Sulalatus Salatin

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Salah satu potongan teks Sulalatu'l-Salatin

Sulalatu'l-Salatin (secara harafiah bermaksud Penurunan segala raja-raja)[1] merupakan karya dalam Bahasa Melayu dan menggunakan Abjad Jawi. Karya tulis ini memiliki sekurang-kurangnya 29 versi atau manuskrip yang tersebar di antara lain di Inggris (10 di London, 1 di Manchester), Belanda (11 di Leiden, 1 di Amsterdam), Indonesia (5 di Jakarta), dan 1 di Rusia (Leningrad).

Sulalatu'l-Salatin bergaya penulisan seperti babad, di sana-sini terdapat penggambaran hiperbolik untuk membesarkan raja dan keluarganya. Namun demikian, naskah ini dianggap penting karena ia menggambarkan adat-istiadat kerajaan, silsilah raja dan sejarah Kerajaan Melayu dan boleh dikatakan menyerupai konsep Sejarah Sahih (Veritable History) Cina, yang mencatat sejarah dinasti sebelumnya.[2]

Versi naskah

Dari semua versi naskah yang ada, isinya bervariasi, baik pada fragmen, ada yang panjang dan ada yang pendek, tata letak cerita berbeda, transliterasi yang berbeda, bahkan ada versi salinan dari versi sebelumnya. Namun secara garis besarnya, naskah-naskah tersebut dapat dikelompokan atas:[3]

  1. Versi suntingan dari Abdullah bin Abdulkadir Munsyi tahun 1831.
  2. Versi suntingan dari Edouard Dulaurier tahun 1849
  3. Versi dari William Shellabear.
  4. Versi dari Raffles 18, yang dipublikasikan oleh Richard Olaf Winstedt tahun 1938.
  5. Versi suntingan Raffles, yang diterjemahkan pertama kali oleh John Leyden dalam Bahasa Inggris tahun 1821.
  6. Versi suntingan Aman Datuk Madjoindo, dicetak di Jakarta tahun 1959.
  7. Versi terjemahan kepada Bahasa Perancis tahun 1896.

Perbandingan naskah

Sulalatu'l-Salatin versi Raffles maupun Shellabear pada dasarnya berisikan tentang klaim kekuasaan dan kompetisi dari para penguasa di Bumi Melayu.[4] Karya ini kemungkinan pertama kali ditulis sekitar abad ke-16,[5] menceritakan sejarah mengenai kebangkitan, kegemilangan dan kejatuhan zaman pemerintahan Melayu yang ditulis oleh beberapa orang pengarang Melayu.[6] Namun uraian teks pada naskah ini belum dapat memberikan penjelasan yang tepat dan benar, karena masih terdapat pertentangan dengan beberapa sumber primer sejarah lainnya seperti catatan yang dibuat oleh Portugal dan Belanda. Hal ini tidak lepas dari bahwa Sulalatu'l-Salatin telah mengalami perubahan yang dilakukan oleh beberapa pengarang berikutnya yang kemungkinan ada menambah dan mengurangkan isi teks pada naskah.[5]

Sulalatu'l-Salatin memiliki beberapa variasi versi, kemungkinan versi pendek, versi yang belum diselesaikan penulisnya atau sebaliknya versi panjang merupakan tambahan yang dibuat oleh penulis berikutnya.[3] Namun demikian secara keseluruhan Sulalatu'l-Salatin merupakan sebuah karya besar yang merangkumi beberapa cerita atau kisah lain yang berkaitan dengan Dunia Melayu, sebagaimana cerita yang terdapat pada Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Siak dan sebagainya.

Judul naskah

Salah satu versi yang berkode Raffles 18, dianggap versi yang pertama diterjemahkan (terjemahan bebas) ke dalam Bahasa Inggris dan diberi judul Malay Annals.[7] Walau versi yang pertama kali dicetak adalah hasil suntingan Abdullah bin Abdulkadir Munsyi di Singapura tahun 1831, kemudian disusul versi William Shellabear,[8] Namun dari dari versi-versi yang berbahasa Inggris inilah kembali diterjemahkan, dan lebih dikenal dengan judul Sejarah Melayu. Sementara naskah yang diterjemahkan ke Bahasa Belanda masih tetap menggunakan judul sebagaimana yang terdapat pada naskah. Kemudian sekitar tahun 1979, judul Sulalatus Salatin kembali digunakan oleh Abdul Samad Ahmad pada versi kompilasinya, yang kemudian diikuti oleh beberapa peneliti berikutnya.

