Noto Soeroto: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Relly Komaruzaman (bicara | kontrib)
k fix
Tag: kemungkinan perlu dirapikan paws [2.2]
 
(29 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox person
'''Raden Mas Noto Soeroto''' ({{lahirmati|[[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]]|5|6|1888|[[Kota Surakarta|Surakarta]]|25|11|1951}}) adalah [[wartawan]], [[penulis]], aktivis budaya, [[penari]], dan [[penyair]] [[Indonesia]]. Ia adalah penyair Jawa pertama yang karya-karyanya dikenal dalam ranah kesusasteraan Belanda. Atas kebaikan [[Frederik Willem van Eeden (1860-1932)|Frederik Willem van Eeden]], banyak karyanya yang tampil di ''De Amsterdammer''. Ia banyak diingat akan [[syair prosa]]nya, yang banyak dipengaruhi oleh [[Rabindranath Tagore]] (yang kepadanya RM. Noto Soeroto mempersembahkan beberapa studinya).
| name = Informasi Pribadi
| image = COLLECTIE TROPENMUSEUM Tekening met een portret van Raden Mas Noto Soeroto door C. van Huut Kardos (Batavia 1932) TMnr 10018764.jpg
| image_size = jmpl
| alt =
| caption = Raden Mas Noto Soeroto, sketsa C. van Huut Kardos (1932)
| birth_name =
| birth_date = {{Birth date|1888|6|5}}
| birth_place = {{flagicon|Belanda}} [[Kadipaten Pakualaman|Pakualaman, Yogyakarta]], [[Hindia Belanda]].
| death_date = {{Death date and age|1951|11|25|1888|6|5}}
| death_place = {{flagicon|indonesia}} [[Kota Surakarta|Surakarta, Jawa Tengah]], [[Indonesia]]
| nationality = [[Jawa]]
|alma_mater= [[Rijksuniversiteit Leiden]]
| organisation= [[Perhimpunan Indonesia]]
| Other-Name =
| occupation = Penyair dan Penulis Sastra, Jurnalis, Aktivis Budaya
| years_active =
| known_for = Penyair Jawa pertama yang karya-karyanya dikenal dalam ranah kesusasteraan Belanda
| notable_works =
}}

'''Raden Mas Noto Soeroto''' atau '''Noto Suroto''' ({{lahirmati|[[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]]|5|6|1888|[[Kota Surakarta|Surakarta]]|25|11|1951}}) pangeran Jawa dari [[Kadipaten Pakualaman|Pakualaman]] adalah seorang penyair, penulis [[Sastra]] dan jurnalis di [[Hindia Belanda]] (sekarang: [[Indonesia]]). Ia juga dikenal sebagai penyair Jawa pertama yang karya-karyanya secara signifikan berkontribusi pada sistem sastra Belanda dengan mengeksplorasi tema-tema sastra baru dan berfokus pada protagonis pribumi, pada saat yang sama menarik perhatian pada budaya pribumi dan penderitaan pribumi.


== Biografi ==
== Biografi ==
Noto Soeroto adalah [[putera]] Pangeran Ario Notodirodjo ([[1858]]-[[1917]]) yang berasal dari keluarga bangsawan Pakualam. Noto Soeroto sendiri selalu memelihara hubungan baik dengan sahabat masa kecilnya Soerjo Soeparto, yang pada tahun [[1916]] diangkat sebagai [[prangwedono]] di [[Kadipaten Mangkunegaran]].
Noto Soeroto adalah [[putera]] Pangeran Ario Notodirodjo ([[1858]]-[[1917]]), putera [[Paku Alam V]]. Noto Soeroto sendiri selalu memelihara hubungan baik dengan sahabat masa kecilnya Soerjo Soeparto, yang pada tahun [[1916]] diangkat sebagai KGPAA [[Mangkunegara VII]], penguasa [[Kadipaten Mangkunegaran]] ([[Kota Surakarta|Surakarta]]).


