Penyelundupan telur ulat sutra ke Kekaisaran Romawi Timur: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 12: Baris 12:
== Latar belakang ==
== Latar belakang ==
[[Berkas:Silkworms3000px.jpg|jmpl|ka|Ulat sutra]]
[[Berkas:Silkworms3000px.jpg|jmpl|ka|Ulat sutra]]
[[Sutra]], yang mula-mula diproduksi pada milenium keempat SM oleh bangsa Tiongkok, merupakan sebuah komoditas dagang yang berharga di [[Jalur Sutra]].<ref name="Washington">{{cite web | url = http://depts.washington.edu/silkroad/exhibit/trade/silkae.html | title = Silk | publisher = University of Washington | accessdate =20 April 2013}}</ref> Pada abad kesatu Masehi, sutra diperdagangkan hingga ke Kekaisaran Romawi.<ref name="Washington"/> Namun, akibat kebangkitan [[Kekaisaran Sasaniyah]] dan kemudian meletusnya [[Peperangan Romawi–Persia]], pengimporan sutra ke Eropa menjadi sulit dan memakan biaya yang besar. Bangsa Persia mengendalikan perdagangan di wilayah mereka dan akan menghentikan perdagangan pada masa perang.<ref>Norwich, John (1988), ''Byzantium: The Early Centuries'' hlm. 265</ref> Akibatnya, Kaisar Romawi Timur [[Yustinianus I]] berupaya mencari jalur dagang alternatif menuju [[Sogdiana]], yang pada masa itu merupakan pusat penghasil sutra yang besar.<ref name="Clare1590">Clare, Israel (1906), Library of Universal History: Mediaeval History hlm. 1590</ref> Ia mengirim dua ekspedisi, yang pertama ke utara melalui [[Krimea]], dan yang satu ke selatan melalui [[Kerajaan Aksum|Etiopia]].<ref name="Norwich266">Norwich, hlm. 266</ref> Kegagalan upaya tersebut membuat Yustinianus I mencari cara lain.
[[Sutra]], yang mula-mula diproduksi orang Tionghoa pada milenium ke-4 SM, adalah salah satu barang dagangan bernilai tinggi di sepanjang [[Jalur Sutra]].<ref name="Washington">{{cite web | url = http://depts.washington.edu/silkroad/exhibit/trade/silkae.html | title = Silk | publisher = University of Washington | accessdate =20 April 2013}}</ref> Pada abad pertama tarikh Masehi, sutra sudah masuk secara teratur ke wilayah wilayah Kekaisaran Romawi.<ref name="Washington"/> Bangkitnya [[Kekaisaran Sasaniyah|kemaharajaan wangsa Sasan]] yang disusul [[Peperangan Romawi–Persia|perang-perang Romawi-Persia]] membuat usaha impor sutra ke Eropa kian sulit dan makan biaya. Bangsa Persia mengendalikan perdagangan di wilayahnya secara ketat, dan akan membekukan kegiatan perdagangan pada masa perang.<ref>Norwich, John (1988), ''Byzantium: The Early Centuries'' hlm. 265</ref> Akibatnya, Kaisar Romawi Timur [[Yustinianus I]] berusaha menciptakan jalur-jalur dagang alternatif ke [[Sogdiana]], salah satu pusat industri sutra yang besar pada masa itu.<ref name="Clare1590">Clare, Israel (1906), Library of Universal History: Mediaeval History hlm. 1590</ref> Satu jalur melalui [[Krimea]], dan yang satu jalur lagi di selatan melalui [[Kerajaan Aksum|Etiopia]].<ref name="Norwich266">Norwich, hlm. 266</ref> Karena usaha ini gagal, Yustinianus I berusaha mencari cara lain untuk mendapatkan sutra.


== Penjelajahan ==
== Penjelajahan ==

Revisi per 11 April 2022 05.15

Penyelundupan telur-telur ulat sutra ke Kekaisaran Bizantium
Jalur sutra
TanggalPertengahan abad ke-6 (552/563 Masehi)
LokasiAsia Tengah
PartisipanDua biarawan
HasilPendirian industri sutra Bizantium

Pada pertengahan abad ke-6 Masehi, dua orang rahib Persia (atau dua orang Persia yang menyamar sebagai rahib), dengan dukungan Kaisar Romawi Timur Yustinianus I, berhasil menyelundupkan telur ulat sutra ke wilayah Kekaisaran Romawi Timur, sehingga Romawi Timur dapat menumbuhkan industri sutra dalam negeri. Bermodalkan ulat sutra selundupan dari Tiongkok ini, Romawi Timur mampu memonopoli usaha sutra di Eropa.[1]

