Pre project selling: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Blackman Jr. (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
mengubah beberapa kalimat
Baris 1: Baris 1:
{{Italictitle}}
{{Italictitle}}
'''''Pre project selling''''' adalah adalah suatu sistem penjualan properti berupa konsep, desain atau gambar sebelum properti yang dijual selesai dibangun yang dilakukan oleh para pengembang (''developer'').<ref>{{Cite journal|last=Adjie Triyanto|first=Habib|date=1 Juni 2018|title=Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Perjanjian
'''''Pre project selling''''' adalah adalah suatu sistem penjualan properti oleh developer berupa konsep, desain atau gambar sebelum properti yang dijual selesai dibangun. <ref>{{Cite journal|last=Adjie Triyanto|first=Habib|date=1 Juni 2018|title=Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Perjanjian
Pendahuluan dalam Jual Beli atas Satuan Rumah Susun yang Dipasarkan dengan Cara Pre Project
Pendahuluan dalam Jual Beli atas Satuan Rumah Susun yang Dipasarkan dengan Cara Pre Project
Selling|journal=Res Judicata|pages=58}}</ref>
Selling|journal=Res Judicata|pages=58}}</ref> Sistem penjualan banyak diterapkan oleh pengembang properti perumahan, apartemen, rumah susun, dan properti lainnya.


Jual beli yang dilakukan sebelum adanya pembangunan properti ini, dilakukan dengan suatu perjanjian baku yang disebut dengan Pengikatan Jual Beli (PPJB). Dalam PPJB ini, memuat kewenangan dan keharusan kedua belah pihak yang kemudian dituangkan dalam suatu akta jual beli yang ditandatangani oleh [[notaris]].<ref>{{Cite book|last=Sumardjono|first=Maria S.W.|date=2001|title=Kebijakan Pertanahan antar Regulasi dan Implementasi|location=Jakarta|publisher=Kompas Media Nusantara|isbn=979-709-211-9|pages=161|url-status=live}}</ref> Perjanjian pengikatan jual beli ialah suatu kesepakatan yang dilakukan oleh pihak pembangunan dan orang pada umumnya untuk melaksanakan kegiatan jual beli rumah atau satuan rumah susun yang dapat diselenggarakan oleh pelaku pembangunan sebelum konstruksi atau dalam proses konstruksi untuk rumah tunggal dan rumah deret yang dinyatakan dalam akta notaris.<ref>{{Cite journal|last=Anabelle|first=Mika|last2=Tanawijaya|first2=Hanafi|date=2019|title=SISTEM PRE PROJECT SELLING DALAM PENJUALAN SATUAN UNIT
Jual beli yang dilakukan sebelum adanya pembangunan properti ini, dilakukan dengan suatu perjanjian baku yang disebut dengan Pengikatan Jual Beli (PPJB). Dalam PPJB ini, memuat kewenangan dan keharusan kedua belah pihak yang kemudian dituangkan dalam suatu akta jual beli yang ditandatangani oleh [[notaris]].<ref>{{Cite book|last=Sumardjono|first=Maria S.W.|date=2001|title=Kebijakan Pertanahan antar Regulasi dan Implementasi|location=Jakarta|publisher=Kompas Media Nusantara|isbn=979-709-211-9|pages=161|url-status=live}}</ref> Perjanjian pengikatan jual beli ialah suatu kesepakatan yang dilakukan oleh pihak pembangunan dan orang pada umumnya untuk melaksanakan kegiatan jual beli rumah atau satuan rumah susun yang dapat diselenggarakan oleh pelaku pembangunan sebelum konstruksi atau dalam proses konstruksi untuk rumah tunggal dan rumah deret yang dinyatakan dalam akta notaris.<ref>{{Cite journal|last=Anabelle|first=Mika|last2=Tanawijaya|first2=Hanafi|date=2019|title=SISTEM PRE PROJECT SELLING DALAM PENJUALAN SATUAN UNIT
Baris 11: Baris 11:
JAKARTA NOMOR: 20/PDT.G/2019/PT.DKI)|journal=Jurnal Hukum Adigama|volume=2|pages=11}}</ref>
JAKARTA NOMOR: 20/PDT.G/2019/PT.DKI)|journal=Jurnal Hukum Adigama|volume=2|pages=11}}</ref>