Isi naskah

Dari mukadimah naskah pada beberapa versi Sulalatu'l-Salatin terdapat perbedaan penafsiran untuk nama pengarang atau penyunting naskah ini, di mana nama Tun Mambang dianggap sama dengan Tun Sri Lanang.[9] Belakangan muncul versi yang dianggap mendekati versi aslinya namun tidak menyebutkan siapa pengarang atau pun penyuntingnya. Versi ini berisikan beberapa potongan cerita sebagaimana yang secara garis besar terdapat pada semua naskah Sulalatu'l-Salatin, perbedaan versi ini terdapat pada bab tertentu yang telah memberikan penanggalan dalam Hijriah pada alur ceritanya,[3] walau jika dikonfrontasi dengan sumber lainnya masih menimbulkan keraguan akan ketepatan penanggalan tersebut. Namun dari semua versi yang ada, perintah penyusunan naskah sama, menyebutkan atas titah Yang Dipertuan di Hilir. Dari uraian mukadimah naskah diketahui bahwa selepas penaklukan Aceh atas Johor tahun 1613, Sultan Johor kemudian ditawan dan dibawa ke Aceh.

Penyampaian alur cerita pada Sulalatu'l-Salatin tidak lepas dari pengaruh politik yang berkuasa pada setiap masa penulisannya, karena ada alur cerita yang tidak semua versi menyebutnya. Sisipan cerita tambahan tersebut mungkin sebagai legitimasi bagi penguasa-penguasa berikutnya di kawasan Melayu. Hal ini terlihat mulai dari bab Bustanus Salatin, pada salah satu pasalnya terdapat silsilah keturunan Sultan Aceh yang nasabnya dirujuk sampai kepada raja Melayu di Bukit Siguntang. Sulalatu'l Salatin menguraikan silsilah dari para raja di kawasan Melayu, bermula dari Sang Sapurba keturunan Iskandar Zulkarnain, kemudian Sang Sapurba menjadi Maharajadiraja di Minangkabau, dan dari tokoh ini raja-raja di kawasan Melayu diturunkan. Kemudian terdapat kisah salah seorang putra Sang Sapurba yang bernama Sang Nila Utama bergelar Sri Tri Buana mendirikan Singapura. Gelar tersebut mirip dengan gelar Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa dalam Prasasti Padang Roco yang bertarikh 1286, merupakan Maharaja di Bumi Melayu yang mendapat kiriman hadiah Arca Amoghapasa dari Kertanagara Maharajadiraja Singhasari.

Sulalatu'l Salatin juga menceritakan tentang ekspansi Jawa di kawasan Melayu serta juga menyebutkan tentang sepeninggal Raja Majapahit, kemudian kedudukannya digantikan oleh anak perempuannya atas sokongan patihnya. Ratu Majapahit ini disebutkan menikah dengan putra Raja Tanjungpura. Hal ini jika dibandingkan dengan naskah Jawa Desawarnana dan Pararaton, yang menceritakan tentang pergantian Raja Majapahit Jayanagara kepada saudara perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi yang disokong oleh Gajah Mada. Ratu Majapahit ini kemudian menikah dengan Cakradhara bergelar Kertawardhana Bhre Tumapel, dan nantinya melahirkan Hayam Wuruk. Berdasarkan Prasasti Wingun Pitu terdapat Bhre Tangjungpura sebagai salah satu batara yang memerintah di salah satu daerah bawahan pemerintahan Majapahit. Prasasti ini bertarikh 1447, kemungkinan pada masa pemerintahan Ratu Suhita, dalam Pararaton disebutkan menikah dengan Bhra Hyang Parameswara.

