Rencana bergabungnya Kosovo dengan Uni Eropa
|
Rencana bergabungnya Kosovo dengan Uni Eropa adalah salah satu upaya internasional yang dilakukan Uni Eropa untuk memberi akses (aksesi) kepada Kosovo. Meskipun tidak semua negara anggota Uni Eropa mengakui kedaulatan Kosovo, namun Kosovo tetap dianggap sebagai calon anggota Uni Eropa yang sangat potensial untuk bergabung.[1][2][3][4]
Latar Belakang
[sunting | sunting sumber]Sejak bubarnya Yugoslavia kawasan Balkan terpecah menjadi beberapa negara-negara berdaulat, hal ini menjadikan kawasan Balkan sedikit tertinggal dibandingkan dengan wilayah Eropa yang lainnya. Meskipun sedikit tertinggal, negara-negara baru di Balkan sedang memperjuangkan agar dapat diterima sebagai anggota Uni Eropa, termasuk Kosovo.[2]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Ketika Perang Yugoslavia meletus pada 1991, negara itu terlibat perang saudara yang dilandasi pada identitas etnis dan agama. Etnis dominan Serbia melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan keutuhan Yugoslavia, tetapi militer kerap melakukan upaya-upaya yang melanggar hak asasi manusia. Upaya itu akhirnya mendapatkan perlawanan dari berbagai etnis lainnya yang ada di Yugoslavia, seperti; Kroasia, Bosnia, Albania, Makedonia, Slovenia, Montenegro, dan termasuk Kosovo.[5]
Kosovo merdeka dari Serbia pada 17 Februari 2008, hal ini membuat Kosovo sebagai negara bekas Yugoslavia terakhir yang mendatkan kedaulatan. Sejak sebelum merdeka, Kosovo sudah mendapatkan dukungan dari negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, negara-negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dan termasuk Uni Eropa. Tetapi untuk dapat diterima sebagai anggota Uni Eropa, Kosovo harus membangun hubungan dengan negara tetangganya, termasuk musuh lamanya, Serbia.[6]
Proses
[sunting | sunting sumber]Pihak Kosovo juga berupaya untuk membuka diri pada komunitas Eropa, salah satunya adalah menyetujui persyataran bebas visa perbatasan dari Uni Eropa. Sebagai aktualisasinya, parlemen Kosovo mengadakan pemungutan suara tentang persyaratan tersebut. Hasilnya dari 120 anggota parlemen, sekitar 80 orang anggota parlemen Kosovo mendukung, sementara 11 lainnya menolak dan sisanya abstain.[6]
Meskipun mendapatkan penentangan dari partai oposisi Vetevendosje, pemerintah Kosovo sudah siap mengeksekusi keputusan ini. Perdana Menteri Kosovo, Ramush Haradinaj bahkan mengatakan:
"Kosovo sekarang menunggu Uni Eropa untuk melakukan bagiannya, seperti yang dijanjikan, sehingga akhirnya warga Kosovo dapat dengan bebas melakukan perjalanan ke Uni Eropa seperti orang Eropa lainnya,"[6]
Keputusan dari parlemen dan pemerintah Kosovo juga mendapatkan reaksi positif dari diplomat Uni Eropa, Federica Mogherini. Hal ini menjadi satu kemajuan bagi Kosovo untuk diterima oleh Uni Eropa, karena negara-negara Balkan lainnya sudah melaksanakan kebijakan bebas visa terlebih dahulu.[6]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "EU enlargement: The next seven" (dalam bahasa Inggris). 2014-09-02. Diakses tanggal 2019-11-19.
- ^ a b "Uni Eropa: Negara-negara Balkan bisa jadi Anggota UE sebelum 2025". VOA Indonesia. Diakses tanggal 2019-11-19.
- ^ Anonymous (2016-12-06). "Kosovo". European Neighbourhood Policy And Enlargement Negotiations - European Commission (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-11-19.
- ^ "Kosovo* and the EU". EEAS - European External Action Service - European Commission (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-11-19.
- ^ "The History Guy: The Third Balkan War (1991-2001)". www.historyguy.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-11-19.
- ^ a b c d "Parlemen Kosovo Setujui Syarat Perbatasan Bebas Visa UE". Republika Online. 2018-03-22. Diakses tanggal 2019-11-19.