Noto Soeroto merupakan penganjur "politik asosiasi", di mana orang Belanda dan Indonesia harus menggabungkan sifat-sifat terbaiknya - rasionalisme Barat di jantung Timur - mencapai keberhasilan tertinggi dalam nilai-nilai material dan spiritual (nyata terkait dengan Tagore). Ia dikirim ayahnya ke [[Belanda]] untuk belajar. Noto Soeroto belajar [[hukum]] di [[Universitas Leiden]], menjadi [[sarjana]] namun tak mencapai [[magister]]. Ia mendapat penghasilan sebagai [[redaktur]] ''Nederlandsch-Indië Oud en Nieuw'' dan menerbitkan buah pemikirannya dalam berbagai media cetak (''Bandera Wolanda'', ''Het getij'', ''Wederopbouw'', ''[[De Gids]]'', ''Oedaya'', ''De Tijdspiegel''). Ia juga salah satu pendiri [[Perhimpunan Hindia]] dan menjadi pimpinannya antara tahun [[1911]]-[[1914]]. Bersama [[Louis Petit]], pada tahun [[1920]] ia mendirikan perusahaan penerbitan Hadi Poestaka. Ia aktif di dunia budaya Den Haag dan bersahabat dekat dengan [[Ben van Eysselsteijn]].
Noto Soeroto merupakan penganjur "politik asosiasi", di mana orang Belanda dan Indonesia harus menggabungkan sifat-sifat terbaiknya - rasionalisme Barat di jantung Timur - mencapai keberhasilan tertinggi dalam nilai-nilai material dan spiritual (nyata terkait dengan Tagore). Ia dikirim ayahnya ke Belanda untuk belajar Hukum di Leiden pada tahun 1910.
Ia juga salah satu pendiri [[Perhimpunan Hindia]] dan menjadi pimpinannya antara tahun [[1911]]-[[1914]]. Bersama [[Louis Petit]], pada tahun [[1920]] ia mendirikan perusahaan penerbitan Hadi Poestaka. Ia aktif di dunia budaya Den Haag dan bersahabat dekat dengan [[Ben van Eysselsteijn]].

Selama tinggal di Belanda, banyak publikasi yang ia terbitkan termasuk kontribusi dalam tinjauan sastra penting seperti avant garde Het Getij , De Gemeenschap , Links Richten dan Forum . Puisi-puisinya diterbitkan dalam banyak volume dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Mereka memiliki gelar-gelar eksotis seperti Melati-knoppen , Melati kuncup, De geur van moeders haarwrong , bau/bau simpul rambut ibu atau Lotos morgendauw, Loto atau embun pagi. Dia menulis brosur terkenal tentang Kartini, putri Jawa dan pahlawan nasional Indonesia, yang surat-surat populernya diterbitkan pada tahun 1912 dan juga berkontribusi pada sastra Hindia Belanda .<ref name="DBNL Website">{{in lang|nl}} Nieuwenhuys, Rob ''Oost-Indische spiegel. Wat Nederlandse schrijvers en dichters over Indonesië hebben geschreven, vanaf de eerste jaren der compagnie tot op heden.'' (Publisher: Querido, Amsterdam, 1978) P.366-369 Online: [http://www.dbnl.org/tekst/nieu018oost02_01/nieu018oost02_01_0054.php DBNL Website.]</ref>

Ia bukanlah seorang nasionalis Indonesia yang radikal, tetapi seorang pendukung apa yang disebut politik asosiasi, yang mengupayakan kerja sama antara Belanda dan penduduk asli Hindia Belanda. Dalam majalah sastranya sendiri Oedaya (bahasa Inggris: Sunrise), yang didirikan pada tahun 1923, ia mengklaim "tidak berada di bawah pengaruh partai politik mana pun, atau kepentingan pribadi apa pun." Para editor majalahnya, katanya, "semata-mata dipandu oleh sikap konstruktif terhadap hubungan antara Belanda dan Indonesia." " Ketenangan, bertahap dan kealamian, yang dilambangkan dengan matahari terbit" menjadi pedoman majalah ini untuk berkontribusi pada (matahari) terbitnya Indonesia.<ref name="DBNL Website"/>


