Monumen Samjeondo
Monumen Samjeondo | |
Nama Korea | |
---|---|
Hangul | 삼전도비 |
Hanja | 三田渡碑 |
Alih Aksara | Sam-jeon-do-bi |
McCune–Reischauer | Sam-jŏn-do-bi |
Monumen Samjeondo merupakan sebuah monumen yang menandakan penaklukan Korea kepada Dinasti Qing, Cina pada tahun 1636 setelah Invasi Kedua Manchu ke Korea. Nama aslinya adalah Daecheong Hwangje Gongdeok Bi (大淸皇帝功德碑) yang berarti prasasti untuk jasa dan kebajikan Kaisar Qing yang Agung. Monument itu berlokasi di Seokchon-dong, Songpa-gu, Seoul, Korea Selatan sekarang dan diresmikan sebagai situs bersejarah yang ke-11 di Korea Selatan.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Diikuti kepungan Namhansanseong, Dinasti Joseon menyerah dan dipaksa untuk menerima status kaki tangan Kerajaan Manchu pada tahun 1636. Tahun berikutnya, Huang Taiji, Kaisar Dinasti Qing, memerintahkan Korea untuk meletakkan sebuah monumen sebagai penghormatan dari kebajikan yang hebat dari Kaisar Manchu. Pada tahun 1639 monumen itu didirikan di Samjeondo, di mana perayaan penyerahan dilaksanakan. Prasasti tersebut dituliskan di dalam bahasa Manchu dan Mongolia di bagian depan dan dalam bahasa Tionghoa di bagian belakang; yang hampir mirip isinya. Versi Cina dikarang oleh Yi Gyeongseok (李景奭), dan sisanya kelihatannya merupakan terjemahan dari itu.
Samjeondo, berarti "persimpangan dari tiga wilayah", yang berlokasi di dekat Sambatnaru, titik persimpangan utama Sungai Han pada zaman awal Joseon. Jalan Sambatnaru adalah rute terpendek ke benteng Gwangju dan provinsi selatan. Jalan ini juga yang paling sering digunakan untuk mengunjungi makam Raja Taejong di kaki Gunung Daemosan.
Monumen tersebut terkubur setelah pasukan Qing disapu di dalam Perang Sino-Jepang namun didirikan kembali pada tahun 1895. Pada tahun 1956 Menteri Kebudayaan & Pendidikan Korea Selatan mengebumikan monumen tersebut, mengingat catatan itu adalah sebuah penghinaan nasional. Monumen itu digali kembali pada tahun 1963 namun karena banjir, dan akhirnya terdaftar sebagai properti budaya, dengan pengakuan bahwa bahkan pada saat-saat memalukan di dalam sejarah juga harus diingat. Pada tahun 1983, kota Seoul membangun sebuah taman kecil di sekitar monumen tersebut. Pemerintah Korea Selatan tidak melakukan banyak hal untuk menarik perhatian ke situs bersejarah tersebut, yang umumnya dianggap memalukan oleh Korea nasionalis.
Nama
[sunting | sunting sumber]- Di dalam bahasa Manchu: Daicing gurun-i Enduringge Han-i gung erdemui bei ()
- Di dalam bahasa Mongolia: Dayičing ulus-un Boγda Qaγan-u erdem bilig-i daγurisγaγsan bei ()
- Di dalam bahasa Tionghoa: Daqing Huangdi Gongde Bei (大清皇帝功德碑)
yang diterjemahkan sebagai "prasasti atas jasa dan kebajikan Kaisar Qing yang Agung".
Indeks
[sunting | sunting sumber]Manchu dan Korea melihat prasasti sebagai ujian lakmus atas sikap Korea terhadap Kaisar Manchu, jadi Raja Injo menegang sarafnya karena hal itu. Sebagai akibatnya, Manchu menjadi tersanjung karenanya; Prasasti tersebut menceritakan bagaimana raja Korea datang untuk menyerahkan diri kepada kebajikan Kaisar Manchu dari sudut pandang Korea. Meskipun disatu sisi, ia menyediakan catatan singkat tentang hubungan Manchu-Korea.
Prasasti itu dimulai dengan penjelasan tentang kampanye Manchu kedua melawan Korea pada tahun 1636. Pasukan Manchu mengepung benteng Namhan, di mana Raja Injo mengungsi. Ia mengakui kesalahannya, menerima dekret kerajaan dan menyerah di Samjeondo. Karena Hong Taiji merasa kasihan padanya, ia mengirim raja kembali ke ibu kota dan dengan cepat menarik pasukannya tanpa melukai rakyat.
Di dalam paragraf berikutnya, sisa-sisa inskripsi kembali ke masa Perang Sarhu pada tahun 1619. Pasukan Korea yang dipimpin oleh Gang Hong-rip, seolah-olah mendukung Dinasti Ming, tetapi menyerah kepada Manchu. Namun, seluruh pasukan kecuali yang beranking tinggi dilepaskan oleh Nurhaci, dan prasasti tersebut menekankan tindakan belas kasih itu. Karena Korea masih menampilkan perilaku tidak taat, Huang Taiji memulai invasi Manchu pertama di Korea pada tahun 1627. Ia tidak menggulingkan kerajaan namun mendirikan hubungan "persaudaraan" konfusian. Prasasti itu kemudian melanjutkan penggambaran kampanye Manchu kedua. Ketika Huang Taiji mengumumkan dinasti baru Qing pada tahun 1636, Korea tidak menerimanya, meskipun Kerajaan itu mengumumkan perang. Prasasti itu menekankan tindakan dermawannya selama perang.
Selanjutnya, inskripsi menjelaskan latar belakang pendirian monumen. Dijelaskan bahwa raja dengan suka rela mendirikan monumen tersebut di Samjeondo agar seluruh dunia tahu akan kebajikan Kaisar yang Agung.
Akhirnya, inskripsi tersebut merangkum seluruh peristiwa ke dalam ayat.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Manchu, Mongolian and Chinese texts Diarsipkan 2008-06-05 di Wayback Machine.