Masjid Nurul Yaqin, Matua Mudik
0°17′20″S 100°16′25″E / 0.288958°S 100.273485°E
Artikel ini sebagian besar atau seluruhnya berasal dari satu sumber. |
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
Masjid Nurul Yaqin, Matua Mudik masjid | ||||
---|---|---|---|---|
Tempat | ||||
Negara berdaulat | Indonesia | |||
Provinsi di Indonesia | Sumatera Barat | |||
Kabupaten di Indonesia | Agam | |||
Kecamatan | Matur | |||
Nagari | Matua Mudiak | |||
Negara | Indonesia | |||
Sejarah | ||||
Pembuatan | 1930 |
Masjid Nurul Yaqin atau dulunya dikenal dengan nama Masjid Sidang Tangah terletak di Jorong Sidang Tangah, Nagari Matua Mudik, Kecamatan Matua, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Masjid ini dibangun pada 1930 sebagai pengganti dari masjid yang lebih awal berdiri bernama Masjid Sidang Tangah.[1]
Masjid ini tercatat sebagai salah satu masjid tertua di Matua. Bangunan aslinya mengalami kerusakan berat akibat gempa bumi Maret 2007 dan telah direhabilitasi. Bangunan yang berdiri sekarang merupakan bangunan baru dengan ciri khas yang sama.[butuh rujukan]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Tahun 1930, dibangun seadanya yang terbuat dari kayu dan bambu serta atapnya dari ijuk. Lokasi pertama di Bansa Sidang Tangah, Nagari Matua Mudiak. Karena terletak di tengah hamparan sawah maka dijuluki "Masjid Gadang di Tangah". Pada tahun-tahun selanjutnya, dengan semangat gotong royong yang tinggi, masyarakat yang digerakkan oleh para tokoh masyarakat pada waktu itu mulai membangun sebuah masjid untuk tempat ibadah dan pusat kegiatan kemasyarakatan di Sidang Tangah.[butuh rujukan]
Dalam majalah Matoea Saijoe pada tahun 1939, diketahui pembangunan masjid saat itu masih berlangsung. Imam masjid saat itu bernama Maharadjo Soetan, sebelum digantikan R. Mangkoeto. Secara bertahap, pembangunan masjid ini baru selesai pada tahun 1950-an.[1]
Pada tahun 1973-1974, dilakukan penggantian material atap dan perbaikan kubah masjid, sementara kayu-kayu bangunan masih memakai kayu-kayu yang lama. Selanjutnya, perbaikan/rehap yang mendasar terhadap bangunan masjid tidak pernah lagi dilakukan, dan yang dilaksananakan hanyalah perbaikan pekarangan, tempat berudhuk dan halaman.[butuh rujukan]
Pada 6 Maret 2007, terjadi gempa bumi yang mengakibatkan kerusakan bangunan. Mengingat kondisi bangunan yang tidak layak digunakan dan berisiko bagi keselamatan jemaah, diputuskan untuk merehabilitasi bangunan masjid dan menukar dengan bangunan baru sekaligus menambah sedikit luas bangunan masjid. Bangunan baru dibuat dengan tetap mempertahankan bentuk dan ciri khas aslinya.[butuh rujukan]