Pada tahun [[1918]], Noto Soeroto menikah dengan Jo Meijer, seorang wanita Belanda. Dari pernikahan tersebut lahirlah Rawindo (1918), Dewatya ([[1922]]), dan Harindro Dirodjo ([[1928]]). Jo, Rawi dan Dewi kelak aktif dalam melawan [[pendudukan Nazi di Belanda]].
Pada tahun [[1918]], Noto Soeroto menikah dengan Jo Meijer, seorang wanita Belanda. Dari pernikahan tersebut lahirlah Rawindo (1918), Dewatya ([[1922]]), dan Harindro Dirodjo ([[1928]]). Jo, Rawi dan Dewi kelak aktif dalam melawan [[pendudukan Nazi di Belanda]].


Perhimpunan Hindia berubah nama menjadi [[Perhimpunan Indonesia]] dan makin menunjukkan rasa nasionalisme yang kian menguat. Dengan harian ''Oedaya'', Noto Soeroto lebih banyak bersikap konservatif dan pada tahun [[1924]] keluar dari perhimpunan itu. Pada tahun [[1930]], ia menjadi ketua [[Perserikatan Indonesia-Belanda]] (NIV), dan tak sampai setahun menjabatnya. Di awal tahun [[1932]], ia kembali ke [[Hindia-Belanda]] tanpa keluarganya. Ia bekerja di [[asuransi]] dan juga sebagai sekretaris pribadi [[Mangkunagara VII]] (sahabat masa kecilnya Soerjo Soeparto yang telah naik tahta) di Soerakarta.
Perhimpunan Hindia berubah nama menjadi [[Perhimpunan Indonesia]] dan makin menunjukkan rasa nasionalisme yang kian menguat. Dengan harian ''Oedaya'', Noto Soeroto lebih banyak bersikap konservatif dan pada tahun [[1924]] keluar dari perhimpunan itu. Pada tahun [[1930]], ia menjadi ketua [[Perserikatan Indonesia-Belanda]] (NIV), dan tak sampai setahun menjabatnya. Di awal tahun [[1932]], ia kembali ke [[Hindia Belanda]] tanpa keluarganya. Ia bekerja di [[asuransi]] dan juga sebagai sekretaris pribadi Mangkunagara VII (sahabat masa kecilnya Soerjo Soeparto yang telah naik tahta) di Soerakarta.


Dalam [[pendudukan Jepang di Indonesia]], Noto Soeroto dianggap bekerja sama dengan angkatan kolonial Belanda sehingga disiksa Jepang. Setelah mangkatnya Mangkunagara VII, ia mencoba karier kewartawanan di ''[[De Locomotief]]''. Noto Soeroto meninggal dalam keadaan miskin.
Dalam [[pendudukan Jepang di Indonesia]], Noto Soeroto dianggap bekerja sama dengan angkatan kolonial Belanda sehingga disiksa Jepang. Setelah mangkatnya Mangkunagara VII, ia mencoba karier kewartawanan di ''[[De Locomotief]]''. Noto Soeroto meninggal dalam keadaan miskin.


== Karya ==
== Karya ==

* ''Melatiknoppen'' ([[1915]])
* ''De geur van moeders haarwrong'' ([[1916]])
* ''Melatiknoppen'' ([[1915]])
* ''Fluisteringen van den avondwind'' ([[1917]])
* ''De geur van moeders haarwrong'' ([[1916]])
* ''Fluisteringen van den avondwind'' ([[1917]])
* ''Bloeme-ketenen'' (1918)
* ''Lotos en morgendauw'' ([[1920]])
* ''Bloeme-ketenen'' (1918)
* ''Kleurschakeeringen'' ([[1925]])
* ''Lotos en morgendauw'' ([[1920]])
* ''Nieuwe fluisteringen van den avondwind'' (1925)
* ''Kleurschakeeringen'' ([[1925]])
* ''Nieuwe fluisteringen van den avondwind'' (1925)
* ''Wayang-liederen'' ([[1931]])
* ''Wayang-liederen'' ([[1931]])
* ''Goden, mensen dieren'' ([[1956]])
* ''Goden, mensen dieren'' ([[1956]])