Latar belakang

Ulat sutra

Sutra, yang mula-mula diproduksi orang Tionghoa pada milenium ke-4 SM, adalah salah satu barang dagangan bernilai tinggi di sepanjang Jalur Sutra.[2] Pada abad pertama tarikh Masehi, sutra sudah masuk secara teratur ke wilayah wilayah Kekaisaran Romawi.[2] Bangkitnya kemaharajaan wangsa Sasan yang disusul perang-perang Romawi-Persia membuat usaha impor sutra ke Eropa kian sulit dan makan biaya. Bangsa Persia mengendalikan perdagangan di wilayahnya secara ketat, dan akan membekukan kegiatan perdagangan pada masa perang.[3] Akibatnya, Kaisar Romawi Timur Yustinianus I berusaha menciptakan jalur-jalur dagang alternatif ke Sogdiana, salah satu pusat industri sutra yang besar pada masa itu.[4] Satu jalur melalui Krimea, dan yang satu jalur lagi di selatan melalui Etiopia.[5] Karena usaha ini gagal, Yustinianus I berusaha mencari cara lain untuk mendapatkan sutra.

Penjelajahan

Mosaik Yustinianus I

Dua biarawan yang tidak diketahui identitasnya (diyakini anggota Gereja Nestorian[2][6]) yang telah berkhotbah kepada umat Kristen di India (Gereja dari Timur di India), melakukan perjalanan menuju Tiongkok pada tahun 551 Masehi.[7] Setibanya di Tiongkok, mereka mengamati metode membesarkan ulat sutra dan menghasilkan sutra.[7] Sebelumnya, bangsa Romawi Timur mengira sutra dibuat di India.[8] Pada 552 Masehi, dua biarawan tersebut mencoba bertemu dengan Yustinianus I.[6] Sebagai balas budi kepada kaisar, para biarawan tersebut bersedia membawa ulat sutra dari Tiongkok.[9] Mereka diyakini berkelana melalui jalur utara di pesisir Laut Hitam yang mengantarkan mereka ke kawasan Transkaukasus dan Laut Kaspia.[1]

Ulat sutra dewasa membutuhkan suhu yang ideal agar tetap dapat bertahan hidup,[10] sehingga para biarawan ini memutuskan untuk mendapatkan bantuan dari kenalan mereka di Sogdiana untuk menyelundupkan telur atau larva ulat sutra yang disembunyikan di dalam batang bambu.[1][6] Semak-semak murbei yang menjadi pakan ulat sutra diberikan kepada para biarawan tersebut atau sebelumnya sudah diimpor ke Romawi Timur.[1] Secara keseluruhan, ekspedisi tersebut memakan waktu sekitar dua tahun.[11]

Dampak

Sutra Bizantium

Tak lama setelah ekspedisi tersebut, pabrik-pabrik sutra didirikan di Konstantinopel, Beirut, Antiokhia, Tirus, dan Thebes.[5] Dengan adanya ulat sutra, Kekaisaran Romawi Timur dapat memonopoli perdagangan sutra di Eropa. Selain itu, dengan memperoleh ulat sutra, monopoli Tiongkok dan Persia juga dipatahkan.[1] Sutra kemudian menopang ekonomi Romawi Timur selama 650 tahun berikutnya sampai akhirnya industri tersebut jatuh pada 1204.[12] Pakaian sutra, khususnya yang berwarna ungu kekaisaran, hanya dikenakan oleh kaum elit di Romawi Timur, dan hal tersebut diatur oleh undang-undang.[2] Produksi sutra di kawasan sekitaran Konstantinopel, terutama di Trakia, masih berlanjut sampai sekarang.

Catatan kaki

  1. ^ a b c d e Patrick Hunt. "Late Roman Silk: Smuggling and Espionage in the 6th Century CE". Stanford University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-06-26. Diakses tanggal 20 April 2013.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Stanford" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  2. ^ a b c d "Silk". University of Washington. Diakses tanggal 20 April 2013. 
  3. ^ Norwich, John (1988), Byzantium: The Early Centuries hlm. 265
  4. ^ Clare, Israel (1906), Library of Universal History: Mediaeval History hlm. 1590
  5. ^ a b Norwich, hlm. 266
  6. ^ a b c Norwich 1988, hlm. 266.
  7. ^ a b Clare 1906, hlm. 1589.
  8. ^ Clare 1906, hlm. 1587.
  9. ^ Clare 1906, hlm. 1590.
  10. ^ Peter Ross Range (Juli 2008). "Spin Cycle". The Smithsonian. Diakses tanggal 12 September 2019. 
  11. ^ Silk Museum of Lebanon
  12. ^ Muthesius, Anna (2003), Silk in the Medieval World hlm. 326