Secara rinci Sulalatu'l Salatin memberikan urutan nama-nama raja di Malaka, kemudian terdapat berita kedatangan Afonso de Albuquerque dari Goa atas perintah Raja Portugal untuk menaklukan Malaka tahun 1511 pada masa Sultan Mahmud Syah. Perang melawan penaklukan Portugal ini membuat Sultan Malaka terpaksa berpindah pindah, mulai dari Bintan terus ke Kampar, kemudian ke Johor. Berdasarkan kronik Cina masa Dinasti Ming disebutkan pendiri Malaka adalah Bai-li-mi-su-la (Parameswara), namun nama tersebut tidak dijumpai pada semua versi Sulalatu'l-Salatin, tetapi nama ini kemudian dirujuk kepada Raja Iskandar Syah.

Kemudian ada pula sisipan cerita pengiriman utusan ke Makassar, yang kemudian pulang bersama seorang bangsawan Bugis yang hebat dan kemudian dikenal dengan nama Hang Tuah. Sementara dari versi lain Hang Tuah disebutkan hanyalah seorang nelayan dari Bintan namun memiliki kemahiran dalam silat, kemudian diangkat menjadi laksamana dan berperan dalam menjaga Malaka dari ancaman luar. Sementara kisah kunjungan utusan Raja Malaka kepada Raja Goa di Sulawesi tidak dijumpai pada versi Raffles, Abdullah, Dulaurier, Shellabear, Winstedt, Madjoindo dan lainnya. Kisah tersebut hanya terdapat pada naskah yang disebut ada di Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia saja.[9] Kemungkinan munculnya kisah ini sangat berkaitan dengan cerita sebagaimana yang terdapat pada Tuhfat al-Nafis.

Penulisan pada semua versi naskah Sulalatu'l Salatin menggunakan Abjad Jawi menunjukan adanya pengaruh Islam, walau pada beberapa alur ceritanya masih dijumpai adanya pengaruh Hindu dan Buddha pada naskah tersebut. Kisah kedatangan Islam di Pasai memberikan gambaran tentang awal dakwah Islam di kawasan Melayu. Kemudian dilanjutkan dengan cerita hubungan perkawinan antara putri Raja Pasai dengan Raja Malaka, yang menandakan Islam juga telah tersebar ke Malaka. Hubungan Pasai dan Malaka ini terus berlanjut dimana pada masa berikutnya Sultan Malaka disebutkan turut membantu memadamkan pemberontakan yang terjadi di Pasai. Laporan Ma Huan pembantu Cheng Ho menyebutkan bahwa adat istiadat seperti bahasa, maupun tradisi pada upacara kelahiran, perkawinan dan kematian yang digunakan masyarakat Pasai dan Malaka adalah sama.

Bab penutup

Dari semua variasi naskah Sulalatu'l-Salatin, umumnya diakhiri oleh bab yang berisikan tentang kematian Tun Ali Hati. Namun ada juga yang diakhiri oleh cerita serangan Jambi ke Johor (1673), kemudian ada juga sebagaimana yang terdapat pada Hikayat Raja Akil (Sultan Sukadana) yang diakhiri oleh Perang Palembang (1819-1821).

Rujukan

  1. ^ Marsden, W., (1811) The History of Sumatra, London.
  2. ^ Chinese history: a manual By Endymion Porter Wilkinson
  3. ^ a b c Roolvink, R., (1967), The Variant Version of The Malay Annals, kitlv-journals.
  4. ^ Wolters, O. W., (1999), History, culture, and region in Southeast Asian perspectives, SEAP Publications, ISBN 0877277257.
  5. ^ a b Milner, A., (2010), The Malays, John Wiley and Sons, ISBN 1444339036.
  6. ^ Pensejarahan Melayu: kajian tentang tradisi sejarah Melayu Nusantara "...ada Hikayat Melayu dibawa oleh orang dari Goa...."
  7. ^ Raffles, T.S., (1821), Malay annals (translated from the Malay language, by the late Dr. John Leyden).
  8. ^ Shellabear, W.G., (1915), Sejarah Malayu or the Malay annals, Methodist Publishing House
  9. ^ a b Samad, A. A., (1979), Sulalatus Salatin, Dewan Bahasa dan Pustaka.

Pranala luar