Karya-karya Noto Soeroto diterjemahkan dalam [[bahasa Jawa]], [[bahasa Indonesia|Indonesia]], [[bahasa Perancis|Perancis]], [[bahasa Inggris|Inggris]], dan [[bahasa Jerman|Jerman]], dan dibuat nadanya oleh sejumlah [[komponis]], seperti [[Bernhard van den Sigtenhorst Meijer]].
Karya-karya Noto Soeroto diterjemahkan dalam [[bahasa Jawa]], [[bahasa Indonesia|Indonesia]], [[bahasa Prancis|Prancis]], [[bahasa Inggris|Inggris]], dan [[bahasa Jerman|Jerman]], dan dibuat nadanya oleh sejumlah [[komponis]], seperti [[Bernhard van den Sigtenhorst Meijer]].

== Puisi ==

Buku puisinya Wayang Songs diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis dan Jerman. Di sini dia juga berhasil menggambarkan apa yang dia rasakan sebagai takdirnya.<blockquote>"Inilah kehidupan duniawiku, penuh dengan masalah dan perjuangan, dan banyak musuhku, menertawakanku. Asah mereka mengenai sasaran lebih cepat dari panah berbulu, kata-kata mereka lebih tajam dari keris. Pertarunganku belum berakhir.[... .]Tuhan, biarkan aku menjadi wayang di tangan-Mu. Kemudian setelah seratus tahun atau seribu tahun tangan-Mu akan menggerakkanku lagi. Kemudian ketika waktuku akan terbit lagi dalam keabadian-Mu, Engkau akan mengangkatku dan lagi aku akan berbicara dan bertarung. Dan kemudian musuhku akan dibungkam dan iblis itu akan jatuh. Tuhan, biarkan aku menjadi Wayang di tangan-Mu."
<ref>{{in lang|nl}} Original Dutch text: "Dit mijn aardse leven is vol van moeite en strijd, en mijn vijanden die vele zijn, lachen om mij. Hun hoon schiet sneller naar het doel dan gevederde pijlen; hun woorden vlijmen scherper dan krissen. Mijn strijd is nog niet uitgestreden. [...] Heer, laat mij een wajang zijn in Uw handen. Dan zal over honderd jaar of duizend jaar Uw hand mij weer doen bewegen. Dan zult Gij mij ééns, wanneer mijn tijd in Uw eeuwigheid gekomen zal zijn, opnieuw opnemen en ik zal opnieuw spreken én strijden. En eenmaal zullen mijn vijanden zwijgen en zal de demon nederliggen. Heer, laat mij een wajang zijn in Uw handen." in Nieuwenhuys, Rob ''Oost-Indische spiegel. Wat Nederlandse schrijvers en dichters over Indonesië hebben geschreven, vanaf de eerste jaren der compagnie tot op heden.'' (Publisher: Querido, Amsterdam, 1978) P.366-369 Online: [http://www.dbnl.org/tekst/nieu018oost02_01/nieu018oost02_01_0054.php DBNL Website.]</ref>
</blockquote>


