Skoliosis
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. (Desember 2020) |
Skoliosis | |
---|---|
Foto X-ray frontal dari perempuan penderita skoliosis berusia 16 tahun. ICD10 = M41 | |
Informasi umum | |
Spesialisasi | Bedah ortopedi |
Skoliosis adalah kelainan pada rangka tubuh yang berupa kelengkungan tulang belakang.[1] Sebanyak 75-85% kasus skoliosis merupakan idiofatik, yaitu kelainan yang tidak diketahui penyebabnya.[1] Sedangkan 15-25% kasus skoliosis lainnya merupakan efek samping yang diakibatkan karena menderita kelainan tertentu, seperti distrofi otot, sindrom Marfan, sindrom Down, dan penyakit lainnya.[1] Berbagai kelainan tersebut menyebabkan otot atau saraf di sekitar tulang belakang tidak berfungsi sempurna dan menyebabkan bentuk tulang belakang menjadi melengkung.[1]
Ahli bedah tulang (ortopedi) mengklasifikasikan idiofatik skoliosis ke dalam empat kategori berdasarkan usia penderita ketika kelengkungan tulang terlihat untuk pertama kalinya.[2] Keempat kategori tersebut adalah skoliosis idiofatik anak-anak, remaja, pada remaja yang berada di sekitar masa pubertas, dan dewasa.[2]
Pembagian
[sunting | sunting sumber]Dalam perkembangannya, skoliosis pada umumnya dibagi atas dua kategori diantaranya adalah skoliosis struktural dan non struktural.
Skoliosis struktural
[sunting | sunting sumber]Suatu kurvatura lateral spine yang irreversible dengan rotasi vertebra yang menetap. Rotasi vertebra terbesar terjadi pada apex. Jika kurva bertambah maka rotasi juga bertambah. Rotasi ini menyebabkan saat forward bending costa menonjol membentuk hump di sisi convex. Sebaliknya dada lebih menonjol di sisi concav. Skoliosis struktural tidak dapat dikoreksi dengan posisi atau usaha penderita sendiri.
Skoliosis fungsional
[sunting | sunting sumber]Disebut juga fungsional skoliosis/postural skoliosis. Suatu kurvatura lateral spine yang reversibel dan cenderung terpengaruh oleh posisi. Di sini tidak ada rotasi vertebra. Umumnya foward/side bending atau posisi supine/prone dapat mengoreksi skoliosis ini.
Kurva
[sunting | sunting sumber]- Arah skoliosis ditentukan berdasarkan letak apexnya.
- Kurva mayor/kurva primer adalah kurva yang paling besar, dan biasanya struktural. Umumnya pada skoliosis idiophatic terletak antara T4 s/d T12
- Kurva kompensatori adalah kurva yang lebih kecil, bisa kurva struktural maupun non struktural. Kurva ini membuat bahu penderita sama tingginya.
- Kurva mayor double, disebut demikian jika sepadan besar dan keparahannya, biasanya keduanya kurva struktural.
- Apex kurva adalah vertebra yang letaknya paling jauh dari garis tengah spine.
Letak dan bentuk kurva
[sunting | sunting sumber]- Kurva C: umumnya di thoracolumbal, tidak terkompensasi, kemungkinan karena posisi asimetri dalam waktu lama, kelemahan otot, atau sitting balance yang tidak baik.
- Kurva S: lebih sering terjadi pada skoliosis idiophatic, di thoracal kanan dan lumbal kiri, ada kurva mayor dan kurva kompensatori, umumnya struktural.
Derajat skoliosis
[sunting | sunting sumber]- Derajat skoliosis tergantung pada besar sudutnya dan besar rotasinya. Makin berat derajat skoliosis makin besar dampaknya pada sistem kardiopulmonal .
- Teknik pengukuran skoliosis
- Klasifikasi dari derajat kurva skoliosis
- Skoliosis ringan: kurva kurang dari 20 º
- Skoliosis sedang: kurva 20 º–40 º/50 º. Mulai terjadi perubahan struktural vertebra dan costa.
- Skoliosis berat: lebih dari 40 º/50 º. Berkaitan dengan rotasi vertebra yang lebih besar, sering disertai nyeri, penyakit sendi degeneratif, dan pada sudut lebih dari 60 º - 70 º terjadi gangguan fungsi kardiopulmonal bahkan menurunnya harapan hidup
Klasifikasi skoliosis berdasarkan etiologi
[sunting | sunting sumber]- Etiologi skoliosis struktural:
- Idiophatic: sekitar 75-85 %. Onset umumnya adolescent. Lebih banyak pada wanita. Secara teori dikaitkan dengan malformasi tulang selama pertumbuhan, kelemahan otot di satu sisi, postur abnormal, dan distribusi abnormal muscle spindle otot paraspinal.
- Neuromuscular : 15–20 %, seperti CP, myelomeningocele, neurofibromatosis, Polio, paraplegi traumatik, DMD, dll
- Osteopathic: congenital (hemivertebra) atau acquired (rickets, frakture, dll)
- Etiologi skoliosis nonstruktural
- Leg length discrepancy: True LLD atau Apparent LLD.
- Spasme otot punggung
- Habitual asymmetric posture
Evaluasi skoliosis
[sunting | sunting sumber]- Prosedur evaluasi
- Postural assessment, Evaluasi dilakukan dengan inspeksi anterior, lateral dan posterior penderita. Perhatikan adanya:
- Level bahu asimetris
- Skapula yang prominence di sisi convex
- Protusi hip di satu sisi
- Pelvic obliquity
- Meningkatnya lordotik lumbal
- Flexibility of the curve, Lakukan evaluasi dengan lateral dan forward bending untuk melihat adanya kelainan struktural. Lihat gambar.
- Lateral bending ke sisi convex untuk melihat apakah kurva skoliosis bisa terkoreksi. Lateral bending yang asimetris menunjukkan adanya kelainan struktural.
- Foward bending untuk melihat adanya rotasi vertebra di sisi convex berupa hump.
- Evaluation of muscle strength
- a. Otot sisi convex lemah
- b. Otot perut dan back extensor lemah
- c. Jika ada pelvic obliquity maka otot hip juga lemah pada sisi convex (hip yang lebih rendah)
- Diagnosa skoliosis dibuat berdasarkan:
- Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang lengkap
- Pemeriksaan tambahan
- a. X-ray standard skoliosis dilakukan dengan berdiri AP, bending kanan, bending kiri. Dilakukan pula evaluasi Risser Sign dan kalau perlu umur tulang/bone age.
- b. Pada skoliosis sedang dan berat sering kali perlu dilakukan pemeriksaan fungsi paru berupa vital capacity dan total lung capacity
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d (Inggris) David K. Wolpert (2006). Scoliosis Surgery: The Definitive Patient's Reference. Swordfish Communications. ISBN 978-0-9741955-2-0.Page.4-6
- ^ a b (Inggris) Michael Neuwirth, Kevin Osborn (2001). The Scoliosis Sourcebook. McGraw-Hill. ISBN 978-0-7373-0321-6.Page.4-5