah mereka miliki. Dua belas surat kabar dan majalah dicabut izin terbitnya, termasuk Indonesia Raya. Wartawan, seperti Mochtar Lubis, ditahan tanpa proses pengadilan. Wartawan yang melanggar mulai dimasukkan ke dalam daftar hitam, kehilangan hampir semua kesempatan kerja.[5]

Dalam waktu seminggu setelah peristiwa Malari, Orde Baru mengajukan paket peraturan yang dimaksudkan untuk mempromosikan kepentingan ekonomi orang Indonesia asli. Rencana tersebut, yang mengamanatkan kemitraan antara investor asing dan penduduk asli Indonesia serta penggunaan Bursa Efek Indonesia yang direncanakan, dan mengharuskan calon investor untuk menyerahkan rencana kepemilikan mayoritas penduduk asli Indonesia di masa depan, diterima dengan baik oleh masyarakat dan membungkam para pengkritik.[6] Namun, pada praktiknya, hal ini tidak dilaksanakan secara ketat.[7]

Aspri secara resmi dibubarkan. Namun, mantan Aspri Ali Moertopo kemudian dipromosikan menjadi Kepala Badan Intelijen Negara[8] dan mereka semua tetap bertahan sebagai penasihat.[9]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Malari 1974: Protes Mahasiswa yang Ditunggangi Para Jenderal". Tirto.id. 15 January 2018. Diakses tanggal 19 January 2022. 
  2. ^ Schwarz 2000, hlm. 34–35
  3. ^ Setiono 2008, hlm. 1027
  4. ^ Setiono 2008, hlm. 1028
  5. ^ Hill 1994, hlm. 37–38
  6. ^ Winters 1996, hlm. 109–110
  7. ^ Winters 1996, hlm. 111
  8. ^ Leifer 1995, hlm. 103
  9. ^ Setiono 2008, hlm. 1028