== Trivia ==
== Trivia ==

* Pada saat diminta untuk memberikan nama bagi [[KLM Interinsulair Bedrijf]] yang diserahkan Belanda kepada Indonesia, [[Presiden Republik Indonesia|Presiden]] [[Soekarno]] menyebutkan nama [[Garuda Indonesia|Garuda]], seraya mengutip sajak karya Noto Soeroto yang termuat dalam ''Wayang-liederen''.
* Pada saat penamaan dan pendirian maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia tahun 1949 ([[KLM Interinsulair Bedrijf]]). [[Presiden Republik Indonesia|Presiden]] [[Soekarno]] mengutip puisi Soeroto. "Ik ben Garuda, vogel Wishnoe, die zijn vleugels uitslaat hoog boven uw eilanden." , "Aku Garuda, burung Wisnu , yang membentangkan sayapku tinggi-tinggi di atas pulau-pulaumu."
* [[Roman]] ''Schimmenspel'' ([[1958]]) karya [[Johan Fabricius]] didasarkan pada kehidupan Noto Soeroto.
* [[Roman]] ''Schimmenspel'' ([[1958]]) karya [[Johan Fabricius]] didasarkan pada kehidupan Noto Soeroto.

==Referensi==

===Bibliografi===
Nieuwenhuys, Rob ''Mirror of the Indies: A History of Dutch Colonial Literature'' translated from Dutch by E. M. Beekman (Publisher: Periplus, 1999) [https://books.google.com/books?id=I4I7D3U19OsC&printsec=frontcover&dq=Mirror+of+the+Indies:+a+history+of+Dutch+colonial+literature&hl=en&ei=L5SkTOS_MpWQ4Qa6sJTuDA&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1&ved=0CCwQ6AEwAA#v=onepage&q&f=false]


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==

* [http://www.dbnl.org/tekst/bork001nede01/noto001.htm Kenschets in Van Bork & Verkruijsse, ''De Nederlandse en Vlaamse auteurs'']
* [http://www.dbnl.org/tekst/bork001nede01/noto001.htm Kenschets in Van Bork & Verkruijsse, ''De Nederlandse en Vlaamse auteurs''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070911093540/http://www.dbnl.org/tekst/bork001nede01/noto001.htm |date=2007-09-11 }}


{{lifetime|1888|1951|Soeroto, Noto}}
{{lifetime|1888|1951|Soeroto, Noto}}
{{Authority control}}


[[Kategori:Penulis Indonesia]]
[[Kategori:Penulis Indonesia]]
Baris 38: Baris 80:
[[Kategori:Penari Indonesia]]
[[Kategori:Penari Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh dari Kota Yogyakarta]]
[[Kategori:Tokoh dari Kota Yogyakarta]]
[[Kategori:Tokoh dari Yogyakarta]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]

[[nl:Raden Mas Noto Soeroto]]

Revisi terkini sejak 12 Juni 2023 05.47

Informasi Pribadi
Raden Mas Noto Soeroto, sketsa C. van Huut Kardos (1932)
Lahir(1888-06-05)5 Juni 1888
Belanda Pakualaman, Yogyakarta, Hindia Belanda.
Meninggal25 November 1951(1951-11-25) (umur 63)
Indonesia Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia
KebangsaanJawa
AlmamaterRijksuniversiteit Leiden
PekerjaanPenyair dan Penulis Sastra, Jurnalis, Aktivis Budaya
OrganisasiPerhimpunan Indonesia
Dikenal atasPenyair Jawa pertama yang karya-karyanya dikenal dalam ranah kesusasteraan Belanda

Raden Mas Noto Soeroto atau Noto Suroto (5 Juni 1888 – 25 November 1951) pangeran Jawa dari Pakualaman adalah seorang penyair, penulis Sastra dan jurnalis di Hindia Belanda (sekarang: Indonesia). Ia juga dikenal sebagai penyair Jawa pertama yang karya-karyanya secara signifikan berkontribusi pada sistem sastra Belanda dengan mengeksplorasi tema-tema sastra baru dan berfokus pada protagonis pribumi, pada saat yang sama menarik perhatian pada budaya pribumi dan penderitaan pribumi.

Biografi[sunting | sunting sumber]

Noto Soeroto adalah putera Pangeran Ario Notodirodjo (1858-1917), putera Paku Alam V. Noto Soeroto sendiri selalu memelihara hubungan baik dengan sahabat masa kecilnya Soerjo Soeparto, yang pada tahun 1916 diangkat sebagai KGPAA Mangkunegara VII, penguasa Kadipaten Mangkunegaran (Surakarta).