Adanya sistem ''pre project selling'' yang dilakukan oleh developer ini bertujuan untuk mengetahui respon pasar terhadap projek properti yang akan mereka bangun. Sistem pemasaran ini kerap menggunakan brosur-brosur, maket, dan desain yang menampilkan visual projek properti itu sendiri. Biasanya, ''[[developer]]'' melakukan sistem penjualan dengan ''pre project selling'' melalui pembuatan [[Perjanjian Pengikatan Juali Beli (PPJB)]] terlebih dahulu sebelum objek jual beli tersebut dibangun. Hal ini bertujuan agar pengembang dan ''developer'' memiliki kesepakatan atas hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. Kemudian, setelah adanya kesepakatan tersebut pihak konsumen dapat memulai angsuran seiring berjalannya pembangunan sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat kedua belah pihak yang tertuang pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Dengan adanya uang angsuran tersebut, pengembang dapat memulai proses pembangunan properti sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati oleh pihak konsumen dan ''developer''.
Adanya sistem ''pre project selling'' yang dilakukan oleh developer ini bertujuan untuk mengetahui respon pasar terhadap projek properti yang akan mereka bangun. Sistem pemasaran ini kerap menggunakan brosur-brosur, maket, dan desain yang menampilkan visual projek properti itu sendiri. Biasanya, ''[[developer]]'' melakukan sistem penjualan dengan ''pre project selling'' melalui pembuatan [[Perjanjian Pengikatan Juali Beli (PPJB)]] terlebih dahulu sebelum objek jual beli tersebut dibangun. Hal ini bertujuan agar pengembang dan konsumen dapat memenuhi hak dan kewajiban sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka buat melalui PPJB tersebut.
Kemudian, setelah adanya kesepakatan tersebut pihak konsumen dapat memulai angsuran seiring berjalannya pembangunan sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat kedua belah pihak yang tertuang pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Dengan adanya uang angsuran tersebut, pengembang dapat memulai proses pembangunan properti sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati oleh pihak konsumen dan ''developer''.


== Dasar hukum ==
== Dasar hukum ==
Secara yuridis, mengenai sistem penjualan secara ''pre project selling'' diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Menurut Pasal 42 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2011 menyatakan bahwa:“Perumahan yang masih dalam proses pembangunan dapatdipasarkan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual beli setelah terpenuhinya syarat kepastian tentang status pemilikan tanah, halyang diperjanjian, kepemilikan IMB induk, ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum, serta keterbangunan perumahan paling sedikit 20%.”
Secara yuridis, terkait sistem pre project selling diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dalam Pasal 42 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2011 menyebutkan terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi terleih dahulu dalam sistem pemasaran perumahan yang masih dalam proses pembangunan, yaitu:
* kepastian tentang status pemilikan tanah,
* hal yang diperjanjian,
* kepemilikan IMB induk,
* ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
* keterbangunan perumahan paling sedikit 20%


Kemudian, dalam pasal 43 ayat 1 UU Rumah Susun juga menyebutkan mengenai jual beli apartemen yang dilakukan sebelum konstruksi diselesaikan dapat dilakukan melalui PPJB yang dibuat dihadapan notaris, dimana dalam pelaksanaan PPJB tersebut harus menyempurnakan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 43 Ayat 2 UU Rumah Susun.
Kemudian, dalam pasal 43 ayat 1 UU Rumah Susun juga menyebutkan mengenai jual beli apartemen yang dilakukan sebelum konstruksi diselesaikan dapat dilakukan melalui PPJB yang dibuat dihadapan notaris, dimana dalam pelaksanaan PPJB tersebut harus menyempurnakan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 43 Ayat 2 UU Rumah Susun.


Pasal 43 ayat (1): Proses jual beli sarusun sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan melalui PPJB yang dibuat di hadapan notaris. Pasal 43 ayat (2): PPJB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas: a. status kepemilikan tanah; b. kepemilikan IMB; c. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; d. keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen); dan e. hal yang diperjanjikan.
* Pasal 43 ayat (1): Proses jual beli sarusun sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan melalui PPJB yang dibuat di hadapan notaris.
* Pasal 43 ayat (2): PPJB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas:
a. status kepemilikan tanah;
b. kepemilikan IMB;
c. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
d. keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen);

e. hal yang diperjanjikan.

Sistem pemasaran dengan pre project selling ini


Sistem pemasaran dengan ''pre project selling'' mulai digunakan di Prancis pada tahun 1967 lalu. Kemudian mulai merambah di Indonesia seiring dengan lahirnya asas kebebasan berkontrak yang tertuang dalam pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,<ref>{{Cite web|last=Bintang|first=Sembilan|title=Sembilan Bintang & Partners {{!}} Pre Project Selling Berpotensi Perbuatan Melawan Hukum, Wanprestasi Hingga Kejahatan Korporasi|url=https://www.sembilanbintang.co.id/pre-project-selling-dapat-berpotensi-perbuatan-melawan-hukum-wanprestasi-hingga-kejahatan-korporasi/|language=en-US|access-date=2023-02-01}}</ref> “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya”.
Sebelum populer seperti saat ini, sistem pemasaran pre project selling telah populer sejak tahun 1967 lalu, yang berawal digunakan di Prancis. Kemudian mulai merambah di Indonesia seiring dengan lahirnya asas kebebasan berkontrak yang tertuang dalam pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya”.