Noto Soeroto merupakan penganjur "politik asosiasi", di mana orang Belanda dan Indonesia harus menggabungkan sifat-sifat terbaiknya - rasionalisme Barat di jantung Timur - mencapai keberhasilan tertinggi dalam nilai-nilai material dan spiritual (nyata terkait dengan Tagore). Ia dikirim ayahnya ke Belanda untuk belajar Hukum di Leiden pada tahun 1910.

Ia juga salah satu pendiri Perhimpunan Hindia dan menjadi pimpinannya antara tahun 1911-1914. Bersama Louis Petit, pada tahun 1920 ia mendirikan perusahaan penerbitan Hadi Poestaka. Ia aktif di dunia budaya Den Haag dan bersahabat dekat dengan Ben van Eysselsteijn.

Selama tinggal di Belanda, banyak publikasi yang ia terbitkan termasuk kontribusi dalam tinjauan sastra penting seperti avant garde Het Getij , De Gemeenschap , Links Richten dan Forum . Puisi-puisinya diterbitkan dalam banyak volume dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Mereka memiliki gelar-gelar eksotis seperti Melati-knoppen , Melati kuncup, De geur van moeders haarwrong , bau/bau simpul rambut ibu atau Lotos morgendauw, Loto atau embun pagi. Dia menulis brosur terkenal tentang Kartini, putri Jawa dan pahlawan nasional Indonesia, yang surat-surat populernya diterbitkan pada tahun 1912 dan juga berkontribusi pada sastra Hindia Belanda .[1]

Ia bukanlah seorang nasionalis Indonesia yang radikal, tetapi seorang pendukung apa yang disebut politik asosiasi, yang mengupayakan kerja sama antara Belanda dan penduduk asli Hindia Belanda. Dalam majalah sastranya sendiri Oedaya (bahasa Inggris: Sunrise), yang didirikan pada tahun 1923, ia mengklaim "tidak berada di bawah pengaruh partai politik mana pun, atau kepentingan pribadi apa pun." Para editor majalahnya, katanya, "semata-mata dipandu oleh sikap konstruktif terhadap hubungan antara Belanda dan Indonesia." " Ketenangan, bertahap dan kealamian, yang dilambangkan dengan matahari terbit" menjadi pedoman majalah ini untuk berkontribusi pada (matahari) terbitnya Indonesia.[1]

Pada tahun 1918, Noto Soeroto menikah dengan Jo Meijer, seorang wanita Belanda. Dari pernikahan tersebut lahirlah Rawindo (1918), Dewatya (1922), dan Harindro Dirodjo (1928). Jo, Rawi dan Dewi kelak aktif dalam melawan pendudukan Nazi di Belanda.

Perhimpunan Hindia berubah nama menjadi Perhimpunan Indonesia dan makin menunjukkan rasa nasionalisme yang kian menguat. Dengan harian Oedaya, Noto Soeroto lebih banyak bersikap konservatif dan pada tahun 1924 keluar dari perhimpunan itu. Pada tahun 1930, ia menjadi ketua Perserikatan Indonesia-Belanda (NIV), dan tak sampai setahun menjabatnya. Di awal tahun 1932, ia kembali ke Hindia Belanda tanpa keluarganya. Ia bekerja di asuransi dan juga sebagai sekretaris pribadi Mangkunagara VII (sahabat masa kecilnya Soerjo Soeparto yang telah naik tahta) di Soerakarta.

Dalam pendudukan Jepang di Indonesia, Noto Soeroto dianggap bekerja sama dengan angkatan kolonial Belanda sehingga disiksa Jepang. Setelah mangkatnya Mangkunagara VII, ia mencoba karier kewartawanan di De Locomotief. Noto Soeroto meninggal dalam keadaan miskin.

Karya[sunting | sunting sumber]

  • Melatiknoppen (1915)
  • De geur van moeders haarwrong (1916)
  • Fluisteringen van den avondwind (1917)
  • Bloeme-ketenen (1918)
  • Lotos en morgendauw (1920)
  • Kleurschakeeringen (1925)
  • Nieuwe fluisteringen van den avondwind (1925)
  • Wayang-liederen (1931)
  • Goden, mensen dieren (1956)

Karya-karya Noto Soeroto diterjemahkan dalam bahasa Jawa, Indonesia, Prancis, Inggris, dan Jerman, dan dibuat nadanya oleh sejumlah komponis, seperti Bernhard van den Sigtenhorst Meijer.

Puisi[sunting | sunting sumber]

Buku puisinya Wayang Songs diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis dan Jerman. Di sini dia juga berhasil menggambarkan apa yang dia rasakan sebagai takdirnya.

"Inilah kehidupan duniawiku, penuh dengan masalah dan perjuangan, dan banyak musuhku, menertawakanku. Asah mereka mengenai sasaran lebih cepat dari panah berbulu, kata-kata mereka lebih tajam dari keris. Pertarunganku belum berakhir.[... .]Tuhan, biarkan aku menjadi wayang di tangan-Mu. Kemudian setelah seratus tahun atau seribu tahun tangan-Mu akan menggerakkanku lagi. Kemudian ketika waktuku akan terbit lagi dalam keabadian-Mu, Engkau akan mengangkatku dan lagi aku akan berbicara dan bertarung. Dan kemudian musuhku akan dibungkam dan iblis itu akan jatuh. Tuhan, biarkan aku menjadi Wayang di tangan-Mu."

[2]

Trivia[sunting | sunting sumber]

  • Pada saat penamaan dan pendirian maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia tahun 1949 (KLM Interinsulair Bedrijf). Presiden Soekarno mengutip puisi Soeroto. "Ik ben Garuda, vogel Wishnoe, die zijn vleugels uitslaat hoog boven uw eilanden." , "Aku Garuda, burung Wisnu , yang membentangkan sayapku tinggi-tinggi di atas pulau-pulaumu."
  • Roman Schimmenspel (1958) karya Johan Fabricius didasarkan pada kehidupan Noto Soeroto.

Referensi[sunting | sunting sumber]

Bibliografi[sunting | sunting sumber]

Nieuwenhuys, Rob Mirror of the Indies: A History of Dutch Colonial Literature translated from Dutch by E. M. Beekman (Publisher: Periplus, 1999) [1]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b (dalam bahasa Belanda) Nieuwenhuys, Rob Oost-Indische spiegel. Wat Nederlandse schrijvers en dichters over Indonesië hebben geschreven, vanaf de eerste jaren der compagnie tot op heden. (Publisher: Querido, Amsterdam, 1978) P.366-369 Online: DBNL Website.
  2. ^ (dalam bahasa Belanda) Original Dutch text: "Dit mijn aardse leven is vol van moeite en strijd, en mijn vijanden die vele zijn, lachen om mij. Hun hoon schiet sneller naar het doel dan gevederde pijlen; hun woorden vlijmen scherper dan krissen. Mijn strijd is nog niet uitgestreden. [...] Heer, laat mij een wajang zijn in Uw handen. Dan zal over honderd jaar of duizend jaar Uw hand mij weer doen bewegen. Dan zult Gij mij ééns, wanneer mijn tijd in Uw eeuwigheid gekomen zal zijn, opnieuw opnemen en ik zal opnieuw spreken én strijden. En eenmaal zullen mijn vijanden zwijgen en zal de demon nederliggen. Heer, laat mij een wajang zijn in Uw handen." in Nieuwenhuys, Rob Oost-Indische spiegel. Wat Nederlandse schrijvers en dichters over Indonesië hebben geschreven, vanaf de eerste jaren der compagnie tot op heden. (Publisher: Querido, Amsterdam, 1978) P.366-369 Online: DBNL Website.