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 2 Februari 2023 06.28

Pre project selling adalah adalah suatu sistem penjualan properti oleh developer berupa konsep, desain atau gambar sebelum properti yang dijual selesai dibangun. [1] Sistem penjualan banyak diterapkan oleh pengembang properti perumahan, apartemen, rumah susun, dan properti lainnya.

Jual beli yang dilakukan sebelum adanya pembangunan properti ini, dilakukan dengan suatu perjanjian baku yang disebut dengan Pengikatan Jual Beli (PPJB). Dalam PPJB ini, memuat kewenangan dan keharusan kedua belah pihak yang kemudian dituangkan dalam suatu akta jual beli yang ditandatangani oleh notaris.[2] Perjanjian pengikatan jual beli ialah suatu kesepakatan yang dilakukan oleh pihak pembangunan dan orang pada umumnya untuk melaksanakan kegiatan jual beli rumah atau satuan rumah susun yang dapat diselenggarakan oleh pelaku pembangunan sebelum konstruksi atau dalam proses konstruksi untuk rumah tunggal dan rumah deret yang dinyatakan dalam akta notaris.[3]

Adanya sistem pre project selling yang dilakukan oleh developer ini bertujuan untuk mengetahui respon pasar terhadap projek properti yang akan mereka bangun. Sistem pemasaran ini kerap menggunakan brosur-brosur, maket, dan desain yang menampilkan visual projek properti itu sendiri. Biasanya, developer melakukan sistem penjualan dengan pre project selling melalui pembuatan Perjanjian Pengikatan Juali Beli (PPJB) terlebih dahulu sebelum objek jual beli tersebut dibangun. Hal ini bertujuan agar pengembang dan konsumen dapat memenuhi hak dan kewajiban sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka buat melalui PPJB tersebut.

Kemudian, setelah adanya kesepakatan tersebut pihak konsumen dapat memulai angsuran seiring berjalannya pembangunan sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat kedua belah pihak yang tertuang pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Dengan adanya uang angsuran tersebut, pengembang dapat memulai proses pembangunan properti sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati oleh pihak konsumen dan developer.

Dasar hukum

Secara yuridis, terkait sistem pre project selling diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dalam Pasal 42 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2011 menyebutkan terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi terleih dahulu dalam sistem pemasaran perumahan yang masih dalam proses pembangunan, yaitu:

  • kepastian tentang status pemilikan tanah,
  • hal yang diperjanjian,
  • kepemilikan IMB induk,
  • ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
  • keterbangunan perumahan paling sedikit 20%

Kemudian, dalam pasal 43 ayat 1 UU Rumah Susun juga menyebutkan mengenai jual beli apartemen yang dilakukan sebelum konstruksi diselesaikan dapat dilakukan melalui PPJB yang dibuat dihadapan notaris, dimana dalam pelaksanaan PPJB tersebut harus menyempurnakan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 43 Ayat 2 UU Rumah Susun.

  • Pasal 43 ayat (1): Proses jual beli sarusun sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan melalui PPJB yang dibuat di hadapan notaris.
  • Pasal 43 ayat (2): PPJB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas:

a. status kepemilikan tanah;

b. kepemilikan IMB;

c. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;

d. keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen);

e. hal yang diperjanjikan.

Sistem pemasaran dengan pre project selling ini

Sebelum populer seperti saat ini, sistem pemasaran pre project selling telah populer sejak tahun 1967 lalu, yang berawal digunakan di Prancis. Kemudian mulai merambah di Indonesia seiring dengan lahirnya asas kebebasan berkontrak yang tertuang dalam pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya”.

Referensi

  1. ^ Adjie Triyanto, Habib (1 Juni 2018). "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Perjanjian Pendahuluan dalam Jual Beli atas Satuan Rumah Susun yang Dipasarkan dengan Cara Pre Project Selling". Res Judicata: 58.  line feed character di |title= pada posisi 54 (bantuan)
  2. ^ Sumardjono, Maria S.W. (2001). Kebijakan Pertanahan antar Regulasi dan Implementasi. Jakarta: Kompas Media Nusantara. hlm. 161. ISBN 979-709-211-9. 
  3. ^ Anabelle, Mika; Tanawijaya, Hanafi (2019). "SISTEM PRE PROJECT SELLING DALAM PENJUALAN SATUAN UNIT APARTEMEN MENURUT UNDANG -UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN (CONTOH KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGRI JAKARTA PUSAT NOMOR: 616/PDT.G/2017/PN.JKT.PST JO. PUTUSAN PENGADILAN TINGGI JAKARTA NOMOR: 20/PDT.G/2019/PT.DKI)". Jurnal Hukum Adigama. 2: 11.  line feed character di |title= pada posisi 55 (bantuan)